Strategi Corona Pilkada Sulsel 2020
Rebutlah hati masyarakat dengan sentuhan, sapaan dan perilaku yang berprinsip pada budaya Sipakatau, Sipakalebbi dan Sipakainge
Oleh: Muh Iqbal Latief
Dosen Sosiologi FISIP Unhas - Mantan Ketua KPU Sulsel
Pemilihan kepala daerah (pilkada) di 12 kabupaten/kota di Sulsel tahun ini akan ‘terganjal’ oleh wabah virus Corona (Covid-19). Indikasi itu, mulai terlihat dengan adanya penundaan sejumlah tahapan [ilkada oleh penyelenggara (KPU). Mulai dari pelantikan Panitia Pemungutan Suara (PPS) tingkat kelurahan/desa, verifikasi faktual calon perseorangan, pembentukan petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP) sampai pelaksanaan pendaftaran pemilih, semuanya ditunda.
Penundaan ini alasan utamanya adalah upaya mencegah mewabahnya pandemi Corona pada penyelenggara Pilkada khususnya penyelenggara ad-hoc yang berhubungan langsung dengan masyarakat. Apalagi bentuk penularan Corona lebih disebabkan persentuhan, hubungan antar manusia, adanya kerumunan, adanya kegiatan kolosal yang melibatkan banyak orang dan lain-lain. Dilematisnya, karena semua kegiatan penyelenggara ad-hoc, selalu berhubungan dengan masyarakat, baik dalam skala kecil maupun skala besar.
Tapi ini dari sisi penyelenggara. Bagaimana dengan sisi kandidat? Walaupun masa pendaftaran pencalonan pada Juni mendatang, namun para kandidat di 12 kabupaten/kota sudah ramai dengan strategi pemenangan. Mulai dari sosialisasi kandidat, penetapan usungan parpol atau gabungan parpol sampai pada penetapan usungan pasangan calon, semua dilakoni dengan strategi yang matang.
Termasuk memanfaatkan isu ‘Corona’ sebagai strategi sosialisasi dalam pilkada. Cara tersebut sah-sah saja. Sebab salah satu aspek penting dalam politik praktis adalah pencitraan dan semua momentum bisa digunakan untuk meningkatkan akseptabilitas (acceptability) atau tingkat kesukaan/penerimaan dan elektabilitas (electability) atau tingkat keterpilihan di masyarakat.
Berita Tribun Timur (22/3/2020) berjudul Relawan Appi-None Bagi Hand Sanitizer sangat menarik dilihat dari perspektif politik (Pilwalkot Makassar).
Dalam berita tersebut disebutkan, juru bicara Appi (Munafri Arifuddin) Muhammad Fadli Noor menyatakan hingga kini kurang lebih 40 unit bangunan telah disterilkan dengan penyemprotan disinfektan, mayoritas mesjid, gereja dan posyandu. Kegiatan ini dikemas dalam program ‘Appi-Peduli’.
Selain Appi, relawan None (Irman Yasin Limpo), juga melakukan pembagian hand sanitizer dan penyemprotan disinfektan di beberapa titik dalam kota seperti di kelurahan Maricaya Baru dan Rappocini. Menurut Syahrir (relawan None), aksi ini terus dilakukan oleh “relawan None” untuk mencegah penyebab virus Corona.
Berita ini seakan menjelaskan kepada publik bahwa setiap momentum yang terjadi dalam masyarakat bisa digunakan sebagai media dalam membangun komunikasi politik. Apalagi ditengah kegalauan masyarakat terhadap wabah Corona, maka aksi-aksi sosial yang dimotori relawan kandidat, tentu akan memberi nilai tambah terhadap akseptabilitas kandidatnya.
Cara yang dilakukan Deng Ical (Syamsu Rizal MI) lain lagi, berita gambar di tribun timur (23/3/2020) mewartakan bahwa Dr Syamsu Rizal MI selaku Ketua PMI Makassar turun langsung bersama tim PMI (Palang Merah Indonesia) melakukan penyemprotan disinfektan di Gedung Tribun Timur dan di beberapa lokasi di Makassar untuk mencegah pandemic Covid-19.
Selain sebagai ketua PMI Makassar, Deng Ical juga digadang-gadang sebagai salah satu bakal calon dalam Pilwalkot Makassar.
Nilai Tambah
Kepedulian yang dilakukan relawan Appi, None dan Deng Ical terhadap masalah yang dihadapi masyarakat Makassar yaitu pandemi Corona, tentu memiliki nilai tambah di mata masyarakat. Bahkan para calon walikota tersebut, benar-benar memperlihatkan kepedulian sosialnya dalam mengurangi beban masyarakat.
Hal ini akan menjadi catatan tersendiri bagi pemilih Makassar bahwa kepekaaan sosial yang dimiliki para kandidat terhadap beragam masalah di Makassar – sudah menjadi indikasi bahwa kandidat tersebut memiliki empati dan kepedulian sosial yang tinggi.
Hal ini tentu menjadi modal bagi para kandidat, untuk mendapatkan simpati yang lebih besar lagi di masyarakat Makassar. Walaupun dalam politik, berlaku istilah No Free Lunch(tidak ada makan siang yang gratis), namun empati dan kerja nyata yang ditampakkan para relawan dan tim masing-masing kandidat, sudah menjadi modal sosial yang menguntungkan.
Para kandidat pilkada di kabupaten lain di Sulsel, bisa juga mencontoh yang dilakukan kandidat Pilwalkot Makassar. Rebutlah hati masyarakat dengan sentuhan, sapaan dan perilaku yang berprinsip pada budaya Sipakatau, Sipakalebbi dan Sipakainge.
Sikap ini jauh lebih berkesan dan mendalam, ubahlah ‘sakit’ dan perasaan was-was masyarakat karena Covid-19 menjadi senyum yang penuh optimisme. Semoga !!!!!