Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kolom Ahmad M Sewang

Saling Menghargai Perbedaan

Keinginan untuk menyeragamkan semua pendapat manusia di dunia ini bertentangan dengan sunatullah.

Editor: Jumadi Mappanganro
TRIBUN TIMUR/DESI TRIANA ASWAN
Prof Dr Ahmad M Sewang MA 

Berhubung karena tidak mungkin menyeragamkan pendapat, maka di sinilah tugas penting pemimpin umat sebagi khalifatun fil ard, perlu menyadarkan umatnya masing-masing bahwa untuk saling memahami dan menghormati perbedaan, maka hindarilah saling menyesatkan dan mengafirkan.

Menhan Prabowo Tertarik Akuisisi 15 Jet Tempur Eurofighter Typhoon Austria, ini Kehebatannya

Jika saja umat Islam menjadikan perilaku masa Rasulullah saw. sebagai uswah, maka kita bisa berkata, perbedaan ini telah muncul sejak masa Nabi dan tetap berlangsung sampai saat ini dan akan berlangsung terus menerus sampai pada akhir zaman.

Perlu pula dipahami bahwa perbedaan para sahabat di masa Nabi dalam menyikapi perintahnya, tidaklah sampai membawa mereka ke tingkat pertikaian.

"Berbeda boleh tetapi bertikai jangan", demikian salah satu pesan kitab suci. Pertikaian sahabat di periode Nabi bisa diredam, menurut pengetahuan penulis, karena wibawa dan leadership Nabi sangat mengemuka.

Hal ini, penulis telah tuangkan dalam buku kecil, Persatuan Umat dan Saling Memahami Perbedaan yang telah terbit.

Seorang khalifah masyhur di masa Dinasti Umayah, Umar bin Abdul Aziz, melihat perbedaan di kalangan para sahabat justru dipandang sebagai sebuah rukhsah (keringanan) beragama itu sendiri, sebab bisa memilih pendapat mana yang lebih sesuai dengan kondisi kemampuan.

Perbedaan antara Ibn Umar dan Ibn Abbas, misalnya, tentang bersentuhan perempuan dalam keadaan wuduk justru sebuah rukhsah, kata Umar bin Abdul Aziz:

ما يسرني أن أ صحاب رسول الله صعم لم يختلفوا لأنهم لو لم يختلفوا لم يكن لنا رخصة

Saya tidak genbira jika para sahabat Rasulillah saw. tidak beda pendapat. Andai mereka tidak beda pendapat, niscaya tidak ada rukhsah (keringanan) bagi kami.

Ibn Abdil Barr meriwayatkan dengan sanad bersambung.

Pulang dari Makassar, Warga Pasangkayu Sulbar Positif Corona

Ia berkata, "Para mufti sering kali tidak sama hasil ijtihadnya, bahkan terkadang kontaradiktif satu sama lain, yang satu menghalalkan dan yang lainnya mengharamkan.

Tetapi mufti yang mengharamkan tidak pernah memandang pihak yang menghalalkan sebagai orang yang binasa, demikian sebaliknya.

Inilah satu contoh bahwa bersatu bukan berarti menghilangkan perbedaan.

Sebaliknya, prasyarat bersatu harus saling menghargai perbedaan itu sendiri, unity in diversity.

Bahkan perbedaan ijtihad dari mujtahid semuanya mendapat jaminan pahala dari Nabi sendiri sebagai penghargaan terhadap usaha ijtahad yang dilakukan dengan tulus dan serius.

Akhirnya, untuk mengakhiri seri ini, penulis sekali lagi menghimbau agar kembali saling menghargai perbedaan.

Wassalam,

Makassar, Juli 2020

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved