Ini 10 Buku Terlaris di Gramedia TSM Makassar Pekan Ini
Di sudut lain membelah jiwa ke-Eropa-an yang menjadi simbol dan kiblat dari ketinggian pengetahuan dan peradaban.
Penulis: Nur Fajriani R | Editor: Ina Maharani
Membaca adalah proses yang melibatkan aktivitas auditif (pendengaran) dan visual (penglihatan).
Dengan membaca, anak mampu memahami dan mencerna sebuah informasi. Otomatis kemampuan ini merupakan kecakapan dasar yang wajib dikuasai oleh anak.
Bagaimana cara mengajari anak belajar membaca? Buku abacaga adalah jawabannya.
Cukup 10 menit sehari! Buku ini menggunakan metode “stepping stone” yang mengajarkan anak belajar membaca secara runut dan sistematis.
Terdiri atas 6 tahapan belajar membaca yang disusun sesuai dengan kemampuan anak untuk memahami kata, baik secara visual maupun pelafalannya.
Pola pembelajaran dan materinyapun lebih variatif, sehingga anak tidak bosan dan secara tidak langsung penguasaan kosa kata anak akan bertambah. Dilengkapi kartu “abacaga” yang digunakan sebagai pengetahuan dasar belajar membaca.
Kartu ini akan merangsang minat anak untuk belajar membaca melalui pengenalan abjad yang dibantu dengan menganalogikan nama benda yang ada di sekeliling kita, sehingga akan mudah untuk diingat.
10. Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer
Harga: Rp 132 ribu
Roman Tetralogi Buru mengambil latar belakang dan cikal bakal nation Indonesia di awal abad ke-20.
Dengan membacanya waktu kita dibalikkan sedemikian rupa dan hidup di era membibitnya pergerakan nasional mula-mula, juga pertautan rasa, kegamangan jiwa, percintaan, dan pertarungan kekuatan anonim para srikandi yang mengawal penyemaian bangunan nasional yang kemudian kelak melahirkan Indonesia modern.
Roman bagian pertama; Bumi Manusia, sebagai periode penyemaian dan kegelisahan dimana Minke sebagai aktor sekaligus kreator adalah manusia berdarah priyayi yang semampu mungkin keluar dari kepompong kejawaannya menuju manusia yang bebas dan merdeka.
Di sudut lain membelah jiwa ke-Eropa-an yang menjadi simbol dan kiblat dari ketinggian pengetahuan dan peradaban.
Pram menggambarkan sebuah adegan antara Minke dengan ayahnya yang sangat sentimentil: Aku mengangkat sembah sebagaimana biasa aku lihat dilakukan punggawa terhadap kakekku dan nenekku dan orangtuaku, waktu lebaran.
Dan yang sekarang tak juga kuturunkan sebelum Bupati itu duduk enak di tempatnya. Dalam mengangkat sembah serasa hilang seluruh ilmu dan pengetahuan yang kupelajari tahun demi tahun belakangan ini.
Hilang indahnya dunia sebagaimana dijanjikan oleh kemajuan ilmu .... Sembah pengagungan pada leluhur dan pembesar melalui perendahan dan penghinaan diri! Sampai sedatar tanah kalau mungkin! Uh, anak-cucuku tak kurelakan menjalani kehinaan ini. "Kita kalah, Ma," bisikku. "Kita telah melawan, Nak, Nyo, sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya."
Sumber foto: Gramedia TSM Makassar
Keterangan: Karyawati Gramedia TSM Makassar berinterksi dengan pengunjung