Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Klakson Abdul Karim

Corona Awalnya Musuh Nyata, Kini Jadi Musuh Dalam Selimut

New Normal bisa pula didefenisikan sebagai sikap kemunafikan pada keadaan.

Editor: Jumadi Mappanganro
Tribun Timur - Jumadi Mappanganro
Abdul Karim 

Oleh: Abdul Karim
Pegiat Demokrasi

Ketika New Normal dideklarasikan, saat itu pula manusia mengumumkan kekalahannya. Bangsa manusia kalah menghadapi bangsa virus yang tak tampak itu.

Karena jenuh melawan tanpa kemenangan, kita lantas memilih hidup berdampingan saja dengan virus itu.

Padahal, biaya perlawanan yang tergelontorkan bukanlah dana tipis lantaran kita ingin optimis dalam melawan Corona.

Memilih berdampingan dengan virus itu menyerupai pula hasil negosiasi politik. Awalnya oposisi, lalu jadi koalisi.

Pada mulanya kita berlawan dengan corona, tetapi virus tak terpandang itu terlalu kuat untuk ditaklukkan.

Tak Mampu Bayar Gaji, 61 Tenaga Honorer di Disdukcapil Maros Terpaksa Dirumahkan

Proposal koalisi lantas disiapkan. "Koalisi--kompromis", barangkali sebutan pasnya.

Bisa pula diujarkan bahwa Corona awalnya adalah musuh nyata, kini ia jadi musuh dalam selimut.

Sebagai musuh dalam selimut, ia adalah teman tidur bagi bangsa kita.

Kita tahu, tak ada pertempuran dan perlawanan dalam selimut. Yang ada hanyalah pelukan yang tak selamanya menyenyakkan tidur kita.

Begitulah Corona sejak new normal tersiarkan.

New Normal bisa pula didefenisikan sebagai sikap kemunafikan pada keadaan.

Kita tahu keadaan belum aman dan nyaman, tetapi dari pada memenjara diri tanpa produktifitas maka satu-satunya cara adalah menganggap keadaan ini normal saja.

Ini sama halnya pembalikan keadaan. Namun, cenderung mengkhianati keadaan yang sebenarnya.

Walau terasa aneh, new normal adalah solusi pemerintah di tengah pandemi ini.

Jangan Lewatkan Gerhana Matahari Cincin pada 21 Juni, Bisa Dilihat di Semua Daerah Sulsel

Agar virus tak merasuki tubuh, selenggarakanlah hidup dengan new normal.

Rajinlah cuci tangan dengan sabun. Pakailah sarung tangan. Kenakanlah masker saat ke luar rumah.

Lalu jaga jarak aman minimal satu meter. Hindari kerumunan.

Pemkot Makassar menambahkannya: rajin olah raga dan mengonsumsi herbal kearifan lokal.

Solusi demikian ditempuh lantaran kehidupan harus tetap bergeliat walau tak berdaulat ditengah pandemi.

Kehidupan tak boleh berhenti hanya gara-gara virus jahanam itu. Inilah keinginan kuat yang sebenarnya kadang membuat kita tak kuat.

Tetapi rasanya, pendekatan new normal terlalu kuat rasa ekonominya dibanding nuansa kesehatannya.

Ke pasar tak dilarang. Boleh saja. Tetapi jaga jarak Anda dengan pedagang dan sesama pengunjung.

Tentu terasa aneh. Sebab jaga jarak semeter dengan orang-orang di pasar adalah kemustahilan.

Sebab berdempetan, bersenggolan dan berhimpitan sejak lama telah menjadi ciri utama sebuah pasar.

Peringatan Dini Cuaca Ekstrem dari BMKG, Kamis 18 Juni 2020: Hujan Lebat dan Angin Kencang

Di sini, new normal terasa kontras dengan normal itu sendiri.

Dengan itu, new normal adalah sebuah kontradiksi. Lihatlah di masjid, jamaah diminta berjarak.

Padahal, pengkhutbah bilang, syaitan terselip di antara shaf yang longgar.

Di atas mobil kita tak boleh berdekatan. Sebab bersentuhan berarti penularan.

Kemana saja mesti memakai masker. Masker kini menjadi kebutuhan primer.

Seorang rekan saya berkisah kalau neneknya tak mengenalinya lagi lantaran pada separuh wajahnya masker senantiasa menempel.

Kita heran, sebab bukankah itu semua sebentuk kehidupan yang tak normal?

Lantas mengapa kehidupan yang tak normal itu dibilangkan normal dengan frasa ‘baru’ di depannya?

New Normal adalah prosedur kesehatan yang hendak ditransformasi menjadi prosedur kebudayaan hari-hari.

Namun sayangnya kadang kita tak peduli. Kita merasa sakti, merasa sanggup menepis segala yang terjadi.

Normalkah ini? Entahlah. (*)

Artikel ini telah terbit di Kolom Klakson Rubrik Tribun Opini Koran Tribun Timur edisi cetak Rabu, 17 Juni 2020  

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved