Dua Penghimpun Dana Ilegal di Sulsel Dalam Pantauan OJK, yang di Toraja Sudah Ditutup
Kepala OJK Sulamapua, Zulmi mengatakan ada beberapa entitas investasi ilegal yang ditutup OJK beberapa waktu lalu
Penulis: Fahrizal Syam | Editor: Imam Wahyudi
Deputi Bidang Kelembagaan Kemenkop dan UKM, Luhur Pradjarto, mengatakan saat ini pihaknya sedang melakukan penindakan untuk dijatuhi sanksi administratif.
Dalam melakukan penindakan pihaknya menggandeng Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kepolisian hingga Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) serta Dinas Koperasi dan UKM.
Koperasi tersebut melakukan aktivitas penjaringan dana dari anggota atau masyarakat namun dana investasinya diselewengkan.
Beberapa oknum yang melakukan hal tersebut memanfaatkan badan hukum koperasi yang sebelumnya telah terdaftar.
Baca: Suku Bunga Acuan BI Turun, BI7DRR Menjadi 5 Persen
Baca: Jangan Sembarangan Pinjam Uang Online, Ini Daftar 13 Fintech Lending yang Sudah Kantongi Izin OJK
Baca: Satgas Kemenkop RI Berkantor di Dinas Koperasi Sulsel, Tujuannya?
Baca: Berikut 5 Manfaat Menabung Emas di Pegadaian
Namun koperasi tersebut dinyatakan telah lama vakum dari aktivitas usahanya sehingga badan hukum koperasi diperjualbelikan.
"Viral akhir-akhir ini bank gelap berkedok koperasi tapi sekarang udah ditangani Bidang Pengawasan. Mereka ini lembaga atau sekelompok orang yang mengatasnamakan koperasi terutama, jadi koperasi simpan pinjam ini sangat rawan kaya KSP Cipendawa, Cipaganti, Langit Biru dan lainnya," kata Luhur dalam keterangan tertulis pada Senin (28/10/2019).
Untuk memastikan tidak semakin banyak korban yang berjatuhan investasinya diselewengkan, pihaknya mengandalkan Petugas Penyuluh Koperasi Lapangan (PPKL) untuk melakukan pengawasan.
Saat ini terdapat 1.235 orang PPKL yang tersebar di berbagai wilayah untuk melakukan tugas pengawasan terhadap koperasi-koperasi aktif dan nonaktif.
Luhur menambahkan salah satu ciri utama investasi bodong berkedok koperasi dapat dilihat dari track record koperasi tersebut apakah melaksanakan Rapat Anggota Tahunan (RAT) atau tidak.
Baca: Berlaku Mulai Tahun Ini, 2 Tahun STNK Mati, Kendaraan Anda Langsung Bodong
Baca: Belanja dengan KK Mandiri di Informa Panakkukang Square, Dapat Hadiah
Baca: Starbucks Beli 2 Gratis 1 Pakai BCA, Bisa Kartu Debit Lho! Ini Syarat Promo, dan Lokasi di Makassar
Baca: Pinjaman Fintech Lending Naik, Juli 2019 Tembus Rp 49 T, Sayangnya Presentase Gagal Bayar Ikut Naik
Jika dalam kurun waktu tiga tahun berturut-turut tidak melaksanakan RAT dipastikan koperasi tersebut tidak sehat.
Ciri lainnya adalah usaha yang dilakukan koperasi tidak sesuai Anggaran Dasarnya. Aktifitas bisnis utamanya sudah menyimpang dari usaha yang seharusnya dijalankan.
Selain itu suku bunga simpanan yang ditawarkan oleh calon nasabahnya biasanya menggiurkan dan jauh dari suku bunga simpanan perbankan.
"Ciri koperasi yang tidak sehat itu tidak RAT lalu tidak melakukan usaha dengan baik. Misalnya ada anggaran dasar ada unit serba usaha tapi nggak jalan. Ini kategori tidak sehat ini klasifikasinya padahal RAT sebagai indikator paling puncak," sambung Luhur.
Untuk memberikan efek jera terhadap oknum yang memanfaatkan nama besar koperasi, Kemenkop dan UKM tengah mengusulkan agar ada Undang - Undang (UU) Perkoperasian yang baru sebagai pengganti UU nomer 25 tahun 1992.
Dalam draf Rancangan Undang - Undang (RUU) yang disusunnya akan memuat tuntutan sanksi pidana terhadap oknum yang menyalahgunakan koperasi untuk investasi bodong.
Baca: BTN Optimis Salurkan Kredit Rp7 Triliun Hingga Akhir Tahun
Baca: Bahas Inflasi Makassar, Iqbal Suhaeb Kumpulkan Pengusaha dan Perwakilan Konsumen
Baca: Bupati Luwu Timur Harap Plt Dirut Bank Sulselbar Tingkatkan Kualitas Layanan
Baca: Progress Memuju Bank Devisa, Bank Sulselbar Rampungkan Persyaratan hingga Triwulan II