Sejarah Hardiknas
Sejarah Hari Pendidikan Nasional Tanggal 2 Mei, Tepat Hari Kelahiran Tokoh
Dikutip dari id.wikipedia.org, Hari Pendidikan Nasional bukanlah hari libur, namun ditetapkan sebagai hari untuk memperingati kelahiran Ki Hajar Dewan
Kemudian, ia mendirikan sebuah lembaga pendidikan bernama Taman Siswa setelah kembali ke Indonesia.
Ki Hadjar Dewantara diangkat sebagai menteri pendidikan setelah kemerdekaan Indonesia. Filosofinya, tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan).
Ia ditetapkan sebagai pahlawan nasional yang kedua oleh Presiden RI, Sukarno, pada 28 November 1959 dalam Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959.
Filosofi tersebut digunakan sebagai semboyan dalam dunia pendidikan Indonesia.
Ki Hajar Dewantara wafat pada tanggal 26 April 1959.
Kemudian, untuk menghormati jasa-jasanya terhadap dunia pendidikan Indonesia, pemerintah Indonesia menetapkan tanggal kelahirannya sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Dikutip dari Kompas.com, sistem pendidikan yang ada di Indonesia pada era penjajahan Belanda sangat memprihatinkan.
Pada masa itu, sekolah-sekolah yang didirikan oleh Belanda tidak mau menerima masyarakat Indonesia yang berasal dari kalangan biasa.
Mereka hanya menerima masyarakat yang berasal dari kalangan menengah atas.
Meskipun kalangan menengah atas bisa bersekolah yang didirikan oleh Belanda, namun hanya terbatas, diantaranya orang Belanda, keturunan China, hingga anak-anak bangsawan saja.
Oleh sebab itu, masyarakat Indonesia banyak yang tidak bisa mendapatkan pendidikan yang layak.
Masyarakat Indonesia hanya bisa menyelesaikan sekolah rakyat (SR) atau bahkan tidak bisa sekolah sama sekali.
Berawal dari kondisi pendidikan di Indonesia yang sangat memprihatinkan, akhirnya Ki Hajar Dewantara mulai mencari cara untuk mengembangkan dan memperbaiki pendidikan yang layak bagi masyarakat Indonesia.
Pada 3 Juli 1922, Ki Hajar Dewantara mendirikan organisasi Taman Siswa.
Taman Siswa merupakan awal dari keluarnya semboyan Ki Hajar Dewantara yakni, "ing ngarsa sung tulada" yang artinya di depan memberi teladan, "ing madya mangun karsa" yang artinya di tengah membangun prakarsa atau menjadi penyemangat, dan "tut wuri handayani" yang artinya dari belakang mendukung atau memberi dukungan.