SMK YPPP Wonomulyo Salat Dhuha Berjamaah di Hari Asyura
Hari Asyura ini merupakan hari penciptaan alam hingga makhluk Allah yang mulia. Hari Asyura juga bertepatan meninggalnya cucu Rasulullah
Penulis: edyatma jawi | Editor: Imam Wahyudi
Nabi Musa berhasil lolos akibat Laut Merah yang terbelah.
Baca: Larangan di Bulan Muharram & Bulan Suro Berikut Amalan yang Dianjurkan, Puasa Muharram Lengkap Niat
Baca: Peringatan 1 Muharram 2019 atau 1441 H, Ini Amalan Disunahkan Termasuk Puasa Asyura dan Tasua
Baca: 1 Muharram Sering Disebut Satu Suro, Ini Artinya, Tradisi, dan Kisah Mistis, Sering Dianggap Keramat
Ketika Nabi Musa berhasil melintas, kedua sisi lautan yang sebelumnya terbelah, langsung menenggelamkan pasukan Fir'aun.
Lolosnya Musa dari pasukan Fir'aun juga mengilhami masyarakat yahudi di Madina melaksanakan puasa Asyura.
Rasullulah yang menyaksikannya, menyuruh para sahabat untuk ikut berpuasa Asyura bersamanya.
Demikian 7 kisah dan peristiwa pentingg dibalik anjuran sunnah puasa pada bulan
Muharram. Semoga bermanfaat.
Baca: Ini Hukumnya Merayakan Tahun Baru Islam 1 Muharram Menurut Ustadz Abdul Somad (UAS)
Baca: Tiga Amalan Dahsyat di Bulan Muharram, Salah Satunya Puasa Asyura, Puasa Sehari Hapus Dosa Setahun
Baca: Sambut 10 Muharram, Warga Jeneponto Gelar Pawai Obor Keliling Kota
Ini sejarah puasa Asyura, puasa yang dianjurkan tiap tanggal 10 Muharram
Shaum atau puasa Asyura adalah shaum yang dilaksanakan tiap tanggal 10 di bulan Muharram dalam hitungan tahun Hijriyah.
Kenapa ada shaum yang dilaksanakan di tanggal tersebut? Begini sejarahnya seperti dikutip dakwah.id:
Pada masa jahiliyah, orang-orang Quraisy memiliki kebiasaan shaum di tanggal 10 tiap bulan Muharram.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun juga melaksanakan shaum itu saat masih berada di Mekkah.

Hal ini pernah diceritakan oleh Istri beliau, Aisyah radhiyallahu ‘anha. Beliau berkata,
كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِى الْجَاهِلِيَّةِ، وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَصُومُهُ، فَلَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ صَامَهُ، وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ، فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانُ تَرَكَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ، فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ، وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ
“Di zaman jahiliyah dahulu, orang Quraisy biasa melakukan shaum ’Asyura. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam juga melakukan shaum tersebut. Saat tiba di Madinah, beliau melakukan shaum tersebut dan memerintahkan yang lain untuk melakukannya. Namun tatkala puasa Ramadhan diwajibkan, beliau meninggalkan shaum ’Asyura. Lalu beliau bersabda, ‘Barangsiapa yang mau, silakan shaum. Barangsiapa yang mau, silakan meninggalkannya (tidak shaum).’” (HR. Bukhari no. 2002 dan Muslim no. 1125)
Shaum Asyura yang diamalkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat di Mekkah, hanya untuk beliau sendiri.
Beliau tidak pernah sekalipun memerintahkan kepada para sahabatnya untuk mengamalkan shaum tersebut.
Setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah, saat di Madinah beliau melihat orang yahudi juga melakukan shaum itu.
Bahkan, mereka juga menjadikan tanggal 10 Muharram sebagai hari raya istimewa. Orang Yahudi sangat memuliakan hari itu.
Mereka berargumen, bahwa hari 10 Muharram adalah hari di mana Allah ‘Azza wa Jalla menyelamatkan Nabi Musa dan kaumnya.
Pada hari itu pula, Allah ‘Azza wa Jalla menenggelamkan Fir’aun beserta bala tentaranya.
Baca: Sambut Tahun Baru Islam 1441 H, Ponpes Ash-Shalihin Gowa Gelar Pawai Muharram
Baca: Larangan di Bulan Muharram & Bulan Suro Berikut Amalan yang Dianjurkan, Puasa Muharram Lengkap Niat
Baca: Hukum Doa Tahun Baru Islam 1 Muharram 1441 H dan Niat Puasa Asyura, Jangan Lewatkan
Kisah ini tercantum dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Beliau berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-قَدِمَ الْمَدِينَةَ فَوَجَدَ الْيَهُودَ صِيَامًا يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- «مَا هَذَا الْيَوْمُ الَّذِى تَصُومُونَهُ». فَقَالُوا هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ أَنْجَى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَقَوْمَهُ وَغَرَّقَ فِرْعَوْنَ وَقَوْمَهُ فَصَامَهُ مُوسَى شُكْرًا فَنَحْنُ نَصُومُهُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- «فَنَحْنُ أَحَقُّ وَأَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ ». فَصَامَهُ رَسُولُ اللَّهِ-صلى الله عليه وسلم-وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ.
“Ketika tiba di Madinah, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam mendapati orang-orang Yahudi melakukan puasa ’Asyura. Kemudian Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bertanya, “Hari yang kalian bepuasa ini adalah hari apa?”
Orang-orang Yahudi tersebut menjawab,
“Ini adalah hari yang sangat mulia. Ini adalah hari di mana Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya. Ketika itu pula Fir’aun dan kaumnya ditenggelamkan. Musa berpuasa pada hari ini dalam rangka bersyukur, maka kami pun mengikuti beliau berpuasa pada hari ini”.
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam lantas bersabda, “Kita seharusnya lebih berhak dan lebih utama mengikuti Musa daripada kalian.” Lalu setelah itu Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam memerintahkan kaum muslimin untuk shaum.” (HR. Muslim no. 1130).
Baca: Lafaz Niat Puasa Sunah Bulan Muharram Puasa Assyura dan Puasa Tasua Berikut Keutamaannya
Baca: Peringati 1 Muharram, Hipmus Toraja Utara Serahkan Donasi Pembangunan Masjid
Baca: Sambut 1 Muharram, Madrasah DDI Gal-Bar Gelar Karnaval dan Bagi-bagi Songkolo
Imam an-Nawawi rahimahullah menguatkan dengan penjelasannya,
“Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam biasa melakukan puasa ’Asyura di Makkah sebagaimana dilakukan pula oleh orang-orang Quraisy. Kemudian Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam tiba di Madinah dan menemukan orang Yahudi melakukan puasa ‘Asyura, lalu beliau shallallahu ’alaihi wa sallam pun juga tetap melakukannya.” (Al-Minhaj Syarh Muslim, 8/11).
Bukan Mengikuti Adat Jahiliyah
Terkait dengan shaum Asyura yang diamalkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau mengamalkan shaum tersebut berdasarkan oleh wahyu, bukan mengikuti adat orang-orang jahiliyah sebelumnya.
Imam an-Nawawi rahimahullah menjelaskan,
“Namun beliau melakukan puasa ini berdasarkan wahyu, berita mutawatir (dari jalur yang sangat banyak), atau dari ijtihad beliau, dan bukan semata-mata berita salah seorang dari mereka (orang Yahudi).” (Al-Minhaj Syarh Muslim, 8/11).(*)