Kolom Ahmad M Sewang
Rethinking Normativitas dan Historitas
Problema umat sekarang bagaimana mengamalkan ilmu itu dalam realitas historis
Beliau mengeluh pada penulis sambil curhat bahwa baru saja melakukan kunjungan ke dunia Barat, di negara Canada, bertemu para senator di sana.
Senator dari Sulawesi Selatan itu mengeluh, karena dia tidak bisa meyakinkan mereka bahwa Islam adalah agama damai, seperti yang terdapat dalam kitab suci bahwa Islam datang untuk menebarkan kasih sayang atau rahmat kepada seluruh semesta tanpa membedakan.
• DPRD Bulukumba Telusuri Realisasi Rp26 Miliar Anggaran Covid-19
Tetapi tetap saja para senator Canada itu tidak bisa yakin.
Sebab yang mereka saksikan setiap hari via media sosial adalah kenyataan di Timur Tengah.
Mereka menganggap Timur Tengah adalah refresentasi komunitas muslim.
Di Timur Tengah yang mereka saksikan, sepertinya tidak ada hari tanpa pembunuhan.
Yang membunuh muslim dan yang dibunuh juga muslim.
Pertempuran antara negara bertetangga yaitu Arab Saudi dan Yaman, seperti tak akan usai.
Itulah kenyataan historis yang mereka saksikan setiap saat. Sedang norma damai dan rahmat tersimpan dalam kitab suci.
Sedang mereka tidak pernah menyentuhnya. Apalagi membacanya.
Di sinilah problema keumatan sendiri, karena ketidakmampuan mengharmoniskan antara historitas dan nomativitas.
Secara normatif Islam mengajarkan damai. Kata 'Islam' itu sendiri berarti damai, sejahtera, sentosa, dan selamat.
Setiap ketemu, selalu dimulai dengan ucapan salam damai.
• Gubernur Sulsel Pastikan Anggaran Stadion Mattoanging Aman
Tidak sah salat bagi seorang muslim tanpa mengakhirinya dengan salam, sambil menolek ke kanan dan ke kiri.
Artinya, tujuan akhir semua ibadah adalah menebarkan perdamian ke lingkungan sekitar. Selesai salat, umat dituntun membaca wirid damai yang artinya.