Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Optimisme APBN 2021, Kamrussamad: Sanggupkah Tim Ekonomi Pemerintah Realisasikan?

Ia menyampaikan, dirinya tidak meragukan tim ekonomi Pemerintah tetapi kenyataan kinerja semester pertama

Penulis: Muh. Hasim Arfah | Editor: Imam Wahyudi
TRIBUN TIMUR/HASYIM ARFAH
Anggota DPR RI dari Fraksi Gerindra, Kamrusamad mengikuti pidato Kenegaraan Pengantar Nota Keuangan dan RUU APBN 2021 oleh Presiden RI, Joko Widodo, Jumat (15/5/2020). 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo menyampaikan, pidato Kenegaraan Pengantar Nota Keuangan dan RUU APBN 2021.

Pemerintah melalui Presiden Joko Widodo, menargetkan Pertumbuhan ekonomi 4,5% - 5,5%, defisit 5,5% dari PDB, inflasi 3-%, nilai tukar Rp 14,600 terhadap dollar Amerika serikat dengan alokasi anggaran kesehatan Rp 169 triliun (6,2% dari APBN).

Joko Widodo menyampaikan optimisme yang besar akan kebangkitan ekonomi indonesia.

"Pertanyaan yang muncul adalah mampukah tim ekonomi Pemerintah mewujudkan hal tersebut dengan mengandalkan sektor konsumsi dan investasi sebagai lokomotif utama dalam mencapai target pertumbuhan tersebut," kata Anggota DPR RI, Kamrussamad, Jumat (14/8/2020).

Ia menyampaikan, dirinya tidak meragukan tim ekonomi Pemerintah tetapi kenyataan kinerja semester pertama sepanjang tahun 2020 dibuktikan rendahnya Penyerapan Anggaran, Sentralisasi data Penerima Bansos yang belum ter update, masih belum bergeraknya sektor riil.

Ia menganggap juga semakin rendahnya daya beli yang semua berujung pada peningkatan pengangguran dan kemiskinan hingga terganggunya demand site dan supply site.

Serta koordinasi antar kementerian atau lembaga, dan Pemda belum satu langkah dalam mengimplementasikan kebijakan penanganan Covid-19 dan dampaknya.

"Kami mempertanyakan kenapa dalam Pidato Pengantar RUU APBN 2021 tidak disebutkan NTP (Nilai Tukat Petani) dan NTN (Nilai Tukar Nelayan). Padahal kita sudah membahas dalam asumsi Makro dan Pokok Pokok Kebijakan Fiskal 2021 bersama Menkeu menteri PPN Bappenas," kata Kamrussamad.

Jika, lanjut Kamrusamad, kita melihat berbagai pendapat pakar ekonomi mereka mengatakan Indonesia masuk resesi pada Q2/2020 (kuartal2/2020), karena pertumbuhan ekonomi sudah negatif selama dua kuartal berturut-turut, dihitung berdasarkan Quarter-on-Quarter-Seasonally Adjusted (QoQ-SA). Yaitu, kuartal saat ini dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, setelah dikoreksi faktor musiman.

Pertumbuhan Q1/2020 dibandingkan Q4/2019 minus 0,7 persen. Sedangkan pertumbuhan Q2/2020 dibandingkan Q1/2020 minus 6,9 persen. Perhitungan untuk menentukan resesi seperti ini, QoQ-SA, berlaku universal secara internasional.

"Tetapi, pemerintah mengatakan Indonesia masih belum resesi. Karena pemerintah menggunakan definisi resesi sendiri, yaitu pertumbuhan kuartal saat ini dibandingkan kuartal sama tahun lalu (YoY).

Berdasarkan perhitungan ini maka pertumbuhan Q1/2020 terhadap Q1/2019 positif 2,97 persen," katanya.

Dan pertumbuhan Q2/2020 terhadap Q2/2019 minus 5,32 persen. Oleh karena itu, pemerintah mengatakan masih belum resesi karena baru satu kuartal negatif.

"Pemerintah sepertinya tidak ingin ada stigma Indonesia masuk resesi. Untuk itu, pemerintah berusaha meyakinkan publik kalau ekonomi pada Q3/2020 bisa lebih baik dari Q3/2019 (YoY).

Pemerintah bahkan berharap pertumbuhan Q3/2020 bisa positif sehingga dapat terhindar dari kata resesi yang nampaknya menjadi momok bagi pemerintah.

Maka seharusnya APBN 2021 tema yang tepat Penyelamatan Ekonomi Nasional," ujar Anggota Komisi Keuangan & ekonomi DPR RI ini.

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved