Khazanah Sejarah
Penyebab Terjadinya Perbedaan Menurut Syekh Yusuf al-Qaradawi
Ditulis Ahmad M Sewang, Guru Besar UIN Alauddin Makassar sekaligus Ketua DPP Ikatan Masjid Mubalig Indonesia Muttahidad (IMMIM)
Itulah yang jadi dasar, sehingga jika ada perbedaan furu dalam sebuah masjid.
Misalnya apakah kunut atau tidak. Apakah menjaharkan atau mensirrikan basmalah. Apakah 23 rakaat salat tarawih plus witir atau 11 rakaat?
Diharapkan para mubalig atau yang memiliki otoritas keagamaan di masjid itu untuk mencerahkan jamaahnya dalam menghadapi masalah furu ini.
Tidak berhenti pada perbedaan itu, melainkan melanjutkannya dengan mencarikan jawaban masalah, kenapa terjadi perbedaan?
Apa pun hasilnya setelah dikaji secara mendalam, maka perpegangilah itu yang dianggap dalilnya lebih sharih dengan membuat kesepakatan baru pada jamaahnya.
• Khazanah Sejarah: Respons Netizen Tentang Problema Persatuan Umat
Tanpa perlu, menyalahkan pendapat yang berbeda dengannya, karena mereka juga punya dasar.
Yang tidak boleh jika tidak ingin mengikuti salat karena berbeda dengan imam dalam masalah furu.
Padahal imam itu diangkat untuk diikuti. Sikap demikian jauh lebih elegan dan lebih akademik daripada berselisih.
Lagi-lagi Imam Syafii berkata aku tidak peduli kebenaran itu keluar dari lisanku atau dari orang lain.
Artinya, beliau tidak fanatik pada pendapatnya sendiri.
Jika demikian halnya, umat Islam bisa berbeda-beda dalam masalah furu dan ijtihadiah.
Bagaimana mungkin menyatukan umat Islam yang multi ragam pendapat itu dalam satu saf?
Insya Allah secara khusus besok kita akan membahas, bagaimana bersatu dalam keanekaragaman. Wassalam. (*)
Makassar, 21 Mei 2020