Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

WhatsApp Akan Kembali Dibatasi Selama Sengketa Pilpres di MK, Siap-siap Beralih ke VPN / Telegram

WhatsApp Akan Kembali Dibatasi Selama Sengketa Pilpres di MK, Siap-siap Beralih ke VPN / Telegram

Editor: Waode Nurmin
KompasTekno
WhatsApp Akan Kembali Dibatasi Selama Sengketa Pilpres di MK, Silahkan Beralih ke VPN / Telegram 

TRIBUN-TIMUR.COM - Pemerintah rencananya akan kembali melakukan pembatasan penggunaan media sosial WhatsApp.

Pembatasan itu rencananya akan dilakukan setelah melihat proses sengketa Pilpres 2019

Jumat (14/6/2019) esok hari, Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar sidang perdana terkait permohonan sengketa Pilpres 2019 yang diajukan Prabowo-Sandi.

Jika situasi memanas dan menjadi tak kondusif, Kementerian Komunikasi dan Informatika ( Kominfo) RI membuka peluang untuk kembali membatasi penggunaan WhatsApp dan media sosial guna menekan penyebaran hoaks.

Hal tersebut diutarakan oleh Plt. Kepala Humas Kementerian Kominfo, Ferdinandus Setu.

Menurut dia, pihak Kominfo akan melihat terlebih dahulu seperti apa eskalasi berita hoaks yang beredar melalui media sosial pada besok hari hingga pengumuman keputusan sidang.

Baca: Facebook, Instagram & WhatsApp Down - Ini Alasan Pemerintah Batasi Aplikasi Medsos Saat Aksi 22 Mei

Baca: Berikut Daftar 35 Nama Tim Hukum TKN Jokowi-Maruf di Sengketa Pemilu, Diketuai Yusril Ihza Mahendra

Baca: Daftar Orang yang Ditangkap karena Sebar Hoaks, dari Bos Jasa Satpam, Dokter hingga Politisi PAN

Ferdinandus juga mengatakan, pembatasan akses ke media sosial dapat dilakukan jika penyebaran pesan bernada hasutan meningkat dan disertai adanya kejadian yang membahayakan NKRI.

"Situasional dan Kondisional. Jika eskalasi berita hoaks dan hasutan meningkat sangat luar biasa disertai dengan kejadian di sekitar MK yang membahayakan keutuhan NKRI," ungkap Ferdinandus saat dihubungi KompasTekno, Kamis (13/6/2019).

Pembatasan yang dilakukan akan serupa dengan yang dilakukan Kominfo saat situasi memanas pascapemilu pada 21 dan 22 Mei lalu.

Kominfo membatasi sejumlah fitur pada media sosial dan layanan chat WhatsApp, seperti mengirim & menerima gambar, bukan memblokir sepenuhnya.

Selain itu, Kominfo pun sempat mengimbau agar pengguna smartphone tidak menggunakan VPN karena dapat membahayakan data pengguna.

Seperti diketahui, pada 14 Juni 2019 MK akan menggelar sidang perdana untuk memutuskan lanjut atau tidaknya sengketa ke tahapan persidangan dengan mempertimbangkan permohonan beserta barang bukti yang diajukan (Putusan Sela).

Sebelumnya, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menolak hasil rekapitulasi nasional yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Berdasarkan hasil rekapitulasi KPU, pasangan Prabowo-Sandiaga kalah suara dari pasangan calon presiden dan wakil presiden 01, Jokowi-Ma'ruf.

Selisih suara keduanya mencapai 16.594.335. Adapun Jokowi-Ma'ruf unggul dengan 85.036.828 suara atau 55,41 persen. Sementara Prabowo-Sandi mendapatkan 68.442.493 suara (44,59 persen).

Menurut jadwal, sidang putusan dari sidang perdana esok hari akan digelar pada 28 Juni mendatang.

Baca: Facebook, Instagram & WhatsApp Down - Ini Alasan Pemerintah Batasi Aplikasi Medsos Saat Aksi 22 Mei

Baca: Berikut Daftar 35 Nama Tim Hukum TKN Jokowi-Maruf di Sengketa Pemilu, Diketuai Yusril Ihza Mahendra

Baca: Daftar Orang yang Ditangkap karena Sebar Hoaks, dari Bos Jasa Satpam, Dokter hingga Politisi PAN

Telegram dan VPN

Saat WhatApp down dan error karena penggunaannya sedang dibatasi, warganet di Tanah Air menyiasatinya agar tetap lancar berkomunikasi melalui aplikasi pesan instan.

Pantauan Tribun-Timur.com, ada 2 cara alternatif dipakai.

Pertama, dengan menggunakan Virtual Private Network (VPN).

Ada sejumlah aplikasi VPN untuk menembus blokiran WhatsApp.

Cara ini ramai disebar melalui WhatsApp oleh netizen.

Kedua, menggunakan Telegram.

Telegram memiliki fitur yang sama dengan WhatsApp dan bukan jadi sasaran pemblokiran oleh pemerintah, saat ini.

