Rumah Ramadhan
Keluarga, Kebersamaan, dan New Normal
Tulisan ini merupakan penutup kolom ‘Rumah Ramadan’ edisi 30. Kolom ini secara khusus mengurai kehidupan berkeluarga.
Oleh: Firdaus Muhammad
Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Alauddin Makassar dan Ketua Komisi Dakwah MUI Sulsel
Tulisan ini merupakan penutup kolom ‘Rumah Ramadan’ edisi 30. Kolom ini secara khusus mengurai kehidupan berkeluarga.
Seiring anjuran menjalankan amaliah ramadan sebulan penuh di rumah bersama keluarga, akibat pandemi covid-19 yang mengharuskan dibatasinya kehidupan sosial secara luas.
Berbagai hikmah dapat dipetik akibat pandemi covid-19 itu. Bahkan membawa kita ke arah new normal.
Terjadi perubahan signifikan, perubahan perilaku sosial.
Hikmah terbesar adalah menyadari betapa terbatasnya ilmu dan segenap kemampuan manusia menghadapi virus mematikan yang tidak tampak, justru saat manusia merayakan era teknologi 4.0
• Mundur dari PSBB Berarti Kalah dalam Peperangan
• Goodbye PSBB dan Turbulensi Normal Life
Hikmah lain, dalam kehidupan keluarga terasa kebersamaan.
Tercatat selama 2 bulan lebih menetap di rumah, interaksi keluarga makin intim.
Kedekatan ayah dan anak, interaksi suami-istri lebih intens dan maksimal.
Selama ini waktu terbagi di luar rumah, bahkan waktu produktif lebih banyak dihabiskan luar rumah.
Jika pemerintah merancang konsep New Normal berupa perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal dengan menerapkan protokol kesehatan.
Pola hidup sehat dengan menjaga kebersihan dalam beraktivitas.
Demikian juga dalam keluarga, new normal patut ditafsirkan lebih luas yakni menata pola hidup sehat, sehat ekonomi, sehat komunikasi, sehat cara berpikirnya.
Mengarahkan keluarga pada kehidupan baru yang lebih normal, lebih baik dari sebelumnya.
Dalam realitasnya, kehidupan berkeluarga penuh masalah, ragam problematika besar atau kecil tetap menganggu relasi internal keluarga, suami, istri, dan anak-anaknya.