Korupsi PAUD Bone
Jelang Vonis, 2 Terdakwa Kasus Korupsi PAUD Disdik Bone Kembalikan Uang
Sidang pembacaan putusan dilaksanakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar, Selasa (8/9/2020) sore.
Penulis: Sayyid Zulfadli Saleh Wahab | Editor: Hasriyani Latif
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Tiga terdakwa kasus korupsi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan (Sulsel) menjalani sidang pembacaan putusan.
Sidang pembacaan putusan dilaksanakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar, Selasa (8/9/2020) sore.
Sebelum membacakan putusan, Hakim Ketua Harto Pancono menunda sementara sidang karena adanya pengembalian uang dari dua terdakwa yakni Sulastri dan Ikhsan.
Terdakwa Sulastri mengembalikan Rp 395 juta, sedangkan Ikhsan Rp 414,92 juta.
Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri Bone, Andi Kurnia mengatakan, dua terdakwa Sulastri dan Ikhsan mengembalikan uang negara.
"Pengembalian uangnya hari ini. Terdakwa Sulastri mengembalikan Rp 395 juta, sedangkan Ikhsan Rp 414,92 juta. Sehingga total Rp 809,92 juta," ujarnya.
Beberapa bulan lalu, masing-masing terdakwa Ikhsan dan Sulastri juga telah mengembalikan uang dengan jumlah Rp 420 juta.
"Jadi untuk kedua terdakwa ini sudah tidak ada pengembalian uang terhadap negara," ujarnya.
Untuk diketahui, jaksa penuntut umum (JPU) menuntut ketiga terdakwa dengan hukuman berbeda.
Masdar dituntut 7 tahun penjara. Ia juga harus membayar denda Rp 400 juta, subsider 4 bulan kurungan. Serta uang pengganti Rp 395 juta subsider 1 tahun 6 bulan penjara.
Sementara dua terdakwa lainnya, Muh Ihsan dan Sulastri dituntut 3 tahun penjara dengan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Jaksa juga menuntut keduanya membayar uang pengganti. Muh Ihsan membayar uang pengganti Rp 414.920.000 subsider 1 tahun 6 bulan kurungan.
Masdar dituntut lebih berat dari kedua terdakwa lainnya, sebab ia dinilai sebagai pelaku intelektual dalam kasus korupsi PAUD.
"Masdar membohongi Sulastri dan Ihsan harga buku dari Rp 5. 250 menjadi Rp 8.500. Kemudian ketiganya merugikan keuangan negara dengan menaikkan harga buku dari Rp 8.500 menjadi Rp 20.000," jelasnya.
Masdar pun memperoleh keuntungan dua kali lipat dari hasil penjualan buku tersebut. Masdar, kata Andi Kurnia, juga tidak mengembalikan uang kerugian negara dalam jumlah besar.