Melalui Telegram, pengguna dapat mengirim pesan dan bertukar foto, video, stiker, audio, dan tipe file lainnya.

Telegram juga menyediakan pengiriman pesan ujung ke ujung terenkripsi opsional.

Menkominfo Sarankan Warga ke Media Mainstream

Pengamat kebebasan berinternet memperingatkan bahwa pembatasan terhadap media sosial dan layanan perpesanan oleh pemerintah jangan sampai menjadi preseden.

Menteri Rudiantara mengatakan, akses ke sejumlah media sosial tersebut dibatasi karena perannya dalam penyebaran konten hoaks.

"Kita tahu modusnya adalah posting di media sosial, Facebook, Instagram, dalam bentuk video, meme, dan foto. Kemudian screen capture (tangkap-layar), viralnya bukan di media sosial, tapi di messaging system WhatsApp," jelas Rudiantara.

Salah satu hoaks yang beredar adalah adanya pengunjukrasa yang tewas tertempus peluru tajam aparat.
Salah satu hoaks yang beredar adalah adanya pengunjukrasa yang tewas tertempus peluru tajam aparat. (ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA)

"Jadi kita semua akan mengalami pelambatan kalau kita download (mengunduh) atau upload (mengunggah) video dan foto. Karena viralnya yang negatif besarnya mudaratnya ada di sana," imbuhnya.

Kini, kata Rudiantara, berita terkini terkait dengan aksi 22 Mei 2019 pun hanya bisa diakses melalui media arus utama.

"Yang biasanya main di media online, media sosial, sekarang kita kembali sementara ke media mainstream," cetusnya.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) RI, Wiranto mengatakan pemerintah belum dalam memastikan sampai kapan pembatasan itu akan berlangsung.

Menkominfo RI, Rudiantara
Menkominfo RI, Rudiantara (TRIBUNNEWS.COM)

Namun, dia memastikan langkah ini dilakukan bukan untuk bertindak "sewenang-wenang", melainkan "suatu upaya untuk mengamankan negeri ini."

"Kita bersama-sama memiliki negeri ini, jadi berkorban dua-tiga hari untuk enggaklihat gambar kan tak apa-apa," ujar Wiranto.

Peneliti dari Jaringan Kebebasan Berekspresi Asia Tenggara atau SAFEnet, Matahari Timoer, menilai langkah pemerintah bisa diterima sebagai langkah darurat.

Pasalnya, menurut Matahari, hoaks tidak bisa dilawan hanya dengan informasi yang benar.

Baca: Facebook, Instagram & WhatsApp Down - Ini Alasan Pemerintah Batasi Aplikasi Medsos Saat Aksi 22 Mei

Baca: Berikut Daftar 35 Nama Tim Hukum TKN Jokowi-Maruf di Sengketa Pemilu, Diketuai Yusril Ihza Mahendra

Baca: Daftar Orang yang Ditangkap karena Sebar Hoaks, dari Bos Jasa Satpam, Dokter hingga Politisi PAN

"Orang yang menyebarkan hoaks itu tidak bisa disadarkan hanya dengan 'eh ini hoaks'. Itu saya ngalamin banget, saya mendapatkan informasi di grup, saya katakan itu hoaks, saya sebarkan tautan dari Mafindo (Masyarakat Anti Fitnah Indonesia), mereka enggak percaya. Mereka lebih percaya dengan informasi yang mereka dapatkan dari pimpinannya, dari lingkungannya, dari orang-orang yang memang satu perjuangan dengan mereka, satu aliran politik, satu identitas politik."

"Nah, dalam situasi yang semakin rumit per 21 Mei tadi pagi, dan antisipasi 22 Mei ini saya pikir membatasi akses untuk menyebarkan image dan video itu perlu dilakukan oleh pemerintah," kata Matahari menjelaskan.

Namun, ia mewanti-wanti bahwa pemerintah juga harus bertanggung jawab kepada masyarakat dengan melaporkan secara transparan mengenai efektivitas pembatasan akses ini.

"Pemerintah juga harus memberikan laporan kepada publik apakah efektif apa yang sudah dilakukan, informasi-informasi seperti apa yang dengan pembatasan seperti itu akhirnya tidak sampai, tidak menyebar," kata Matahari.

Dapatkan news video terbaru di kanal YouTube Tribun Timur:

Follow juga akun Instagram tribun-timur.com:

Ia juga memperingatkan, jangan sampai pembatasan akses ini menjadi preseden — bahwa setiap ada masalah, pemerintah lantas menutup akses media sosial untuk masyarakat.

Kerusuhan yang terjadi di sejumlah tempat setelah pengumuman hasil rekapitulasi suara pemilu 2019 telah mengakibatkan enam orang meninggal dunia. Polisi mengatakan kerusuhan tersebut sudah diatur dan disebabkan oleh provokator.(*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kominfo Bisa Kembali Batasi WhatsApp dkk saat Sidang MK Besok" dan  BBC News Indonesia dengan judul 'WhatsApp: Aplikasi media sosial dibatasi untuk menangkal penyebaran konten hoaks'

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Medium

    Large

    Larger

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved