Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kolom Ahmad M Sewang

Persatuan Umat Bukan Berarti Melebur ke Dalam Satu Mazhab

Setiap umat seharusnya ikut merasakan keprihatinan menyaksikan perpecahan yang sedang melanda dunia Islam.

Editor: Jumadi Mappanganro
TRIBUN TIMUR/DESI TRIANA ASWAN
Prof Dr Ahmad M Sewang MA 

Prasyarat Menuju Persatuan Umat (1)

Oleh: Ahmad M Sewang
Guru Besar UIN Alauddin Makassar - Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) Ikatan Masjid Mubalig  Indonesia  Muttahidad (IMMIM) 

SEBELUM memasuki pembahasan prasyarat persatuan umat, lebih dahulu akan menjawab pertanyaan netizen bahwa apa tujuan memperkenalkan sejarah kolonial Belanda pada seri sebelumnya?

Dimaksudkan untuk memberi kesadaran baru bahwa upaya Persatuan Umat membutuhkan sebuah gerakan bersama, seperti munculnya pergerakan nasaional di awal abad ke-20.

Setiap umat seharusnya ikut merasakan keprihatinan menyaksikan perpecahan yang sedang melanda dunia Islam.

Jika ada orang yang tidak ikut merasakannya, penulis tidak mengetahui lagi, akan berkata apa padanya.

Maksudnya, persatuan umat seharusnya menjadi agenda utama seluruh komponen muslim bahkan pro aktif memberikan kontribusinya, mencarikan jalan agar bisa keluar dari kemelut perpecahan tersebut.

Penelitian Unhas Sebut Penyebab Banjir Bandang di Lutra Karena Pembukaan Lahan Tidak Terkontrol

Penulis telah berupaya pada level kecil di IMMIM. Mungkin tidak punya arti apa-apa dibanding yang dilakukan oleh para sahabat di level nasional.

Misalnya Ijabi telah melakukan diskusi secara periodik mencari titik temu antara Sunni dan Syiah dengan mengundang pembicara dari organisasi lain seperti NU.

Aktivitas semacam ini adalah salah satu upaya yang bermakna dan perlu diapresiasi.

Bahkan penulis menyarankan kegiatan semacam ini digandakan dan ditularkan pada organisasi lain.

Demikian juga yang dilakukan pada level internasional seperti lembaga التقريب بين المذاهب yang menghasilkan Deklarasi Amman, Mekah, dan Bogor Memang persatuan umat seharusnya jadi agenda bersama di tengah perpecahan yang sungguh menyedihkan.

Sebab menurut penulis, jika umat bersatu, akan lebih mudah menyelesaikan tumpukan persoalan ketertinggalan lainnya.

Bukankah umat sudah lama terbelakang di hampir semua bidang kemajuan?

Sementara doa yang setiap hari dilantunkan, "Ya Allah, anugrakan kami kemajuan di dunia dan kebahagiaan di akhirat."

Penulis bersyukur, karena semakin menyadari bahwa persatuan umat tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Setelah ide ini diviralkan mulai terasa ada gejala yang kurang menggembirakan. Sepertinya ada orang yang takut jika umat bersatu yang berasal dari kalangan muslim sendiri.

Karena itu, ada baiknya kita menyimak pesan Ir Soekarna, Presiden pertama RI, "Melawan kolonial Belanda jauh lebih mudah karena jelas musuh di depan mata, daripada perjuangan kalian nanti dalam mengisi kemerdekaan akan lebih sulit karena yang dihadapi adalah bangsamu sendiri."

Peduli Korban Bencana, Sejumlah Organisasi Islam di Toraja Utara Salurkan Bantuan ke Masamba

Jika pandangan Soekarno penulis transfer ke yang dirasakan di atas, maka mempersatukan umat jauh lebih sulit karena umat sendiri ada yang tidak ingin bersatu.

Semoga saja bukan karena kepentingan nafsu sesaat. Tetapi, penulis dengan inspirasi Soekarno di stas, Insya Allah, akan jalan terus dan tetap tegar tidak akan kecewa.

