Opini Aswar Hasan
PSBB Tanpa Kepekaan
Terkesan pemerintah hanya mencari entengnya saja dari aspek kewajibannya. Sementara berkeras secara powerfull dari aspek kewenangannya.
Oleh: Aswar Hasan
Dosen Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Hasanuddin
Pemerintah Kota Makassar akan menerapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dan telah melengkapinya dengan Perwali tentang PSBB Makassar No.22 Tahun 2020.
Meski termasuk kategori terlambat dari aspek antisipatif untuk perlindungan warga sejak dini.
Namun, PSBB saat ini, sudah sangat mendesak dan segera untuk dilaksanakan secara total komprehensif di seluruh aspek kehidupan secara terkait dengan tuntas.
Jika membaca dengan cermat Perwali tentang PSBB tersebut, terkesan belum secara proporsional menyeimbangkan antara hak dan kewajiban dalam relasi fungsional otoritas kekuasaan antara rakyat dan pemerintahnya.
• GM Pelni Parepare Positif Covid-19, Wali Kota Bakal Usulkan Pelabuhan Ditutup
• RESMI! Jokowi Larang Mudik Mulai 1 Ramadhan 1441 H, Bandel Siap-siap Dipenjara & Didenda Rp 100 Juta
Di antara aspek terpenting yang diatur dalam PSBB tersebut yang perlu menjadi perhatian kita bersama adalah terkait kewajiban masyarakat khususnya jika di ruang publik untuk menerapkan pola hidup bersih dan sehat.
Misalnya untuk selalu pakai masker dan sarung tangan serta selalu cuci tangan.
Pertanyaannya, apakah kewajiban masyarakat tersebut juga di-back-up dengan kewajiban pemerintah untuk menyediakan sarananya dalam ruang publik tersebut?
Yang diatur fasilitas sarana kebersihan untuk proteksi kesehatan dalam Perwali tersebut hanya tertuju pada instansi atau institusi.
Tetapi untuk ruang pubik itu sendiri, belum menjadi perhatian utama padahal ruang publik menjadi tanggung jawab utama pemerintah untuk masyarakat.
Terkesan pemerintah hanya mencari entengnya saja dari aspek kewajibannya. Sementara berkeras secara powerfull dari aspek kewenangannya.
PSBB di tengah wabah yang menggila ini, telah berdampak pada kehidupan ekonomi rakyat yang rentan.
Itu akibat terjadi pengangguran besar-besaran, lapangan kerja dan berusaha semakin susah, sementara anak isteri butuh makan untuk hidup.
Pertanyaannya, apakah kerentanan pada aspek tersebut juga sudah dipikirkan dan diantisipasi oleh pemerintah ketika yang PSBB diterapkan?
Jika menyimak Perwali No 22 Tahun 2020 tentang PSBB Makassar seperti tersebut dalam pasal 19 Ayat 1, pemda dapat memberikan bantuan sosial kepada penduduk rentan yang terdampak dalam memenuhi kebutuhan pokoknya selama pelaksanaan PSBB.
Kata dapat pada ayat tersebut, jelas tidak menunjukkan keberpihakan kepada rakyat secara jelas dan tegas, karena bukan dalam bentuk kewajiban, sehingga dapat diabaikan tanpa konsekuensi hukum dalam tata pemerintahan yang berpihak ke rakyat.
Setali tiga uang juga termaktub di pasal 20 terkait penanganan pelaku usaha yang terdampak, disebutkan bahwa pemda dapat memberikan insentif kepada pelaku usaha yang terdampak atas pelaksanaan PSBB.
Di ayat selanjutnya, disebutkan bahwa insentif yang dimaksud diberikan dalam bentuk pengurangan pajak dan restribusi daerah bagi pelaku usaha.
Pertanyaannya, kenapa tidak sekalian bukan penghapusan tetapi hanya pengurangan?
Berarti pemerintah masih tega menyerap pemasukan dari sektor usaha di tengah situasi krisis.
Pada konteks tersebut, pemerintah belum menunjukkan sense of crisis-nya.
Benar kata para ahli bahwa di tengah krisis pandemik ini, pemerintah masih lebih bertimbang pada ekonomi negara daripada nyawa rakyatnya.
Padahal ekonomi yang terpuruk bisa dibangun lagi, sementara nyawa rakyat yang melayang tidak bisa lagi dibangkitkan.
Wallahu A'lam Bishawwabe.