TERUNGKAP Identitas Jenderal TNI Berambut Gondrong yang Bikin Soeharto Nangis, Ini Penyebabnya
Sosok Presiden Soeharto punya banyak cerita. Maklum dirinya merupakan pemimpin yang paling lama berkuasa di Indonesia.
TERUNGKAP Identitas jenderal TNI Berambut Gondrong yang Bikin Soeharto Nangis, Ini Penyebabnya
TRIBUN-TIMUR.COM - Sosok Presiden Soeharto punya banyak cerita.
Maklum dirinya merupakan pemimpin yang paling lama berkuasa di Indonesia.
Dalam perjalanannya memimpin selama lebih dari 30 tahun, dirinya diceritakan punya beberapa orang kepercayaan.
Baca: Ada 23 Tanda dari Silang Orange, Benarkah Bukit Soeharto Resmi Jadi Ibu Kota Negara? Lihat Buktinya
Soedjono Hoemardani merupakan seorang jenderal TNI berambut gondrong yang pernah membuat Soeharto menangis
Dilansir dari Sosok.grid.id dalam artikel 'Soedjono Hoemardani, Jenderal TNI Berambut Gondrong yang Buat Soeharto Menangis', tangis Soeharto pecah saat menghadiri pemakaman jenderal TNI berpenampilan tak biasa itu pada 12 Maret 1986
Waktu itu tangis Soeharto terekam saat TVRI sebagai saluran televisi nasional Indonesia menayangkan prosesi pemakaman sang jenderal TNI berambut gondrong, Soedjono Hoemardani.
Soedjono Hoermardani dikenal sebagai jenderal TNI yang memiliki potongan rambut unik, karena lebih mirip seorang seniman ketimbang seorang jenderal.

Baca: PDAM Makassar Gelontorkan Rp 500 Juta Hadapi Musim Kemarau
Baca: LotteMart Panakukkang Bakal Qurban Dua Ekor Kambing
Baca: Universitas Puangrimaggalatung Sengkang Kukuhkan 742 Wisudawan untuk Kali Pertama
Soedjono Hoermardani muda atau lebih dikenal sebagai Djonit, tak pernah jauh dengan dunia ekonomi.
Ia anak dari Raden Hoemardani, seorang pedagang di Carikan, barat Pasar Klewer Solo.
Sang ayah adalah pemasok berbagai jenis bahan makanan dan pakaian pamong serta abdi keraton Kasunanan Surakarta.
Soedjono selepas lulus dari HIS Surakarta melanjutkan sekolahnya di Gemeentelijke Handels School, sebuah sekolah dagang di Semarang.
Tahun 1937 ia lulus dan kembali ke Solo untuk meneruskan usaha sang ayah.
Sekitar usia 20 tahuna, Soedjono menjadi bendahara organisasi pergerakan bernama Indonesia Muda sekaligus ia juga menjabat menjadi fukudanco (wakil komandan) dari keibodan (pembantu polisi) pada masa pendudukan Jepang.
“Sejak awal karier militernya pada masa revolusi, Soedjono Hoemardani ditugaskan mengelola bidang ekonomi dan keuangan. Sebagai anggota Badan Keamanan Rakyat (BKR), suatu organisasi keamanan yang kelak berubah menjadi Tentara Nasional Indonesia dan berhubungan dengan Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP), dia ditunjuk sebagai ketua bagian keuangan BPKKP di sekitar Solo,” tulis Michael Sean Malley dalam "Soedjono Hoemardani dan Orde Baru" dalam Prisma edisi khusus 20 tahun Prisma Di Atas Panggung Sejarah Dari Sultan ke Ali Moertopo (1991:105).