OPINI PAKAR
Remote Control Covid-19 Kini di Tangan Masyarakat, Ini Risikonya
Sejatinya kendali Covid-19 berada di tangan pemerintah. Bukan di masyarakat. Apalagi situasinnya idak pasti dan besarnya risiko yang dapat ditimbulkan
Oleh: Prof. Sukri Palutturi, SKM, M.Kes., MSc.PH, PhD
Guru Besar FKM Unhas dan Ketua Persakmi Wilayah IV: Sulawesi, Maluku, Papua dan Kalimantan
SEJATINYA kendali Covid-19 berada di tangan pemerintah. Pemerintah (government) dimandat oleh negara dan rakyatnya untuk mengatur pemerintahan (governance).
Dalam situasi pandemi Covid-19 yang penuh dengan ketidakpastian dan besarnya risiko yang dapat ditimbulkannya, remote control itu diharapkan tetap dipegang dan dikendalikan oleh pemerintah.
Jangan diberikan kepada masyarakat untuk mengendalikan situasi dan kondisi seperti ini.
Pemerintah harus hadir untuk mengatur rakyatnya karena begitulah kedudukan pemerintah dalam bernegara.
Pemerintah memberikan kepastian kepada rakyatnya tentang kondisi yang dihadapi saat ini.
• Informasi Terbaru Covid-19 Sulsel 25 Mei 2020, Pasien Positif Terus Bertambah Kini Capai 1.296 Orang
Jangan memberikan informasi yang membingungkan, penuh dengan ketidakpastian, keragu-raguan dan akhirnya menimbulkan kepanikan dan reaksi tidak percaya kepada pemerintahnya.
Pemerintah diharapkan menjadi pengatur sumber daya (resources allocators) yang dimiliki oleh wilayah tersebut dalam menggerakkan dan mengendalikan seluruh potensinya untuk memutus mata rantai penularan Covid-19.
Di Indonesia terdapat empat provinsi yang menerapkan PSBB. Setiap provinsi memiliki range waktu pemberlakukan PSBB tersebut.
Keempat provinsi tersebut meliputi DKI Jakarta masa berlaku 10 April-4 Juni 2020. Sumatera Barat masa berlaku 22 April-29 Mei 2020.
Gorontalo masa berlaku 4 Mei-1 Juni 2020 dan Jawa Barat masa berlaku 6 Mei-29 Mei 2020 (Priastuti, 2020).
Tentu pemberlakukan ini dapat diperpanjang sesuai kebutuhan dan kondisi daerah.
Jika dilihat dari jumlah kasus, maka mestinya Sulawesi Selatan jauh lebih dulu memberlakukan PSBB daripada Sumatera Barat atau Gorontalo.
• Ayah-Bunda, Kapan Tahun Ajaran Baru Dimulai? Berikut Penjelasan Resmi Menteri Jokowi Nadiem Makarim
Tetapi entah mengapa Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan tidak melakukan itu. Padahal jumlah kasus Covid-19 di Sulawesi Selatan meningkat cukup tajam.
Bahkan Sulawesi Selatan berada pada peringkat kelima dengan jumlah kasus tertinggi setelah DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.
Selanjutnya, pada tingkat kabupaten/kota, terdapat beberapa kabupaten/kota di Indonesia yang memberlakukan PSBB.
Di antaranya Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kota Pekanbaru, Kota Tegal, Palangka Raya, Makassar dan Gowa.
PSBB pada sebagian wilayah tetap berlanjut dimana remote control covid-19 tetap dikendalikan oleh pemerintah.
Namun dalam perkembangannya beberapa kabupaten/kota, ternyata remote control Covid-19 itu diserahkan kepada masyarakat.
Beberapa kabupaten/kota di Indonesia tidak melakukan perpanjangan PSBB di tengah pandemi Covid-19 yang sedang berkecamuk. Pola penularan belum ditemukan dan sangat tidak stabil.
