G30S/PKI, Kisah Heroik Istri AH Nasution, Piere Tendean, dan Ade Irma Suryani Ditembak Cakrabirawa
TRIBUN-TIMUR.COM - G30S/PKI, kisah heroik istri AH Nasution, Piere Tendean, dan Ade Irma Suryani ditembak Cakrabirawa.
Selain menenangkan Hendrianti, Ade Irma juga bertanya kepada sang ibu.
"Adik tanya ke ibu saya, 'Kenapa ayah mau dibunuh mama?"
Kalimat tersebut diucapkan sebelum Ade Irma Suryani meninggal dunia.
Ia menghembuskan napas terakhirnya setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit.
"Tanggal 6 Oktober adik saya dipanggil Allah. Saya sebagai manusia sudah memaafkan mereka tapi peritiwa ini tidak boleh dilupakan," ucapnya.
Kisah Heroik Pierre Tendean

Tragedi dini hari pada 1 Oktober 1965 mengakhiri hidup Pierre Tendean pada peristiwa G30S/PKI.
Tidak hanya mengawal Jenderal AH Nasution, Lettu Pierre Tendean pun akrab dengan Ade Irma Suryani.
Potret berdua mereka bahkan terpajang di Museum AH Nasution.
Namun, segala kecemerlangan dalam bidang militer dan masa depan cerah Lettu Pierre Tendean harus berakhir.
Saat itu (30/9/1965) Lettu Pierre Tendean biasanya pulang ke Semarang merayakan ulang tahun sang ibu.
Namun, ia menunda kepulangannya karena tugasnya sebagai pengawal Jenderal AH Nasution.
Ia tengah beristirahat di ruang tamu, di rumah Jenderal AH Nasution, Jalan Teuku Umar Nomor 40, Jakarta Pusat.
Namun, waktu istirahatnya terganggu karena ada keributan.
Lettu Pierre Tendean pun langsung bergegas mencari sumber keributan itu.
Ternyata keributan itu berasal dari segerombol orang.
Disebutkan bawah orang-orang yang datang ke rumah AH Nasution adalah pasukan Cakrabirawa.
Baca: Pengawal Raja Salman Dikenal Hebat tapi Tewas Ditembak Teman, Ini Sosok Jenderal Abdul Aziz Al Faghm
Mereka pun menodongkan senjata pada Lettu Pierre Tendean.
Lettu Pierre Tendean tak bisa berkutik. Ia dikepung pasukan itu.
Demi melindungi atasan, Lettu Pierre Tendean pun menyebut dirinya sebagai Jenderal AH Nasution.
"Saya Jenderal AH Nasution," ujarnya.
Akhirnya, ia yang dikira Jenderal AH Nasution langsung diculik.
Sementara itu, nyawa putri Jenderal AH Nasution, Ade Irma, tak tertolong karena tertembak.
Pada akhirnya, Lettu Pierre Tendean harus gugur di tangan orang-orang yang menyerangnya.
Meski Pierre Tendean tak lagi bernyawa, kakinya diikat lalu dimasukkan ke dalam sumur, di Lubang Buaya.
Pada usianya yang masih muda, Lettu Pierre Tendean tinggal menjadi kenangan dalam peristiwa mengerikan itu.
Kematiannya memberikan luka mendalam terhadap keluarganya.
Padahal, pada November 1965, Lettu Pierre Tendean dijadwalkan akan menikahi Rukmini Chaimin di Medan.
Takdir berkata lain. Ia meninggal mengatasnamakan atasannya di depan para pembunuh itu.
Sebagai bentuk penghormatan, ia pun dinaikkan pangkatnya menjadi kapten.
Kapten Tendean pun ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi Indonesia pada 5 Oktober 1965.(*)
(Intisari.Grid.id/Fidya Alifa Puspafirdausi/TribunJabar.id/Widia Lestari)