Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Covid-19 Mengubah Tatanan Sekolah

Anak mengeluh karena tidak bisa bertemu dengan gurunya. Tidak ada proses pembimbingan dalam proses pembelajaran ini. Orangtua mumet.

Editor: syakin
zoom-inlihat foto Covid-19 Mengubah Tatanan Sekolah
handover
Jusria Kadir, Kepala SDIT Ar-Rahmah Makassar

Oleh: Jusria Kadir
Kepala SDIT Ar-Rahmah Makassar

Hari ini masih adakah sekolah yang melangsungkan pembelajarannya? Rasanya tidak ada. Sejak Maret 2020, mulai banyak sekolah yang menghentikan proses tatap muka pembelajaran di sekolah. Tentu saja semua ini dilakukan untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona ini.

Lalu apa yang terjadi? Orangtua mau tak mau harus menerima keadaan ini. Biasanya hanya mengantar dan menjemput anak ke sekolah, mengecek pekerjaan rumah, menyiapkan bahan dan keperluan sekolah, kini tiba-tiba harus jadi guru. Mulai dari harus menguasai materi pembelajaran, menambah stok sabar, hingga belajar menjelaskan materi pembelajaran. Ini karena ternyata tidak semua orang mampu menjelaskan seperti para guru.

Itu baru materi pembelajaran. Belum masalah aplikasi yang dipakai. Jangankan pernah dipakai, mungkin nama aplikasinya saja baru didengar. Pernah viral keluhan salah satu orangtua yang tidak tahu cara menggunakan aplikasi yang diharuskan dipakai anak, sampai marah-marah dan merasa perlu bertemu psikolog. Ya, kadang program yang biasa saja bagi orang lain, ternyata tidak semua orang bisa.

Beban anggaran kuota pun membengkak. Penggunaan HP yang harus diatur untuk belajar anak dan mengerjakan pekerjaan kantor. Sungguh banyak sekali keluhan orangtua dalam menjalani belajar di rumah saat ini. Untunglah Menteri Pendidikan Nadiem Karim kemudian meluncurkan program pembelajaran yang disiarkan di TVRI. Bisa jadi, hal ini sangat membantu beban orangtua dalam mendampingi anak di rumah.

Lalu bagaimana dengan pihak sekolah? Terutama para guru. Siapkah guru menghadapi kondisi ini? Tiba-tiba yang biasanya masuk mengajar di kelas tiba-tiba harus belajar jarak jauh. Guru harus memberanikan diri tampil di depan kamera. Direkam kemudian di sebarkan ke siswanya. Apakah semua guru bisa? Oh tidak semua bisa.

Berbicara di depan kelas itu berbeda ketika berbicara di depan kamera. Bayangkan tidak ada interaksi. Tidak ada tanya jawab secara langsung. Rasanya seperti berbicara pada tembok.

Akhirnya banyak guru mencari jalan lain. Misalnya mencari video atau materi pembelajaran yang sesuai. Itulah kemudian yang diteruskan kepada para orangtua dan siswa. Apakah jalan ini cukup memuaskan? Tidak juga. Orangtua mengeluh karena mengganggap guru tidak mengajarkan sampai tuntas.

Anak mengeluh karena tidak bisa bertemu dengan gurunya. Tidak ada proses pembimbingan dalam proses pembelajaran ini. Orangtua mumet. Anak tidak mudeng-mudeng. Guru hanya dianggap memberi beban. Salahnya di mana? Bukankah edaran Mas Menteri sudah disebutkan pembelajaran bisa dikreasikan dan disesuaikan dengan keadaan sekarang.

Apakah semudah itu? Tidak. Pertama, bisa jadi ada materi pembelajaran yang sementara berlangsung, tiba-tiba virus ini menyerang, belajar di rumah digulirkan. Tentu saja guru bertanggung jawab menuntaskan materi pembelajaran yang ada. Kedua, guru belum siap dengan konsep belajar dari rumah, sehingga mau tak mau, pilihan yang mudah adalah meneruskan proses belajar sesuai dengan kompetensi pembelajaran di silabus.

Ketiga, tidak semua guru siap dengan perubahan yang tiba-tiba. Selama ini semua terencana sebelum tahun ajaran baru dimulai. Silabus, program tahunan, program semester, pembagian waktu pembelajaran, kapan ulangan harian, penilaian akhir semester, tiba-tiba semua perencanaan ini menjadi gagal. Guru gugup, wajar. Ini keadaan luar biasa yang harus dihadapi tanpa persiapan.

Belajar di rumah pun akhirnya dimaknai sesuai dengan pemahaman masing-masing. Ada sekolah yang melaksanakan proses belajar di rumah, menyerupai pembelajaran di sekolah. Ada waktu masuk, waktu belajar, dan waktu istirahat. Bahkan ada guru yang membuat batasan waktu siswa mengerjakan soal latihan seperti jam mengajarnya di sekolah.

Hampir sama di sekolah. Hanya muridnya yang berada di rumah masing-masing didampingi orangtua, guru mengontrol dari jauh. Ada juga sekolah yang memaknai #belajardirumah ini dengan lebih santai. Materi pembelajara diganti dengan memperkuat ibadah. Hafalan surah tetap dilanjutkan, shalat dhuha, shalat tahajud mulai dianjurkan dan dilaporkan kepada guru.

Ada juga sekolah yang memaknai #belajardirumah dengan mengganti kegiatan belajar dengan kegiatan keterampilan hidup. Memasak, menanam tanaman, mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga dan semacamnya. Ada juga sekolah yang memberikan kebebasan kepada siswanya untuk membuat karya menggunakan barang-barang bekas yang ada disekitar mereka.

Tentu saja, ada saja kegiatan pembelajaran ini ada saja yang menuai kritik dari masyarakat. Pernah sebuah media memberitakan seorang anak dinyatakan positif terkena virus corona setelah melaksanakan tugas gurunya, lari-lari di sekitar rumah. Penayangan pemberlajaran jarak jauh yang ditayangakan di TVRI juga mendapatkan kecaman.

Halaman
12
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved