OPINI
Kuda Hitam di Musda Golkar Sulser
Musda Golkar Sulsel X yang sedianya digelar di Sulsel, 'terpaksa' dipindahkan ke DPP di Jakarta dengan beberapa alasan.
Sekadar catatan 30 suara itu, berasal dari : 24 suara dari DPD Kota/Kabupaten, 1 suara DPP Golkar, 1 suara Dewan Pertimbangan Partai, 1 suara organisasi mendirikan partai (Soksi, Kosgoro, dan MKGR), 1 suara didirikan Golkar (AMPI, HWK, Alhiyah, Satkar Ulama, dan MDI), dan 1 suara organisasi sayap yang terdiri dari (AMPG-KPPG).
Maka dari itu, siapa sebenarnya tokoh yang berhasil mendulang suara sebanyak itu, maka sudah dapat dipastikan keluar sebagai pemenang.
Ketiga tokoh yang sudah lama ‘mempersiapkan’ dirinya untuk mendapatkan suara.
Semisal Syamsuddin dan Taufan Pawe sudah ‘berkeringat’ mengumpulkan pundi-pundi suara dan tentu keduanya mempunyai keyakinan untuk menang.
• FOTO: Penari 4 Etnis ber-Face Shied
Sementara sosok Hamka B. Kady dianggap orang lama di Golkar dan mempunyai persahabatan yang kental, baik dengan pengurus DPD 1 Sulsel maupun di DPP II.
Ia pun mempunyai basis massa yang cukup signifikan di dapil satu Sulsel, sehingga melanggengkan dirinya duduk di DPR-RI.
Sosok Hamka B. Kady yang cenderung tidak mengandalkan pencitraan, namun mempunyai basis massa yang cukup kuat.
Sedangkan tokoh ‘pendatang baru’ Supriansa dengan segala kemampuan politik sehingga masuk di DPR-RI periode 2019-2014, dianggap memiliki kemampuan lobi persuasi politik yang baik.
Juga mumpuni dan berhasil membuka ‘kotak pandora; yang selama ini terkesan calon ketua partai ini didominisasi para senior Partai Golkar.
Sehingga kehadiran Supriansa wajar menyentak perhatian publik.
Apalagi telah mendapat ‘restu; dari Ketua Umum Partai Golkar.
Hanya perlu disimak dan diketahui bersama, pertarungan politik tidak boleh hanya mengandalkan ‘pencitraan media semata’ untuk meraih kursi kekuasaan.
Sebagai orang belajar tentang komunikasi politik struggle of power menjadi pemicu kemenangan merebut kekuasaan.
Tapi sekali lagi diingat, politik sangat mengandalkan: lobi, negoisasi, kolaborasi, power sharing, jual-beli suara, politik ‘dagang sapi’, hingga koalisi.
Pengalaman dan jam terbang politiklah menjadi ‘kuda hitam’ untuk meraih suara.
Karena sudah dapat dipastikan, hanya kandidat yang memainkan perannya sangat ulung berpolitik praktis akan keluar sebagai pemenang.