Tak Lulus Sekolah, tapi Mohamed Hamdan Dagalo atau Hemeti Kini Menjabat Wakil Presiden
Siapa sangka jika dia tak lulus sekolah, tapi Mohamed Hamdan Dagalo kini menjabat wakil presiden.
Tidak lama kemudian pemimpin muda ini, membantu memobilisasi pejuang Janjaweed.
Uang, Kekuasaan, dan Perang
Seperti pria lain di daerah terpencil ini, Hemeti memandang perang sebagai "sarana untuk mendapatkan uang", kata Alex de Waal, yang terlibat dalam perundingan perdamaian di tahun 2006 dan seorang penulis.
Berbagai pemerintahan yang berkuasa di Sudan sejak tahun 1980-an bergantung kepada pasukan paramiliter untuk mengatasi pemberontakan.
Sebagai imbalannya para milisi dapat "menjarah, mencuri, menguasai wilayah dan menjadi berpengaruh karena menggunakan kekuatan fisik yang 'dilegitimasi', kata De Waal.
Kekejaman yang Berguna
Saat melakukan teror terhadap warga sipil, ribuan desa diratakan dan perempuan diperkosa di depan umum.
PBB memperkirakan lebih dari 300 ribu orang meninggal dunia.
Bahkan sekarang pun, sekitar 5,5 juta orang, termasuk 2,6 juta anak-anak masih memerlukan bantuan kemanusiaan, kata UNICEF.
Tetapi bagi pemimpin kelompok paramiliter yang berperang untuk pemerintah Sudan, kekejaman mereka berguna.
Pada tahun 2006, ribuan petempur Janjaweed secara resmi menjadi bagian pasukan keamanan, terutama Brigade Intelijen Perbatasan.
Milisi Menaikkan Harga
Tetapi milisi merasa tidak menerima bayaran yang cukup, sehingga sebagian dari mereka memberontak melawan Khartoum.
Pada akhir tahun 2007, Hemeti membawa milisinya ke pegunungan dan baru kembali mendukung Khartoum setelah mendapatkan uang dan senjata.
"Kami hanya ingin mendapatkan perhatian pemerintah, mengatakan kepada mereka bahwa kami ada di sini, untuk mendapatkan hak kami: pangkat militer, posisi politik dan pembangunan di daerah kami," kata Hemeti pada tahun 2009.