Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

7 Peristiwa Besar Dibalik Anjuran Puasa Asyura 10 Muharram, Tobat Nabi Adam hingga Kisah Nabi Musa

7 Peristiwa Besar Dibalik Anjuran Puasa Sunnah Asyura 10 Muharram, Tobatnya Nabi Adam hingga Lolosnya Nabi Musa dari Pasukan Firaun

Editor: Hasriyani Latif
Tribunnews.com
Peristiwa Besar Umat Islam yang Terjadi Pada 10 Muharram. 

“Di zaman jahiliyah dahulu, orang Quraisy biasa melakukan shaum ’Asyura. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam juga melakukan shaum tersebut. Saat tiba di Madinah, beliau melakukan shaum tersebut dan memerintahkan yang lain untuk melakukannya. Namun tatkala puasa Ramadhan diwajibkan, beliau meninggalkan shaum ’Asyura. Lalu beliau bersabda, ‘Barangsiapa yang mau, silakan shaum. Barangsiapa yang mau, silakan meninggalkannya (tidak shaum).’” (HR. Bukhari no. 2002 dan Muslim no. 1125)

Shaum Asyura yang diamalkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat di Mekkah, hanya untuk beliau sendiri.

Beliau tidak pernah sekalipun memerintahkan kepada para sahabatnya untuk mengamalkan shaum tersebut.

Setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah, saat di Madinah beliau melihat orang yahudi juga melakukan shaum itu.

Bahkan, mereka juga menjadikan tanggal 10 Muharram sebagai hari raya istimewa. Orang Yahudi sangat memuliakan hari itu.

Mereka berargumen, bahwa hari 10 Muharram adalah hari di mana Allah ‘Azza wa Jalla menyelamatkan Nabi Musa dan kaumnya.

Pada hari itu pula, Allah ‘Azza wa Jalla menenggelamkan Fir’aun beserta bala tentaranya.

Baca: Sambut Tahun Baru Islam 1441 H, Ponpes Ash-Shalihin Gowa Gelar Pawai Muharram

Baca: Larangan di Bulan Muharram & Bulan Suro Berikut Amalan yang Dianjurkan, Puasa Muharram Lengkap Niat

Baca: Hukum Doa Tahun Baru Islam 1 Muharram 1441 H dan Niat Puasa Asyura, Jangan Lewatkan

Kisah ini tercantum dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Beliau berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-قَدِمَ الْمَدِينَةَ فَوَجَدَ الْيَهُودَ صِيَامًا يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- «مَا هَذَا الْيَوْمُ الَّذِى تَصُومُونَهُ». فَقَالُوا هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ أَنْجَى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَقَوْمَهُ وَغَرَّقَ فِرْعَوْنَ وَقَوْمَهُ فَصَامَهُ مُوسَى شُكْرًا فَنَحْنُ نَصُومُهُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- «فَنَحْنُ أَحَقُّ وَأَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ ». فَصَامَهُ رَسُولُ اللَّهِ-صلى الله عليه وسلم-وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ.

“Ketika tiba di Madinah, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam mendapati orang-orang Yahudi melakukan puasa ’Asyura. Kemudian Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bertanya, “Hari yang kalian bepuasa ini adalah hari apa?”

Orang-orang Yahudi tersebut menjawab,

“Ini adalah hari yang sangat mulia. Ini adalah hari di mana Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya. Ketika itu pula Fir’aun dan kaumnya ditenggelamkan. Musa berpuasa pada hari ini dalam rangka bersyukur, maka kami pun mengikuti beliau berpuasa pada hari ini”.

Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam lantas bersabda, “Kita seharusnya lebih berhak dan lebih utama mengikuti Musa daripada kalian.” Lalu setelah itu Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam memerintahkan kaum muslimin untuk shaum.” (HR. Muslim no. 1130).

Baca: Lafaz Niat Puasa Sunah Bulan Muharram Puasa Assyura dan Puasa Tasua Berikut Keutamaannya

Baca: Peringati 1 Muharram, Hipmus Toraja Utara Serahkan Donasi Pembangunan Masjid

Baca: Sambut 1 Muharram, Madrasah DDI Gal-Bar Gelar Karnaval dan Bagi-bagi Songkolo

Imam an-Nawawi rahimahullah menguatkan dengan penjelasannya,

“Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam biasa melakukan puasa ’Asyura di Makkah sebagaimana dilakukan pula oleh orang-orang Quraisy. Kemudian Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam tiba di Madinah dan menemukan orang Yahudi melakukan puasa ‘Asyura, lalu beliau shallallahu ’alaihi wa sallam pun juga tetap melakukannya.” (Al-Minhaj Syarh Muslim, 8/11).

Bukan Mengikuti Adat Jahiliyah

Terkait dengan shaum Asyura yang diamalkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau mengamalkan shaum tersebut berdasarkan oleh wahyu, bukan mengikuti adat orang-orang jahiliyah sebelumnya.

Imam an-Nawawi rahimahullah menjelaskan,

“Namun beliau melakukan puasa ini berdasarkan wahyu, berita mutawatir (dari jalur yang sangat banyak), atau dari ijtihad beliau, dan bukan semata-mata berita salah seorang dari mereka (orang Yahudi).” (Al-Minhaj Syarh Muslim, 8/11).(*)

Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved