BI Sulsel
Perangi Praktek Money Laundering, BI Sulsel Lakukan Ini
Kegiatan yang dilaksanakan di kantor BI Sulsel, Jumat (10/1/2020), merupakan salah satu upaya meningkatkan pemahaman
Penulis: Fahrizal Syam | Editor: Imam Wahyudi
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Dalam rangka memperkuat sinergi antarlembaga dalam memerangi pencucian uang dan pendanaan terorisme, Bank Indonesia (BI) bersama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melaksanakan Talkshow Anti Money Laundering dengan tema “Isu Global Tindak Pidana Pencucian Uang di Era Ekonomi Digital”.
Kegiatan yang dilaksanakan di kantor BI Sulsel, Jumat (10/1/2020), merupakan salah satu upaya meningkatkan pemahaman, tidak hanya pelaku bisnis dari jasa keuangan, melainkan juga dari pelaku bisnis non-keuangan antara lain real estate, pedagang emas, dealer mobil.
Keynote Speech talkshow money laundering yakni Wakil Ketua PPATK Dian Ediana Rae, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Cukai Sulawesi Bagian Selatan, Komisaris Polisi Budi Hermawan dari Badan Reserse Kriminal Polri, dan Ekonom Senior dari Departemen Surveilans Sistem Keuangan Bank Indonesia Garda T Paripurna, .
Kepala Perwakilan BI Sulsel, Bambang Kusmiarso mengatakan kegiatan tersebut sangat penting mengingat perekonomian yang terus bertumbuh dan teknologi juga mengalami kemajuan pesat
“Ini mendorong terciptanya produk dan jasa keuangan baru dengan sistem yang lebih kompleks, bahkan mampu melintasi batas negara yang berpotensi meningkatkan kompleksitas fraud dan kejahatan lintas batas negara,” kata Bambang.
Lanjut Bambang, di tengah segala manfaatnya, digitalisasi ekonomi turut membawa potensi risiko dimana transaksi keuangan dapat dilakukan untuk tujuan ilegal, seperti pendanaan terorisme dan pencucian uang (money laundering) yang secara langsung mengancam stabilitas ekonomi.
“Tindak pidana pencucian uang meningkatkan shadow economy yang pada akhirnya mempersulit pemerintah untuk mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif. Aktivitas kriminal pencucian uang tersebut juga merupakan bentuk pengkerdilan otoritas negara dan supremasi hukum, sekaligus bentuk pemerasan terhadap aktivitas ekonomi yang sah,” jelasnya.
“Oleh karena itu, Financial Action Task Force (FATF) on Money Laundering menghimbau pemerintahan di dunia untuk menerapkan rezim anti pencucian uang,” tambahnya.
Lanjut Bambang, dalam rangka mengatasi pencucian uang tersebut terdapat tiga kata kunci yang dapat dilakukan yaitu sinergi antara pemangku kepentingan termasuk regulator, aparat penegak hukum, kepolisian, bea cukai, dan penyedia jasa keuangan.
“Kita perlu melakukan harmonisasi ketentuan dan kebijakan yang bertujuan memerangi pencucian uang dan pendanaan teroris. Transformasi untuk meningkatkan governance sekaligus transparansi dengan membangun dan meningkatkan sistem pelaporan transaksi keuangan, record keeping, dan sarana verifikasi kepatuhan lembaga terhadap regulasi yang ada,” pungkasnya.