Pimpin Komando Operasi Mantap Jaya III, Benarkah Wiranto Punya Andil dalam Tragedi Trisakti 1998?
Dalam laporan tertanggal 20 Maret 2002, KPP HAM menyebut ada dua struktur komando operasi pada pengamanan saat peristiwa Trisakti.
TRIBUN-TIMUR.COM-Ibu dari dua mahasiswa Univeristas Trisakti, Laksmiati dan Karsiah tak berhenti mencari keadilan kematian anak mereka dalam tragedi berdarah 22 tahun lalu.
Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998 menewaskan empat mahasiswa, yakni Heri Hartanto, Hendriawan Sie, Elang Mulia Lesmana, dan Hafidin Royan
Demonstrasi mahasiswa di Universitas Trisakti merupakan rangkaian aksi mahasiswa yang menuntut reformasi sejak awal 1998.
Krisis yang mengguncang Indonesia pada awal 1998 menjadikan masyarakat Indonesia tak puas dengan kepemimpinan Presiden Soeharto.
Aksi mahasiswa semakin terbuka dan berani sejak Soeharto diangkat menjadi presiden untuk ketujuh kalinya dalam Sidang Umum MPR pada 10 Maret 1998.
Sebelumnya, aksi mahasiwa hanya dilakukan secara terbatas di dalam kampus. Posisi kampus yang strategis, dekat dengan kompleks gedung DPR/MPR, menjadikan Universitas Trisakti menjadi titik berkumpul mahasiswa dari berbagai kampus.
KOMPAS mencatat, aksi dimulai sekitar pukul 11.00 WIB.
Agenda aksi saat itu termasuk mendengarkan orasi Jenderal Besar AH Nasution, meski kemudian tidak jadi datang.
Orasi pun dilakukan para guru besar, dosen, dan mahasiswa.
Sekitar pukul 13.00 WIB, peserta aksi mulai keluar kampus dan tumpah ruah di Jalan S Parman, Jakarta Barat.
Mereka hendak long march menuju gedung MPR/DPR di Senayan.
Barisan depan terdiri dari para mahasiswi yang membagi-bagikan mawar kepada aparat kepolisian yang menghadang ribuan peserta demonstrasi.
Negosiasi pun dilakukan.
Pimpinan mahasiswa, alumni, Dekan Fakultas Hukum Trisakti Adi Andojo, dan Komandan Kodim Jakarta Barat Letkol (Inf) A Amril sepakat bahwa aksi damai hanya bisa dilakukan hingga depan Kantor Wali Kota Jakarta Barat, sekitar 300 meter dari pintu utama Trisakti.
Berdasarkan kesepakatan itu, mahasiswa melanjutkan aksi dengan menggelar mimbar bebas menuntut agenda reformasi dan Sidang Istimewa MPR.