Kasus-kasus baru terus bertambah. Sementara pemerintah pada satu sisi membatalkan atau tidak melanjutkan pemberlakuan PSBB tersebut.
• Awal Mula Nama Kelurahan Katimbang, Kecamatan Biringkanaya di Makassar
Beberapa daerah tersebut, misalnya Kabupaten Gowa dan Kota Makassar di Sulawesi Selatan. Kota Tegal di Provinsi Jawa Tengah, dan Kota Palangka Raya di Provinsi Kalimantan Tengah.
Semua ini dilakukan bahkan menjelang idul fitri 1441H/2020 dimana potensi masyarakat melakukan interaksi, transaksi, dan mobilitas sangat tinggi.
Kondisi tersebut, bisa mengakibatkan risiko penularan yang sangat besar.
Meskipun demikian, tentu bagi pemerintah daerah memiliki alasan tersendiri. Misalnya Kabupaten Gowa.
Pemerintah Kabupaten Gowa memutuskan untuk tidak dilakukan perpanjangan PSBB seperti yang disampaikan langsung oleh Bupati Gowa, Adnan Purichta Ichsan Yasin Limpo, SH, MH.
Tentu memiliki alasan tersendiri. Pemerintah Gowa memandang bahwa kebijakan pemerintah pusat yang membuka moda transportasi dinilai bertentangan dengan prinsip PSBB.
Alasan lainnya adalah bahwa PSBB tidak dilanjutkan lantaran pusat penyebaran hanya terjadi di kecamatan pada perbatasan Kota Makassar.
Meskipun demikian, terlepas dari alasan itu remote control ini tetap diharapkan oleh pemerintah daerah. Demikian pula, bagi Kota Makassar.
• VIDEO: Berbagi Opor dengan Pasien, Cara Perawat RSUD Depok Bertugas saat Lebaran
Pelaksanaan PSBB di Kota Makassar telah berlangsung selama hampir sebulan yaitu pada tahap pertama masa berlaku 24 April-7 Mei 2020. Kemudian diperpanjang hingga 21 Mei 2020.
Pemerintah Makassar memutuskan tidak melanjutkan ke tahap ketiga.
Menurut Penjabat Wali Kota Makassar, Yusran Jusuf, penggunaan protokol kesehatan saat penerapan PSBB dua tahap sudah menjadi edukasi yang bagus kepada masyarakat.
Maka Pemerintah Kota Makassar melanjutkan penggunaan protokol kesehatan yang diatur dalam peraturan wali kota.
Bagi penulis, Kota Makassar sebagai episentrum penularan Covid-19 di Sulawesi Selatan bahkan di Indonesia, perlu benar-benar ketat menerapkan protokol Covid-19.
Jika tidak korban akan semakin banyak berjatuhan.
Sekarang (now), remote control itu banyak ditentukan oleh masyarakat. Di tengah pandemi Covid-19 ini, ada beberapa kelemahan jika remote control itu diserahkan kepada masyarakat.
Pertama, saluran atau channel akan sangat bergantung kepada kendali individu dan masyarakat.
• VIDEO: Pertama Kali Terjadi, Angka Kematian Harian Covid-19 di New York Turun di Bawah 100
Masyarakat yang akan menentukan channel mana yang mereka inginkan, bisa saluran lemah, sedang, atau tinggi; bisa pilih signal yang kuat, sedang, lemah bahkan signal hilang.
Bisa dibayangkan jika remote control Covid-19 itu diserahkan kepada masyarakat, maka berapa jumlah orang yang akan memegang dan mengendalikan Covid-19 ini.
Jumlah penduduk Kota Makassar (1.5 juta jiwa) yang merupakan jumlah penduduk terbesar di Sulawesi Selatan.
disusul Kabupaten Gowa (760.607 jiwa) yang merupakan jumlah penduduk terbesar kedua di Sulawesi Selatan (Kusnandar, 2019).
Total penduduk dari kedua kabupaten/kota ini adalah 2.260.607 jiwa. Kontrol Covid-19 berada di tangan mereka.
Di antara mereka dari sisi kelompok umur, terdapat anak-anak, balita, dewasa dan orang tua (lansia).
Anak-anak dan lansia adalah kelompok paling rentan dari sisi penularan dan pada kelompok masyarakat yang memiliki riwayat penyakit yang lain.
Mereka inilah semua yang menentukan kendali Covid-19 tersebut. Kendali mereka sangat beragam berdasarkan kelompok umur mereka dan faktor lainnya.
Begitu rumitnya jika remote control Covid-19 dipegang oleh masyarakat.
• Bertambah 1, Sudah 22 Pasien Positif Covid-19 Luwu Utara Sembuh
Kedua, mereka memiliki persepsi risiko sakit yang beda.
Bukan hanya soal jumlah yaitu banyaknya masyarakat yang terlibat dalam mengendalikan Covid-19 ini, tetapi mereka juga memiliki persepsi tentang risiko sakit yang berbeda.
Di antara mereka tentu juga banyak yang tetap menerapkan prinsip dan protokol Covid-19, tetapi tidak sedikit pula di antara mereka yang lalai dan mengabaikan prinsip-prinisp tersebut.
Kita dapat saksikan pemandangan di jalan raya dan berbagai kumpulan masyarakat, masih cukup banyak diantara mereka yang ignore terhadap protokol Covid-19.
Ini adalah penyakit menular yang dapat ditularkan dari, oleh dan untuk masyarakat.
Semakin tinggi tingkat mobilitas dan pengabaian prinsip atau protokol Covid-19, semakin tinggi pula risiko penularan.
Penularan ini tidak hanya sebatas soal penularan, tetapi ini memiliki konsekuensi besar terhadap penggunaan tempat tidur di rumah sakit yang semakin terbatas.
Juga berisiko pada tenaga dokter dan perawat dan tenaga kesehatan lainnya.
Juga semakin meningkatnya penggunaan APD yang juga biayanya tidak sedikit. Demikian pula risiko kematian yang dapat ditimbulkannya.
Ketiga, hilangnya fungsi pemerintah. Masyarakat awam akan bertanya kalau remote control Covid-19 ini diserahkan kepada masyarakat, lalu apa fungsi pemerintah sebagai pengatur, pengayom dan pelindung bagi masyarakat?
Pada kelompok masyarakat yang memiliki kepentingan ekonomi dan bisnis yang cukup tinggi, mereka menangkap ini sebagai peluang.
Tidak ada urusan dengan Covid-19. Covid-19 itu soal kedua, yang penting bisnis tetap berjalan.
Jika ini yang terjadi, maka kendali Covid-19 benar-benar di serahkan kepada mekanisme pasar. Pasarlah yang menentukan kendali ini.
Keempat, semakin sulit diprediksi kapan berakhirnya Covid-19 ini.
Sampai saat ini, pola stabil penularan Covid-19 di Indonesia belum ditemukan, masih seperti benang kusut, yang semakin rumit ditarik ujung pangkalnya.
Sekarang pola penularan semakin tidak mudah diidentifikasi. Dulu ada istilah cluster, umrah, cluster pesantren, dan cluster-cluster yang lain.
Dulu ada isitilah transmisi internasional (dari luar negeri), transmisi lokal. Pola cluster dan transmisi ini semakin sulit dikendalikan.
Jika ini yang terjadi, maka tentu semakin sulit pula kita temukan landai penularan dari Covid-19 ini.
Pointnya adalah PSBB atau kebijakan apapun namanya yang mendorong dan mengikat untuk menjalankan prinisp-prinsip protokol Covid-19 tetap harus berjalan.
Tetap stay at home, gunakan masker dengan benar, jaga jarak fisik dan sosial, dan sering mencuci tangan dengan air mengalir dengan sabun dan hand sanitizer.
Perilaku itulah yang tetap secara konsisten harus dijalankan untuk menemukan landai penularan Covid-19.
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1441H!!!.