Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Nadiem Makarim dan Spirit Kemerdekan Belajar

PENGANGKATAN Nadiem Anwar Makarim, anak muda yang bukan berlatar belakang akademisi pada Kabinet Pemerintahan Jokowi Jilid II (Jokowi-Maruf Amin)

Editor: syakin
st hamdana/tribunwajo.com
Anggota Komisi X DPR RI, Andi Muawiyah Ramly (AMR) 

Oleh: Andi Muawiyah Ramly
Anggota Komisi X DPR RI

PENGANGKATAN Nadiem Anwar Makarim, anak muda yang bukan berlatar belakang akademisi pada Kabinet Pemerintahan Jokowi Jilid II (Jokowi-Maruf Amin) mengejutkan sejumlah kalangan di Tanah Air.

Betapa mengejutkan, karena dalam tradisi pengangkatan jabatan publik pada dunia pendidikan nasional kita, apalagi sekelas kementerian selalu diikuti ketentuan-ketentuan administratif dan kompetensi akademik yang ketat dan serba formalistik, minimal bergelar doktor atau profesor.

Tentu ketentuan-ketentuan konvensional ini tidak dimiliki dan ada dalam diri Nadiem. Nadiem dikenal sebagai pengusaha intelektual yang dalam usia relatif muda.

Berhasil gemilang menciptakan lapangan kerja bagi jutaan masyarakat kecil di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara dengan gagasan jaringan bisnis transportasi digital, yang kemudian populer dengan layanan aplikasi transportasi Go-jek.

Bisnis ini merupakan gagasan baru Nadiem dalam mengembangkan praktik transportasi yang efisien bagi masyarakat secara digital. Bahkan Nadiem telah menciptakan lapangan kerja bagi siapa pun, terutama masyarakat kecil dengan penyertaan modal sepeda motor dan biaya dua ratusan ribu rupiah, dapat menjadi mitra transportasi digital ini.

Dasar sosial interpreneurship yang diidealisasikan oleh Nadiem itulah yang menjadi alasan pokok mengapa Presiden Jokowi memilihnya untuk menduduki jabatan yang paling strategis di tanah air sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Harapan presiden tentu saja pengalaman dunia usaha yang digeluti Nadiem selama ini, dapat ditransformasikan untuk membenahi sistem pendidikan nasional, yang memang mau tidak mau tengah memasuki era digitalisasi, seiring dengan kepesatan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi global dewasa ini.

Spirit Kemerdekaan

Kini sebagaimana arahan dari presiden terhadap Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, agar melakukan transformasi besar-besaran dalam membangun sumber daya manusia dan pendidikan Indonesia yang sejalan dengan tantangan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.

Arahan presiden ini langsung ditindaklanjuti Nadiem dengan melakukan digitalisasi pendidikan dan perubahan kurikulum dalam rangka mengembangkan karakter pendidikan nasional yang bertumpu pada spirit kemerdekaan belajar bangsa Indonesia.

Spirit kemerdekaan belajar (asesmen) merupakan gebrakan pertama Nadiem dalam memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia.

Penggantian Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) dengan Ujian Sekolah (US) berbasis lokal yang format sepenuhnya ditangani oleh guru sekolah, adalah bukti nyata gebrakan pendidikan yang membebaskannya itu.

Namun sukses tidaknya gebrakan awalnya ini sangat tergantung pada motivasi dan kemampuan guru. Ini artinya tidak semua guru dan sekolah dapat menerapkan US jika memang belum memiliki kemampuan, atau karena guru dan sekolah banyak menghadapi kesulitan di lapangan.

Untuk mengatasi kesulitan itu, kementerian ini menyiapkan bank soal bagi guru dan sekolah-sekolah, terutama yang berada di pedesaan dan daerah perbatasan.

