Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

BPJS, Haruskah Kumati Karenamu?

Pada dasarnya pelayanan kesehatan secara konsepsional haruslah digratiskan bagi seluruh rakyat Indonesia, sebagaimana negara Kuba, Maldova, China, dst

Editor: syakin
zoom-inlihat foto BPJS, Haruskah Kumati Karenamu?
DOK
M Aris Munandar SH, Ketua Bidang Kebijakan Publik KAMMI Daerah Makassar Periode 2019-2021

Oleh: M Aris Munandar SH
Ketua Bidang Kebijakan Publik KAMMI Daerah Makassar Periode 2019-2021

Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat vital dan telah menjadi bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) khususnya di Indonesia. Karena merupakan bagian HAM, maka untuk menunjang pemeliharaan kesehatan tersebut dibutuhkanlah sarana dan prasarana berupa fasilitas kesehatan (Faskes) atau pelayanan kesehatan yang baik dan layak.

Sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 28H (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI 1945) yang berbunyi: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.

Kemudian diperjelas kembali pada Pasal 34 ayat (3) UUD NRI yang berbunyi: “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum umum yang layak”.

Ketentuan dari UUD NRI 1945 tersebut menunjukkan bahwa negara memiliki kewajiban yang bersifat mutlak dan sentral dalam menunjang keberlangsungan hidup manusia Indonesia dengan menyediakan fasilitas kesehatan yang baik dan layak bagi siapa saja. Sebagaimana dijelaskan padal Pasal 34 ayat (2) UUD NRI 1945 bahwa “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”.

Hal ini bermakna bahwa dalam hal pemenuhan hak atas kesehatan masyarakat Indonesia tidaklah bersifat diskriminatif, karena harus memperlakukan setiap orang sama dalam menerima manfaat dari fasilitas pelayanan kesehatan tersebut.

Seiring dengan perkembangan dan dinamika kekuasaan yang terjadi, lambat laun amanat konstitusi tersebut akhirnya mulai diterapkan. Pada 2011 telah dibentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS) yang hingga hari ini masih berfungsi.

Sebelumnya telah banyak program-program jaminan sosial yang bergerak dibidang kesehatan, seperti Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (1960-1970), Perusahaan Umum Husada Bhakti (1981-1990), dan PT. Asuran Kesehatan Persero (1991-2000).
Ada juga Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (1991-2000), Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (1991-2000), Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin (2000-2014), dan Badan Penyelanggara Jaminan Sosial (2011-Sekarang).

Banyaknya program-program pemerintah terkait pengadaan sistem jaminan sosial tersebut merupakan salah satu bentuk tanggung jawab dan pelaksanaan amanat konstitusi yang telah ada selama ini.

Pada awal 2014, awal mula BPJS Kesehatan menunjukkan taringnya dalam menyelenggarakan jaminan kesehatan sosial untuk seluruh penduduk di Indonesia. Pada tahun 2018, melalui Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan dimasukkanlah sebuah regulasi terkait klasterisasi iuran pembayaran BPJS per bulan yaitu untuk Kelas 1 Rp. 80.000,00 (delapan puluh ribu rupiah) per orang, Kelas 2 Rp. 5 l.000,00 (lima puluh satu ribu rupiah) per orang, dan Kelas 3 Rp. 25.500,00 (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per orang.

Dalam perjalanannya iuran tersebut kemudian rombak kembali oleh pemerintah dengan melalui Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Perpres No. 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan , di mana terjadi kenaikan pembayaran iuran per kelasnya. Yaitu Kelas 1 Rp. 160.000,00 per orang, Kelas 2 Rp. 110.000,00 per orang, dan Kelas 3 Rp. 42.000,00.

Jika dikalkulasikan dari kebijakan tahun 2018 dengan tahun 2019 mengalami peningkatan hampir 100%. Rencana penerapan dan pelaksanaan iuran baru tersebut dimulai pada 1 Januari 2020.

Peningkatan jumlah iuran tersebut menuai banyak kecaman dari berbagai pihak khususnya organisasi kepemudaan dan masyarakat itu sendiri. Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim (KAMMI) misalnya telah melakukan banyak aski di beberapa daerah seperti di Kendari dan Bandung.

Kecaman tersebut didasarkan pada kenaikan iuran pada klaster 1 yang disadari sangat menyusahkan masyarakat dengan status ekonomi menengah ke bawah. Belum lagi dengan permasalahan-permasalah di lapangan pada proses pelayanan kesehatan dengan menggunakan BPJS yang masih menuai permasalahan.

Hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa kasus yang berkaitan dengan tidak maksimalnya pelayanan kesehatan bagi pengguna BPJS. Sebagai contoh yang menimpa bayi berusia 15 bulan pada 2016 yang meninggal dunia setelah orang tua bayi tersebut terpontang panting mencari rumah sakit (RS) yang akan menangani bayi tersebut selaku pemegang kartu BPJS Kesehatan. Namun setelah mengunjungi empat RS di Tangerang, bayi itu meninggal dunia (Sumber: liputan6.com), serta beberapa contoh terbaru lainnya yang menunjukkan kurangnya perhatian dari pihak penyelenggara kesehatan terhadap peserta BPJS. Ditambah lagi dengan adanya beberapa kasus yang memperlihatkan bahwa dana BPJS dapat dikorupsi, sebagai contoh yaknipada Agustus 2019 2 (dua) pejabat RSUD Lembang ditangkap oleh aparat kepolisian atas dugaan korupsi anggaran klaim BPJS, penyelewengan dana tersebut mencapai Rp. 7 Miliar yang digunakan untuk membeli rumah dan barang mewah lainnya (Sumber: liputan6.com).

Halaman
12
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved