OPINI
Covid-19, Antara Rasa dan Rasio
Rasa dan rasio merupakan salah satu penyebab mengapa masyarakat terbelah menjadi dua kelompok.
Masyarakat yang mengandalkan rasa, tingkat kepercayaan pada nara sumber populer seringkali lebih tinggi dari ilmuan dan senagaja atau tidak, inilah yang kemudian melahirkan gerakan anti-rasionalisme.
Berpikir dan berperilaku dengan lebih banyak menggunakan rasa sejak lama dialamatkan pada diri perempuan yang halus dan perasa.
Namun predikat seperti itu nampaknya semakin menghinggapi banyak orang, termasuk kaum laki-laki, terutama dalam melihat covid 19.
Bagi pemerintah dan mereka yang percaya kepada rasionalisme, fenomena ini tentu menjadi resisten.
Sebab akan menjadi hambatan dalam menanggulangi covod-19, bahkan bisa membalikkan opini publik yang semula percaya menjadi tidak percaya.
Antisipasi
Mereka yang rasional dan percaya betual tentang covid 19, memang bisa menjadi terompet atau buzzer positif bagi pemerintah.
Orang seperti ini harus dimanfaatkan oleh pemerintah untuk melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat.
Hanya saja kekurangannya ketika menggunakan rasionya secara berlebihan tanpa diimbangi dengan rasa.
• Korban Banjir Bandang di Luwu Utara Butuh Lilin dan Air Bersih
Oleh sebab itu berkembang ide dan gagasan bahwa “letakkan sedikit perasaan di akalmu agar menjadi lembut, dan letakkan sedikit akal di perasaannmu agar menjadi lurus dan terarah”.
Orang yang sangat rasional memang membahayakan juga sebab bisa melahirkan kecemasan berlebihan dan sintomnya terlihat pada menurunkan imun dan menimbulkan penyakit yang parah, bahkan dekat dengan virus corona.
Bukan hanya itu, orang yang rasional berlebihan bisa menghambat upaya pemerintah untuk menghidupkan ekonomi masyarakat.
Sebab biasanya selalu menganggap masyarakat tidak disiplin dan cenderung melanggar aturan.
Oleh sebab itu mereka menantang opsi bersahabat dengan covid 19 karena bisa-bisa menimbulkan klaster baru, misalnya di mall, bioskop, tempat rekreasi, sekolah atau di pasar-pasar tradisional lainnya.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), demikian juga komunitas perlindungan anak dan penggiat gerakan sosial, adalah sebagian dari mereka yang cenderung sangat rasional dan overprotektif terhadap kemungkinan penularan covid-19.