Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Catatan di Kaki Langit

Catatan di Kaki Langit Prof Qasim Mathar: September, Bulan PKI dan Demam PKI

di arena politik, lawan politik bisa diserang sekuat-kuatnya. Serangan bertubi dilancarkan bila melihat lawan berpeluang mengambil kekuasaan

Editor: AS Kambie
DOK TRIBUN TIMUR
Prof M Qasim Mathar 

Oleh
M Qasim Mathar
Cendekiawan Muslim

TRIBUN TIMUR.COM, MAKASSAR - Paling gampang memainkan sesuatu yang sudah tidak berdaya. Atau, membuatnya menjadi "kambing hitam" dan bulan-bulanan.

Ibarat petinju yang sudah jatuh oleh pukulan lawannya, mencoba bangun sebelum hitungan wasit sampai sepuluh. Masih tampak sempoyongan ketika lawannya datang menyergapnya kembali. Satu pukulan lagi membuatnya mau jatuh lagi.

Tapi bunyi loncenglah yang monolongnya untuk masih bisa duduk di sudut ring, sudutnya. Ronde berikutnya dia sudah menjadi bulan-bulanan lawannya. Satu pukulan hook membuatnya terpental dan wasit memeluknya... menghentikan pertandingan dan dia kalah telak.

Di arena oleh raga, biasalah kita menyaksikan satu kesebelasan atau satu tim mendikte lawannya. Yang didikte menjadi bulan-bulanan di lapangan. Tidak berdaya memberi perlawanan. Tidak berkutik.

Mirip dengan itu, di arena politik, lawan politik bisa diserang sekuat-kuatnya. Serangan bertubi dilancarkan bila melihat lawan akan berpeluang mengambil kekuasaan.

Tuduhan, fitnah, penyebaran kebohongan, dan intimidasi merupakan senjata kotor dalam politik. Bahkan untuk menjatuhkan lawan politik, diciptakan "hantu" politik. Disebut hantu, karena tidak kelihatan, tapi seolah hadir di tengah-tengah kita.

Seseorang bisa saja menyatakan tentang bahaya Masyumi, partai Islam yang pernah besar pada pemilu tahun 1955, dan dibubarkan pada masa presiden Soekarno.

Yang tidak suka Islam bisa termakan oleh pernyataan "bahaya" Masyumi. Begitu juga kalau ada aktifis yang galak mengeritik ketimpangan sosial, biasa diisukan sebagai kaum "kiri sosialis". Mengingatkan kita kepada satu partai yang sezaman dengan Masyumi dengan tokoh dan aktifisnya yang cemerlang berideologi sosialisme, Partai Sosialis Indonesia (PSI).

Yang vokal menyuarakan Islam bisa "di-masyumi-kan". Yang vokal mengeritik ketimpangan sosial bisa "di-PSI-kan". Itulah contoh, kekuatan dan lawan yang dulu pernah ada, ditiup-tiup seolah-olah (masih) ada.

Mungkin saja ada yang menganut aspirasi politik yang sama dengan kekuatan politik pada masa lampau itu.

"Tidak apa-apa", menurut saya, sepanjang dalam bingkai empat pilar utama ke-Indonesia-an kita. Yaitu: Pancasila sebagai ideologi berbangsa, UUD RI 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika. Di dalam bingkai empat pilar itu, dikenal setidaknya dua corak perjuangan Islam. Yakni Muhammadiyah dan NU.

Tentu ada corak Islam selain keduanya, yang juga beraktifitas Islami tetap di dalam empat pilar tersebut. Sesungguhnya yang menjadi ancaman ialah bila ada gerakan yang mau keluar dari, atau mengganti pilar utama itu.

PKI (Partai Komunis Indonesia) seringkali muncul seperti hantu. Hantu politik. Hantu PKI dilancarkan oleh orang-orang terkenal. Melahirkan ketakutan. PKI gaya baru lagi. Buktinya, nihil? Adu domba warga, itu buktinya.

Adu domba bukan ciri khas komunis. Sesama umat Muslim juga bisa ada adu domba di antara mereka yang mengundang perpecahan Muslim. Perpecahan tajam antara mazhab dan aliran bukan pekerjaan orang PKI.

Tapi pekerjaan ulama mazhab/aliran. Anak muda berkalung palu-arit lambang PKI, bukti adanya PKI. Apa bedanya dengan yang berkalung bulan-bintang atau palang-salib dan lain-lain. Mungkin hanya gelora darah muda! Lalu, bukti konkret PKI bangkit, mana?

Bulan September, bulan peringatan peristiwa G30S/PKI, Gestapu, atau Gerakan 30 September, 965, memang mengingatkan kita kepada pemberontakan berdarah 55 tahun silam itu. September terasa demam PKI/komunis. Mungkin juga sengaja diciptakan demam PKI oleh yang suka politik dan bertujuan meraih kekuasaan dengan mengganggu kekuasaan yang tidak ada di tangan!(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved