Kolom Ahmad M Sewang
Persatuan Umat Bukan Berarti Melebur ke Dalam Satu Mazhab
Setiap umat seharusnya ikut merasakan keprihatinan menyaksikan perpecahan yang sedang melanda dunia Islam.
Penulis bersyukur, karena semakin menyadari bahwa persatuan umat tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Setelah ide ini diviralkan mulai terasa ada gejala yang kurang menggembirakan. Sepertinya ada orang yang takut jika umat bersatu yang berasal dari kalangan muslim sendiri.
Karena itu, ada baiknya kita menyimak pesan Ir Soekarna, Presiden pertama RI, "Melawan kolonial Belanda jauh lebih mudah karena jelas musuh di depan mata, daripada perjuangan kalian nanti dalam mengisi kemerdekaan akan lebih sulit karena yang dihadapi adalah bangsamu sendiri."
• Peduli Korban Bencana, Sejumlah Organisasi Islam di Toraja Utara Salurkan Bantuan ke Masamba
Jika pandangan Soekarno penulis transfer ke yang dirasakan di atas, maka mempersatukan umat jauh lebih sulit karena umat sendiri ada yang tidak ingin bersatu.
Semoga saja bukan karena kepentingan nafsu sesaat. Tetapi, penulis dengan inspirasi Soekarno di stas, Insya Allah, akan jalan terus dan tetap tegar tidak akan kecewa.
Tidak salah pula pada saat Webinar dengan Imam Syamsi Ali di New York, AS, ada peserta melontarkan pendapat bahwa membangun persatuan sesama muslim jauh lebih sulit dibanding bersatu dengan non muslim sekarang ini. Sangat ironis memang.
Salah satu prasyarat yang perlu dihindari dalam mempersatukan umat adalah sikap fanatisme, baik fanatisme pendapat sendiri atau orang lain, fanitisme mazhab, golongan, partai, dan fanatisme pada pemimpin.
Penulis akan membahas salah satu dari fanatisme itu yaitu fanatisme pada pendapat sendiri.
Fanatisme dalam pengertian percaya berlebihan pada pendapat sendiri sehingga menutup telinga mendangar kebenaran yang datang dari orang lain.
Fanatisme semacam ini dinamakan al-muhlikat yang harus dijauhi. Syekh Yusuf al-Qardawi mengilustarasikan dengan bagus sekali.
Khusus fanatisme terhadap pendapat pribadi (التعصب للرأى الصخصى), beliau berkata, "Orang fanatik pada pendapatnya sendiri bagai berada di rumah kaca sendirian.
Ke mana pun dia pergi dalam rumah itu, yang dilihatnya adalah dirinya sendiri. Ia sudah buta melihat kebenaran di luar dirinya.
• UPDATE Corona Indonesia & Sulsel Hari Ini Rabu 15 Juli 2020: 158 Kasus Baru, Total 7452 Positif
Ia sudah menutup rapat relinganya mendengar kebenaran selain dirinya sendiri, ia sudah tenggelam menjadi muqallid buta, hanya betraklid pada pendapatnya sendiri.
Orang ini sudah tertutup pancainderanya, sekalipun tahu bahwa ada peringatkan Allah swt. dalam kitab suci al-Quran,
فلا تزكوا انفسكم وهو ا علم بمن ا تقى
Janganlah kamu merasa suci atau paling pintar. Dialah, Allah, yang lebih tahu siapa yang bertakwa."