Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

OPINI

Ziarah Virtual di Masa Pandemi Covid-19

Bagi orang-orang beragama, ‘ziarah’ merupakan satu praktik yang sangat krusial, karena terkait dengan makna moralitas si penganut.

Editor: Jumadi Mappanganro
handover
Ana Mardiani (Pengurus KNPI Sulawesi Selatan) 

Untuk berbagi makanan saat berbuka puasa, mereka harus patungan satu sama lain agar bisa membeli makanan untuk bisa berpuasa bersama selama Ramadhan.

Di Suriah, rakyatnya setiap hari mengalami ketakutan akibat ledakan bom. Ditambah bahaya Covid yang sewaktu-waktu menyerang, sehingga membuatnya rela terpisah-pisah dan mengungsi sana-sini.

Di Bangladesh, muslim Rohingya hanya mengharapkan bantuan (donasi) untuk bisa terus berpuasa di musim Covid.

Penderitaan ini, dipastikan seluruh dunia mengalaminya, namun dengan model derita yang berbeda-beda.

Adanya saling peduli merupakan wujud cinta kepada keluarga, kerabat, teman-teman, bahkan untuk masyarakat di seluruh dunia.

Tetapi apa yang kita saksikan di Indonesia dalam beberapa hari ini, khususnya di Makassar?

Mal tempat belanja sudah dibuka. Seiring berakhirnya PSBB.

Pertanyaannya, apakah Covid sudah aman di Kota Makassar? Bukankah kurva Covid belum betul-betul landai? Mengapa justru PSBB dihentikan?

Apakah jawabannya karena sebelum lebaran, di mana tradisi masyarakat senang berbelanja pakaian dan segala macam makanan persiapan santap lebaran.

Sehingga dihentikannya dapat menjadi pendapatan tempat perbelanjaan. Lalu, Apakah Covid-19 adalah permainan?

Covid-19 di Persimpangan, Bagaimana Menyikapinya

Covid ini bukan permainan, taruhan dari semua ini adalah nyawa. Dengan dilonggarkannya PSBB, akan membuka akses besar bagi masyarakat untuk berkerumun, melakukan aktivitas di luar rumah, pergi berbelanja dari tempat satu kemudian pindah ke tempat lain.

Ini juga berarti boleh mudik bagi para perantau jelang lebaran, jika memang tidak boleh, mengapa bandara-bandara sudah bisa beroperasi?

Belum lagi, lebaran di kampung bisa dilakukan serentak di lapangan atau di mesjid dengan syarat harus menggunakan masker, ini lebih lucu lagi. Apakah Ini tidak lebih berbahaya?

Tentu, cara seperti ini sangat berbahaya bagi masyarakat Indonesia. Seharusnya masyarakat melakukan lebaran di rumah saja, tidak usah dilakukan serentak di luar rumah, apatahlagi di tempat yang sama.

Laksanakan lebaran di rumah masing-masing saja, barulah masyarakat melakukan 'ziarah' setelahnya.

Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved