Update Corona Sulsel
Bukan PSBB, Tapi PSBK Ala Sulsel, Dinkes: Tak Ada Sanksi, Kami Massifkan Edukasi
Gugus Tugas Penanggulangan Percepatan Pandemi Covid-19 Sulsel sepakat, melakukan Pembatasan Sosial Berskala Kecil (PSBK) dengan program Jaring Pembata
Penulis: Muhammad Fadhly Ali | Editor: Syamsul Bahri
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Angka tambahan pasien positif Covid-19 di Sulsel kembali menyentuh rekor tertinggi di angka 44 pasien, Minggu (12/4/2020).
Ini sejak pengumuman pasien positif Corona pertama oleh Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah di kediamannya, Kamis (19/3/2020) lalu.
Gugus Tugas Penanggulangan Percepatan Pandemi Covid-19 Sulsel sepakat, melakukan Pembatasan Sosial Berskala Kecil (PSBK) dengan program Jaring Pembatas Sosial.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan, Husni Thamrin mengatakan PSBK memang ada empat kabupaten/kita yang mencolok.
"Makassar, Gowa, Maros dan Sidrap. Sesungguhnya epicentrum atau pusat penyebaran Covid-19 di Sulsel itu ada di Makassar. Jadi kita fokus pada Kota Makassar," kata Husni via video conference, Minggu (12/4/2020).
Ibu kota Sulsel ini, Gugus Tugas sudah memetakan, ada empat kecamatan dengan angka positif dan meninggal terbesar.
"Kecamatan Tamalate, Kecamatan Rappocini, Kecamatan Panakkukang dan Kecamatan Makassar. Dari situ, kita detailkan lagi mana kelurahan dengan angka PDP, positif dan meninggal tertinggi," ujar Husni.
Ia mencontohkan seperti di Kecamatan Rappocini, ada di Kelurahan Buakana dan Kelurahan Gunung Sari.
"Apa yang akan dilakukan? Pertama mengedukasi secara massif kepada masyarakat. Kita akan turunkan tenaga edukasi. Ini akan dikoordinasikan ke Pemkot Makassar," ujarnya.
Kedua, lanjut Husni, akan ditempatkan tempat cuci tangan di beberapa sudut atau lorong.
"Ketiga dilakukan pembagian masker. Ada masyarakat yang sulit terakses, makanya diupayakan dua masker kain gratis per orang. Satu hari dipakai, satunya dicuci," katanya.
Keempat, akan dilajukan penyemprotan secara massif. "Penyemprotan cairan disinfektan dalam artian bukan yang pakai mobil, tapi menyemprot langsung ke halaman rumah yang bisa disentuh oleh manusia. Seperti gagang pintu, meja, kursinya. Ini dilakukan secara massif, artinya ini hari dilakukan, satu minggu tidak. Tapi setiap hari dalam 2 minggu," katanya.
Kelima, akan dilakukan rapid test yang berisiko. "Yang mana kelompok beresiko? Kelompok lansia yang 59 tahun ke atas. Kalau kita lihat data yang terkena Covid-19 dan meninggal di usia tersebut. Lalu yang memiliki penyakit penyerta seperti diabetes, jantung nah ini beresiko Asma. Kelompok ini akan dilakukan rapid test, ketika ada hasilnya langsung isolasi mandiri," ujarnya.
Namun tidak semua mampu melakukan isolasi mandiri. Itu terlihat di rumahnya tidak ada kamar. Bahkan di petak mereka enam berkumpul.
"Nah saat mereka tidak bisa isolasi Mandiri. Ini akan ditampung di BPSDM (Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia) selama 14 hari," katanya.