Nadiem agaknya dengan haru mengamati tingkat motivasi guru dalam mengajar sangat berbeda-beda tergantung kondisi sosial masing-masing. Ada banyak guru sangat idealistik dan memiliki semangat mengajar tinggi sehingga dengan kebijakan ini membuat semangat mereka untuk mau melakukan inovasi dan improvisasi pembelajaran, lebih besar.

Namun ada juga sejumlah guru yang tidak demikian kondisinya. Oleh sebab itu Kemendikbud akan mendorong dan menyiapkan mekanisme kerja bagi para guru agar terus berinovasi dan memberikan pengajaran terbaik bagi murid-muridnya.

Hal ini dapat dilakukan dengan beragam cara, seperti pemberian insentif, penghargaan, atau mekanisme lainnya sehingga para guru diharapkan semakin rajin berinovasi sekaligus lebih terapresiasi dalam aktivitas pembelajaran di sekolah.

Penyederhanaan RPP
Selain itu, gebrakan Nadiem berikutnya dalam memperkuat tema spirit kemerdekaan belajar bangsa, ialah melakukan penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang selama ini memberatkan tugas guru. Langkah penyederhanaan ini didedikasikan bagi para guru dalam meringankan beban administrasinya dalam bekerja menyusun RPP.

RPP yang sebelumnya terdiri dari belasan komponen dengan berpuluh halaman yang membebani, kini disederhanakan menjadi 3 komponen inti yang disusun hanya dalam satu halaman, yakni tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran dan penilaian pembelajaran (asesmen).

Bagi Nadiem hal yang signifikan dalam sebuah RPP yang disusun bukan terletak pada prosedur penulisannya yang berkolom-kolom, melainkan pada proses refleksi intelektual guru terhadap pembelajaran yang terjadi di kelas.

Sehingga pencapaian pembelajaran yang dimaksudkan dapat dinilai, bukan dengan menulis 10 halaman RPP sekadar untuk memenuhi tuntutan administrasif.

Nadiem pun meminta para kepala dinas pendidikan untuk mengkomunikasikan kebijakan ini kepada pengawas sekolah di wilayahnya masing-masing agar mereka mengerti esensi dasar dari RPP.

RPP dilakukan dengan tanpa membebani, karena esensinya adalah pembebasan atau kemerdekaan dalam proses belajar mengajar antara guru dan murid. Oleh karena itu berdasarkan Permendikbud No 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses dan RPP adalah rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih.

RPP dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran peserta didik dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar dari Kurikulum 2013. Dengan adanya kebijakan baru tentang penyederhanaan RPP, guru merasa bebas memilih, menyusun, mengembangkan, dan menggunakan RPP sesuai dengan prinsip efisiensi, efektifitas, dan berorientasi pada kapabilitas murid.

Efisiensi berarti penulisan RPP dilakukan dengan tepat dan tidak menghabiskan banyak waktu dan tenaga yang dikeluarkan. Efektifitas berarti penulisan RPP dilakukan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang tepat. Berorientasi pada murid berarti penulisan RPP dilakukan dengan mempertimbangkan kesiapan, ketertarikan, dan kebutuhan belajar murid di kelas.

Guru dapat tetap menggunakan format RPP yang telah dibuat sebelumnya, atau dapat juga memodifikasi format RPP yang sudah
dibuat dengan semakin sederhana, tanpa meninggalkan sisi kualiasnya.

Namun persoalannya yang muncul ialah dapatkah gebrakan awal yang digagas Nadiem dengan spirit “teologi pembebasan” dalam belajar tersebut dapat direalisasikan?

Lebih lagi di tengah birokrasi pendidikan nasional kita yang belum efektif dan efisien? Tentu jawabannya tidak lain adalah gebrakan idealistik Nadiem membutuhkan dukungan moril bagi siapa pun yang peduli, beritikad baik, dan memiliki perhatian yang tulus terhadap perkembangan dan kualitas pendidikan di Tanah Air. Bukankah demikian? Wallahu a’lamu bimurodihi.(*)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved