Resensi Novel
Budaya Siri Semakin Redup! Resensi Novel Anak Dara Mulampekke Karya Aktivis NU Makassar Mutmainnah
Rugi Kalau Belum Baca! novel Anak Dara Mulampekke Karya Aktivis Fatayat NU Makassar Mutmainnah Syam
Penulis: CitizenReporter | Editor: Mansur AM
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Anak Dara Mulampekke merupakan sebuah novel fiksi karya aktivis perempuan Sulawesi Selatan yang saat ini menjabat sebagai Ketua Ormas Islam Fatayat NU Mutmainnah Syam.
Anak Dara Mulampakke adalah novel pertamanya, sebuah novel yang menyajikan perbandingan kisah tentang fenomena pergeseran nilai budaya siri’.

Budaya yang puluhan tahun lalu sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat suku bugis.
Salah satu suku yang dominan di Sulawesi Selatan, tepatnya di Kabupaten Bone.

Karya fiksi ini menceritakan tentang 2 kisah, yang pertama ialah kisah yang berlatar belakang tahun 1990an.
Andi Fatir seorang anak dari keluarga terpandang, Orang tuanya, bahkan dari kakek buyutnya merupakan kepala desa yang turun temurun hingga ke bapaknya.
Pada tahun 1996, tidak banyak orang yang berpendidikan tinggi, Andi Fatir merupakan salah satu anak yang beruntung di desanya karena berhasil dikuliahkan di salah satu perguruan tinggi negeri di kota Makassar demi menjadi anak yang membanggakan orang tuanya.
Sebagai anak tunggal, ia menjadi satu-satunya tumpuan harapan orang tuanya.
Namun, bukannya menjadi seorang anak yang menjadi kebanggaan orang tua Andi Fatir malah melakukan perbuatan Siri’ (baca: perbuatan malu).
Rahmi, pacar Andi Fatir yang juga merupakan orang Bone tengah hamil 8 bulan.
Andi Fatir melakukan perbuatan yang sangat mengecewakan orang tuanya.
Hingga Ayahnya yang merupakan seorang kepala desa bunuh diri karena tak sanggup menanggung rasa malu akibat perbuatan anaknya, karena itulah Andi Fatir selama sisa hidupnya mengalami penderitaan batin.
Berbeda dengan kisah sebelumnnya, kisah selanjutnya dengan latar belakang tahun 2000an merupakan kisah dimana budaya siri’ sudah tidak lagi dijunjung tinggi.
Dari rentang waktu tahun 1990an ke tahun 2000an sekarang ini, seseorang yang melakukan perbuatan yang sama, yaitu sama-sama melakukan perbuatan siri, memiliki tanggapan yang berbeda oleh masyarakat bugis, budaya siri’ dalam masyarakat bugis seakan luntur seiring berjalannya waktu.
Ratna yang memiliki pacar tajir bernama Rahmat seperti mendapat tanggapan biasa saja oleh orang tuanya saat melakukan perbuatan siri’.