Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kolom Ahmad M Sewang

Saling Menghargai Perbedaan

Keinginan untuk menyeragamkan semua pendapat manusia di dunia ini bertentangan dengan sunatullah.

Editor: Jumadi Mappanganro
TRIBUN TIMUR/DESI TRIANA ASWAN
Prof Dr Ahmad M Sewang MA 

Prasyarat Menuju Persatuan Umat (4-Habis)

Oleh: Ahmad M Sewang
Guru Besar UIN Alauddin Makassar - Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) Ikatan Masjid Mubalig Indonesia Muttahidad (IMMIM) 

Seperti telah dikemukakan pada seri sebelumnya bahwa perbedaan dalam masalah furu' dan masalah ijtihadiah adalah bahagian dari sunnatullah.

Al-Qardawi memperkuat tesis di atas dengan mengatakan, "Barang siapa yang berfantasi agar manusia di dunia ini, hidup dalam satu pandangan seragam, baik pendapat atau pun keyakinan, maka beliau menegaskan, لم يكن وقوعه (mustahil akan terjadi dalam realitas).

Sama dengan orang yang sedang bermimpi di siang bolong bahwa pada suatu saat matahari terbit di sebelah barat dan terbenam di sebelah timur.

Secara tidak sadar bahwa orang itu sudah berkhayal melawan hukum Tuhan di alam semesta" Artinya, keinginan untuk menyeragamkan semua pendapat manusia di dunia ini bertentangan dengan sunatullah. Allah swt. sendiri telah memastikan dalam QS Yunus: 99,

وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَآمَنَ مَن فِي الْأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا أَفَأَنتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتَّىٰ يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ

Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?

Saya dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah

Lihalah pendapat antara Wahabi yang puritan dan kelompok Islam di Indonesia yang akomodatif terhadap budaya, ternyata selalu berbeda.

Padahal mereka sama-sama Sunni. Belum lagi antara Sunni dan Syiah.

Penulis pernah diundang sebagai penguji eksternal hasil penelitian disertasi di UIN Sunan Ampel Surabaya.

Penelitian itu, tentang upacara tradisi haul di sebuah perumahan di Sidoarjo. Hasil penelitian itu terbagi tiga kelompok.

Pertama, kelompok revormis tidak ingin melaksanakan haul dengan argumentasi al-Quran dan Sunnah.

Kedua, kelompok normatif, mereka melaksanakan haul juga dengan dalil keagamaan, dan ketiga disebut abangan, mereka melaksanakan haul dengan ikut-ikutan.

Padahal baru sebuah komleks perumahan yang dihuni oleh sebuah komunitas yang menyatakan diri terhimpun dalam satu organisasi keagamaan yang sama.

Berhubung karena tidak mungkin menyeragamkan pendapat, maka di sinilah tugas penting pemimpin umat sebagi khalifatun fil ard, perlu menyadarkan umatnya masing-masing bahwa untuk saling memahami dan menghormati perbedaan, maka hindarilah saling menyesatkan dan mengafirkan.

Menhan Prabowo Tertarik Akuisisi 15 Jet Tempur Eurofighter Typhoon Austria, ini Kehebatannya

Jika saja umat Islam menjadikan perilaku masa Rasulullah saw. sebagai uswah, maka kita bisa berkata, perbedaan ini telah muncul sejak masa Nabi dan tetap berlangsung sampai saat ini dan akan berlangsung terus menerus sampai pada akhir zaman.

Perlu pula dipahami bahwa perbedaan para sahabat di masa Nabi dalam menyikapi perintahnya, tidaklah sampai membawa mereka ke tingkat pertikaian.

"Berbeda boleh tetapi bertikai jangan", demikian salah satu pesan kitab suci. Pertikaian sahabat di periode Nabi bisa diredam, menurut pengetahuan penulis, karena wibawa dan leadership Nabi sangat mengemuka.

Hal ini, penulis telah tuangkan dalam buku kecil, Persatuan Umat dan Saling Memahami Perbedaan yang telah terbit.

Seorang khalifah masyhur di masa Dinasti Umayah, Umar bin Abdul Aziz, melihat perbedaan di kalangan para sahabat justru dipandang sebagai sebuah rukhsah (keringanan) beragama itu sendiri, sebab bisa memilih pendapat mana yang lebih sesuai dengan kondisi kemampuan.

Perbedaan antara Ibn Umar dan Ibn Abbas, misalnya, tentang bersentuhan perempuan dalam keadaan wuduk justru sebuah rukhsah, kata Umar bin Abdul Aziz:

ما يسرني أن أ صحاب رسول الله صعم لم يختلفوا لأنهم لو لم يختلفوا لم يكن لنا رخصة

Saya tidak genbira jika para sahabat Rasulillah saw. tidak beda pendapat. Andai mereka tidak beda pendapat, niscaya tidak ada rukhsah (keringanan) bagi kami.

Ibn Abdil Barr meriwayatkan dengan sanad bersambung.

Pulang dari Makassar, Warga Pasangkayu Sulbar Positif Corona

Ia berkata, "Para mufti sering kali tidak sama hasil ijtihadnya, bahkan terkadang kontaradiktif satu sama lain, yang satu menghalalkan dan yang lainnya mengharamkan.

Tetapi mufti yang mengharamkan tidak pernah memandang pihak yang menghalalkan sebagai orang yang binasa, demikian sebaliknya.

Inilah satu contoh bahwa bersatu bukan berarti menghilangkan perbedaan.

Sebaliknya, prasyarat bersatu harus saling menghargai perbedaan itu sendiri, unity in diversity.

Bahkan perbedaan ijtihad dari mujtahid semuanya mendapat jaminan pahala dari Nabi sendiri sebagai penghargaan terhadap usaha ijtahad yang dilakukan dengan tulus dan serius.

Akhirnya, untuk mengakhiri seri ini, penulis sekali lagi menghimbau agar kembali saling menghargai perbedaan.

Wassalam,

Makassar, Juli 2020

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Gen Z dan Politik

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved