Kasus Fee 30 Persen
Divonis 10 Tahun Penjara, Erwin Haiya Ajukan Kasasi ke MA
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Makassar Ahmad Yani yang dikonfirmasi Tribun membenarkan upaya hukum terdakwa terhadap putusan PT Makassar.
Penulis: Hasan Basri | Editor: Imam Wahyudi
TRIBUN-TIMUR. COM, MAKASSAR - Eks Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Pemerintah Kota Makassar Erwin Haiya mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) atas kasus dugaan korupsi fee 30 persen.
Erwin menolak putusan banding di tingkat Pengadilan Tinggi (PT) Makassar selama hukuman 10 tahun penjara. Putusan itu bertambah dari putusan Pengadilan Negeri (PN) Makassar yang sebelumnya hanya 6 tahun.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Makassar Ahmad Yani yang dikonfirmasi Tribun membenarkan upaya hukum terdakwa terhadap putusan PT Makassar.
"Iyya terdakwa kasasi. Kami juga dari JPU mengajukan kasasi, " Kata Ahmad Yani kepada tribun, Rabu (15/7/2020) melalui pesan WhatsApp.
Sekedar diketahui Hakim PT memvonis terdakwa Erwin selama 10 tahun penjara. Ia dinyatakan terbukti bersalah atas kasus dugaan korupsi Fee 30 persen dan denda sebanyak Rp.500.000.000.
Bila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun. Selain pidana penjara terdakwa juga dibebankan membayar uang pengganti sebesar Rp.18.769.995.330.
Jika Terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta benda Terdakwa dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Dalam hal Terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun;
Sidang banding tersebut dipimpin oleh Majelis Hakim Nasaruddin Tappo, Hakim Anggota 1 H. Ahmad Gaffar, Hakim Anggota 2: Dr. Padma D. Liman, dan.Panitera Pengganti Banding Marwati.
Pada putusan itu, Hakim menyebut tersakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan Subsidiair melanggar Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;
Sementara dakwaan primair tidak terbukti.