Kolom Teropong
Ketika Suara Takbir Hanya Berkumandang Lirih di Masjid-Masjid Kecil Pinggiran
Sebagai umat yang beragama, kita percaya ‘bencana’ ini akan segera berakhir atas pertolongan Allah SWT.
Oleh: Abdul Gafar
Dosen Ilmu Komunikasi Unhas Makassar
UMAT Islam di seluruh dunia baru saja menyelesaikan ibadah puasa Ramadan sebulan penuh.
Pelaksanaannya kali ini terasa sangat berbeda dibanding tahun-tahun sebelumnya. Suasana berlangsung dalam kondisi yang memprihatinkan.
Mengapa dikatakan memprihatinkan ? Hal ini karena adanya pembatasan yang diberlakukan terhadap umat Islam.
Ibadah salat harian maupun jumatan ditiadakan berlangsung di masjid.
Semuanya mesti dilakukan di rumah saja demi menghindari meluasnya wabah yang melibas warga dunia.
• Remote Control Covid-19 Kini di Tangan Masyarakat, Ini Risikonya
Dunia telah dilanda sebuah peristiwa besar yakni adanya serangan virus corona menyerang manusia lebih 200-an negara di dunia.
Korban yang tewas terus bertambah akibat pergerakan virus yang belum ditemukan antinya.
Para ilmuwan atau saintis terus berjuang memelajari, menganalisis, dan merumuskan upaya menangkal pergerakan virus tersebut.
Kecemasan yang melanda dunia ini kapankah berakhir? Spekulasi terus berkembang dengan berbagai argumentasi masing-masing.
Sebagai umat yang beragama, kita percaya ‘bencana’ ini akan segera berakhir atas pertolongan Allah SWT.
Lantunan doa dari rumah yang tulus dan ikhlas semoga berbuah keberkahan sehingga kita terhindar dari keganasan covid-19.
Ramadan telah usai dalam keheningan malamnya.
Pencerahan yang biasa kita peroleh dalam ceramah-ceramah menjelang salat tarwih telah sirna diterpa peraturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
• Perayaan Idulfitri, Napi Lapas Makassar Difasilitasi Layanan Video Call
Terlihat adanya pendangkalan wawasan ummat dalam keberagamaan mereka. Ceramah jumatan pun berlalu dalam kebisuan.
Kita menutup Ramadan dengan salat idul fitri tanpa di lapangan terbuka. Kalaupun ada di masjid, hanya dalam jumlah yang tertentu saja.
Bahkan disarankan oleh penguasa negeri, salat idul fitri tetap dan cukup di rumah saja. Masya Allah.
Lantunan takbir sesungguhnya dapat mengguncang langit dan bumi untuk mengetuk kemahabesaran Allah sang Pencipta agar menurunkan pertolonganNya.
Namun suara takbir hanya berkumandang lirih di masjid-masjid kecil pinggiran.
Lapangan dan masjid agung terkunci dari lantunan takbir. Kosong, hening, dan sunyi dalam kesepian.
Kenyataan di atas menimbulkan sikap pro dan kontra dari umat.
Ada yang setuju, ada pula yang tidak setuju. Seorang teman professor mengatakan bahwa ini adalah ‘pertarungan’ antara iman dan aman.
• Saat Lebaran Pasien Covid-19 Tambah 32 di Sulsel, 30 Orang dari Makassar
Antara iman dan rasio. Bahkan ada yang sinis bahwa mereka yang masih saja ngotot ibadah salat di masjid termasuk kategori ‘goblok’ alias tolol bin bego.
“Sudah tahu dilarang, masih saja membangkang”, begitu katanya.
Ibadah puasa Ramadan seharusnya menjadikan kita manusia yang tangguh namun penuh empatik.
Puasa mengajarkan agar kita mampu menahan ras lapar, haus, dan segala yang dapat merusak nilai ibadah puasa kita.
Ada hal yang dihalalkan untuk dilakukan pada saat tertentu. Namun dengan puasa, kehalalan itu berubah menjadi keharaman yang berakibat sanksi berat.
Dosa kita terhadap Allah SWT akan dihapus saat kita bertobat. Namun dosa kita terhadap manusia tidak akan terhapus jika belum ada saling pemaafan.
Ego mesti ditinggalkan untuk mengakui bahwa ada dosa yang telah kita perbuat dengan sengaja maupun tidak disengaja. Baik yang tampak maupun yang tersembunyi.
Dengan usainya ibadah puasa yang kita lakukan selama sebulan janganlah menjadi sebuah kesia-siaan yang merugikan kita.
Puasa seyogianya menghapuskan sikap-sikap kesombongan yang ada pada diri kita. Sikap dan sifat sombong adalah milik setan terlaknat serta musuh yang nyata.
• Ayah-Bunda, Kapan Tahun Ajaran Baru Dimulai? Berikut Penjelasan Resmi Menteri Jokowi Nadiem Makarim
Sikap angkuh, sombong, marah akan menghalangi perjalanan kita pada hari penentuan.
Secuil sikap atau sifat itu masih bercokol di hati kita, dapat menghapus dan membakar semua kebaikan yang telah kita perbuat selama hidup di dunia.
Ini berarti kita telah gagal dalam menjalani ibadah puasa Ramadan sebulan penuh.
Namun kita tetap perlu optimis menatap masa depan, bahwa hal-hal kecil yang dapat memutus matarantai amal kebajikan kita agar dapat diminimalkan.
Kematian pasti menjemput entah siapa yang tahu kecuali Allah SWT. Janganlah kita mati dalam keadaan yang merugi.
Melalui kolom ini, penulis menyampaikan selamat hari raya idul fitri 1441 H dan mohon maaf lahir batin kepada seluruh pembaca beserta karyawan Tribun Timur.
Semoga Allah SWt merakhmati perjalanan kita ke depan. Aamiin YRA. (*)