Kolom Kilas Tokyo Tribun Timur
Mencoba Survive
Saya punya sebuah restoran favorit dekat stasion kereta Hachioji, Tokyo. Bisa dikata kami pelanggan tetap
Penulis: CitizenReporter | Editor: Suryana Anas
Kolom Kilas Tokyo Tribun Timur
Mencoba Survive
Oleh: Muh Zulkifli Mochtar/Doktor alumni Jepang, bermukim di kota Tokyo
Saya punya sebuah restoran favorit dekat stasion kereta Hachioji. Bisa dikata kami pelanggan tetap, sebelum pandemi setidaknya sekali sebulan kami makan di situ.
Harganya cukup terjangkau untuk standar Tokyo. Menu utamanya Japanese fried chicken ‘karaage’ dan beef kari, juga ada banyak side menu.
Sistemnya semacam ‘all you can eat’, jadi pas buat anak anak yang senang berbagai jenis drink, es krim dan desserts.
Minggu lalu, saya tidak sengaja lewat. Restoran gelap dan tutup.
Ada selembar kertas putih tertempel; Mohon maaf, Kami sudah Tutup. Anak saya sedikit shock, restoran favoritnya sudah berhenti beroperasi.
Sekitar 500 meter dari situ, ada sebuah lagi restoran pilihan kami. Harganya sedikit lebih mahal, tapi ragam menunya lebih banyak.
Ternyata, selembar kertas juga tertempel di depan lift; Restoran Berhenti Beroperasi.
Meski tidak menyebut alasan, belakangan memang banyak bisnis kuliner di Jepang yang terpukul dan harus berhenti beroperasi.
Mengutip The Mainichi, perusahaan riset Teikoku Databank menyatakan, tercatat 398 kebangkrutan di perusahaan industri makanan antara Januari dan Juni.
Angka terbesar yang pernah ada dalam setengah tahun secara tahunan.
Padahal, industri makanan minuman adalah satu kekuatan ekonomi vital Jepang, menyumbang pendapatan sekitar 217 milyar USD di tahun 2018.
Bisnis kuliner sangat hidup dan dinamis. Kemana pun menoleh sekeliling Tokyo, traditional cuisine ‘Washoku’ ada dimana mana.