OPINI
Rekonstruksi Makna Merdeka Belajar
Penyeragaman materi dan kurikulum yang terjadi selama, telah memarjinalkan ragam pembelajaran kontekstual
Dengan model ini maka sekolah mendapat ruang kebebasan yang cukup untuk bermanuver, mengelaborasi kurikulum, metode pembelajaran dan bermitra dengan DUDI.
Model ini juga akan membentuk sekolah berbasis produksi (product based school) – ketimbang berbasis keterampilan semata (skill based school) - dan karenanya akan lebih relevan dengan kebutuhan DUDI.
Tak kalah esensialnya, ekspresi merdeka belajar dipengaruhi oleh dukungan finansial. Kebijakan nasional tentang pembiayaan wajib sebasar 20% bagi urusan pendidikan telah diterapkan.
Sudahkah komitmen tersebut dijalankan oleh pemerintah daerah?
Sudahkah pembiayaan tersebut terbebaskan dari jebakan inefisiensi, inefektivitas, divergensi dan disharmoni pengeluaran baik ditingkat pusat ataupun daerah sehingga alokasi pembiayaan pendidikan tidak bersifat menggarami air laut?
Sudah bebaskah sekolah dari keterbatasan pembiayaan operasional pendidikan yang ideal?
Sudahkah sekolah bebas dari resistensi regulasi yang menghalangi kemampuan sekolah untuk mengeksplorasi dan memobilisasi dukungan finansial dari ekosistem yang melingkupinya?
Beberapa pertanyaan mendasar ini perlu diuji secara empiris untuk melihat derajat kapasitas finansial dalam menyelenggarakan pendidikan yang memerdekakan. (*)
Artikel ini telah terbit di halaman Tribun Opini koran Tribun Timur edisi cetak Sabtu, 30 Mei 2020.