Tidak salah pula pada saat Webinar dengan Imam Syamsi Ali di New York, AS, ada peserta melontarkan pendapat bahwa membangun persatuan sesama muslim jauh lebih sulit dibanding bersatu dengan non muslim sekarang ini. Sangat ironis memang.

Salah satu prasyarat yang perlu dihindari dalam mempersatukan umat adalah sikap fanatisme, baik fanatisme pendapat sendiri atau orang lain, fanitisme mazhab, golongan, partai, dan fanatisme pada pemimpin.

Penulis akan membahas salah satu dari fanatisme itu yaitu fanatisme pada pendapat sendiri.

Fanatisme dalam pengertian percaya berlebihan pada pendapat sendiri sehingga menutup telinga mendangar kebenaran yang datang dari orang lain.

Fanatisme semacam ini dinamakan al-muhlikat yang harus dijauhi. Syekh Yusuf al-Qardawi mengilustarasikan dengan bagus sekali.

Khusus fanatisme terhadap pendapat pribadi (التعصب للرأى الصخصى), beliau berkata, "Orang fanatik pada pendapatnya sendiri bagai berada di rumah kaca sendirian.

Ke mana pun dia pergi dalam rumah itu, yang dilihatnya adalah dirinya sendiri. Ia sudah buta melihat kebenaran di luar dirinya.

UPDATE Corona Indonesia & Sulsel Hari Ini Rabu 15 Juli 2020: 158 Kasus Baru, Total 7452 Positif

Ia sudah menutup rapat relinganya mendengar kebenaran selain dirinya sendiri, ia sudah tenggelam menjadi muqallid buta, hanya betraklid pada pendapatnya sendiri.

Orang ini sudah tertutup pancainderanya, sekalipun tahu bahwa ada peringatkan Allah swt. dalam kitab suci al-Quran,
فلا تزكوا انفسكم وهو ا علم بمن ا تقى

Janganlah kamu merasa suci atau paling pintar. Dialah, Allah, yang lebih tahu siapa yang bertakwa."

Untuk tidak disalahpahami, maka perlu dijelaskan bahwa al Qardawi tidak pernah melarang seorang muslim bermazhab, yang beliau larang adalah fanatisme terhadab mazhab.

Bahkan bermazhab, menurut beliau, sama dengan berorganisasi dan menjadi bagian dari sunatulllah.

Dalam bukunya, lebih diperjelas lagi dengan berkata, "Biarkanlah setiap saat muncul organisasi baru, madrasah baru, dan mazhab baru sebab itu adalah sunatullah.

Yang dilarang adalah sikap fanatisme yang menyebabkan mereka saling menegasikan satu sama lain".

Jadi yang diinginkan adalah bagaimana saling menghargai perbedaan.

Sementara para Imam mazhab sendiri mencontohkan bagaimana saling menghormati mazhab lain, yang sewaktu-waktu bisa pindah ke pendapat mazhab lain jika dianggap dalilnya lebih rajih.

Kenapa dilarang fanatisme? Sebab orang fanatik akan tetap mengikuti pendapatnya walau dalilnya lemah.

Perpindahan ke pendapat atau mazhab lain hanya bisa dilakukan jika seseorang membuka diri keluar dari lingkaran muqallid yang fanatism.

Imam Syafii sendiri yang mazhabnya banyak dianut di Nusantara berkata,

والله ما أبالى ان بظهر الحق على لسانى أو على خصمى

"Demi Allah aku tak peduli, kebenaran itu dari mana pun datangnya, apakah dari lidahku atau lidah orang lain."

Jadi persatuan umat yang diinginkan adalah bukan berarti umat secara keseluruhan melebur ke dalam satu pendapat atau mazhab.

Biarkan setiap mazhab tumbuh dan berkembang masing-masing, yang paling penting mereka saling menghormati perbedaan.

Dalam bahasa masa kini berbunyi, unity in diversity.

Seri berikutnya akan menguraikan pra syarat lain tentang persatuan umat yaitu menghindari sikap ekstrem dan menumbuhkan sikap moderasi dalam beragama.

Wassalam,

Makassar, 9 Juli 2020

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Gen Z dan Politik

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved