Mengenal Kratom, Tanaman Obat Asal Kalimantan yang Akan Dilarang BNN, Begini Efeknya Usai Diminum
Kratom saat ini dipertanyakan banyak negara, dan Indonesia lewat Badan Narkotika Nasional sedang memroses kratom menjadi obat-obatan Golongan I.
Namun, status kratom di Amerika Serikat saat ini juga masih dalam limbo.
Pada 2016, badan hukum narkoba (Drug Enforcement Administration) AS mengumumkan untuk memasukkan kratom ke Golongan I narkotika dan tak mengizinkan kratom digunakan dalam medis.
Namun protes keras dari para pengguna dan beberapa senator AS membuat departemen itu menunda keputusannya.
Di Indonesia sendiri, Badan Narkotika Nasional (BNN) sedang memroses kratom untuk dimasukkan ke Golongan I narkotika.
"Kita sudah ajukan untuk dimasukan ke dalam appendix undang-undang 35 tahun 2009," ungkap juru bicara BNN Sulistyo Pudjo.
Pemerintah sendiri sedang gencar memberantas penggunaan narkotika yang sudah dianggap dalam kondisi darurat dengan 3,2% dari seluruh populasi penduduk terindikasi sebagai pengguna narkotika, menurut data BNN.
"Kita tidak mengharapkan loss generation," tegas Sulistyo.
Jika masuk ke Golongan I narkotika, maka baik pengguna, pengedar, jaringan kratom akan diberlakukan hukuman seperti narkotika lainnya.
Yang berarti, petani seperti Mario dan Theo, tak lagi dapat menanam kratom, meskipun permintaan legal dari negara lain masih besar.
"Kepentingan bisnis kadang tidak kompatibel dengan kepentingan hukum. Kepentingan bisnis illegal ya illegal, legal ya legal," ujar Pudjo.
Lebih jauh Pudjo mengatakan bahwa pihaknya sudah mengingatkan masyarakat bahwa kratom ini termasuk narkotika sehingga tak ada lagi alasan untuk menanam tumbuhan tersebut.
Kratom di mata peneliti
Namun, peneliti kratom Dr. Ari Widiyantoro dari FMIPA Universitas Tanjungpura berpendapat justru bukan pelarangan yang dibutuhkan terkait kratom, melainkan pengawasan lewat aturan resmi Kementerian Kesehatan, mengingat potensi kratom terkait kebutuhan medis.
"Cuman masalahnya penggunaannya harus diatur, dosisnya terutama, dan siapa yang harus memakai," kata Dr. Ari.
Selain itu, dia juga mendukung agar dilakukan standardisasi produksi kratom karena para petani dan pengumpul kratom saat ini menjual daun tanpa membedakan usia daun, padahal semakin tua daun maka kadar mitragininnya semakin tinggi sehingga dampaknya ke pengguna juga akan berbeda.
"Dari berita dan buletin kesehatan di Amerika, packagingnya tidak bagus sehingga (bakteri) salmonela masuk. Itu memberikan cemaran kepada pasien sehingga tingkat kematian, infeksi menjadi tinggi," Dr. Ari menambahkan.
Dia juga menganjurkan agar riset terkait kratom terus dilakukan untuk mendalami efek-efek kratom, termasuk efek yang berbahaya.