Gagasan Segar dan Inovasi Nadiem Makarim
Akreditasi tidak menjamin mutu, sebab begitu banyak sekolah dan perguran tinggi dengan status akreditasi A atau B, tetapi mutu luarannya sangat rendah
Beliau justru memasukkan pernyataan Nadiem tersebut sebagai salah satu agenda penting dalam sidang paripurna Majelis Senat Akademik 11 Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) yang dilaksanakan di Bandung, 9-10 Desember 2019.
Dalam pernyataan persnya, Nachrowi mengemukakan bahwa pola permintaan pasar tenaga kerja memang sudah berubah. Google dan Facebook misalnya, akhir-akhir ini dalam rekrutmen pegawai barunya lebih mengutamakan kompetensi pelamar dari pada ijazah.
Pernyataan ini secara tidak langsung membenarkan apa yang dikemukakan oleh Nadiem bahwa soal gelar yang tidak menjamin kompetensi, lulusan tidak menjamin kesiapan berkarya dan bekerja, akreditasi yang tidak menjamin mutu pendidikan.
Solusi dari masalah di atas tentu saja menjadi tantangan tersendiri bagi institusi yang kini dipimpin Nadiem. Pertama melakukan evaluasi terhadap kebijakan Link and Match yang selama ini dilakukan. Sebab terbukti bahwa yang banyak memberi kontribusi pada tingkat pengangguran pada level sekolah menengah atas adalah pada sekolah kejuruan (SMK).
Padahal lembaga pendidikan inilah yang diharapkan untuk menjadi penyanggah ekonomi kecil dan menengah dan sumber tenaga kerja (man power) potensial mengisi pembangunan dan tentu saja alumninya tersalurkan dan tidak ada yang menganggur. Kemerdekaan bagi guru dan pembelajar agar bisa lebih kreatif dan inovatif sebagaimana dikemukakan Nadiem menurut penulis itu hanya penunjang dalam proses pembelajaran.
Solusi berikutnya adalah ketersediaan lapangan kerja dan ini menjadi tanggung jawab semua komponen anak bangsa, tetapi tentu saja yang terdepan adalah pemerintah. Meskipun lembaga pendidikan dari semua tingkatan diperbaiki dan ditingkatkan mutunya tetapi kalau pemerintah tidak sanggup menyediakan lapangan kerja pasti juga akan mengalami kegagalan.
Oleh sebab itu pemerintah seyogyanya membangunan infrasturuktur. Tetapi jangan hanya menjadi properti atau pencitraan saja, akan tetapi infra sturuktur itu sekaligus mendorong perekonomian dan dalam waktu bersamaan bisa menyerap tenaga kerja yang besar.
Model pembangunan yang mengejar pertumbuhan berbasis teknologi tinggi, juga harus di evaluasi sebab model ini hanya menyerap tenaga kerja yang terdidik dan terampil tetapi mengabaikan tenaga kerja tidak terdidik dan rendah keterampilan.
Oleh sebab itu pemerintah seyogyanya tetap memperhatikan model pembangunan padat karya. Sebab tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terampil seperti buruh dan tenaga kasar dari desa dan pedalaman jumlahnya juga sangat besar.
Solusi-solusi di atas dalam perspektif kependidikan tentu menjadi tanggung jawab Nadiem dan jajarannya. Kita berharap, mudah-mudahan gagasan-gasan beliau yang segar dan inovatif bisa menjadi kenyataan sehingga lembaga pendidikan bisa memberi kontribusi positif bagi pembangunan bangsa dan negara. Dengan begitu gelar bisa menjamin kompentensi, kelulusan bisa menjamin kesiapan kerja dan akreditasi dapat menjamin mutu. Semoga. (*)