Sengketa Pilpres di MK
Ini 2 Poin Kejanggalan Tuntutan Prabowo - Sandi di MK Versi Pakar Hukum Tata Negara, Bisa Menang?
Ini 2 Poin Kejanggalan Tuntutan Prabowo - Sandi di MK Versi Pakar Hukum Tata Negara, Bisa Menang?
Ini 2 Poin Kejanggalan Tuntutan Prabowo - Sandi di MK Versi Pakar Hukum Tata Negara, Bisa Menang?
TRIBUN-TIMUR.COM - Pilpres 2019 belum selesai setelah Pasangan No Urut 02 Prabowo Subianto - Sandiaga Uno menggugat putusan KPU yang memenangkan Jokowi - Maruf Amin ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Namun menurut Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari, poin tuntutan Prabowo - Sandiaga di MK ada yang ganjil.
Dua poin ganjil ini membuat Prabowo - Sandi sulit untuk menang di MK.
Baca: Mendadak Mahfud MD Tiba-tiba Komentari Gaya Pakaian Atta Halilintar, Ini Terjadi Kemudian
Baca: Wajib Diperhatikan Pelamar Pendaftaran SBMPTN Dibuka Besok Ini 8 Pengumuman Penting LTMPT, Liat No 7
Baca: Punya Banyak Grup Whatsapp? Jangan Khawatir Ini Tips Agar Memori Ponsel Tak Cepat Penuh
Baca: Jangan Coret Persija di Bursa Juara Liga 1 CEO Perkenalkan Pelatih Baru, Persib-PSM Harus Waspada
Feri Amsari menyebut ada dua poin dari 7 poin petitum atau tuntutan sengketa kubu 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang janggal.
Hal itu dikatakannya saat menjadi narasumber dalam program Kompas TV, Mencari Pemimpin, Jumat (7/6/2019).
Menurutnya, poin yang janggal itu yakni pada poin ke 4 yang berbunyi 'Membatalkan (mendiskualifikasi) pasangan calon presiden dan wakil nomor urut 01, Presiden H Joko Widodo dan KH Mar'uf Amin sebagai Peserta Pilpres 2019'.
"Memang yang janggal dari tujuh ini cuma dua saja. Satu mendiskualifikasi calon Jokowi, yang itu bukan kewenangan MK, kewenangannya itu ada di Bawaslu KPU," ujar Feri.
Lantas pada poin lain, yakni di poin 5, juga dirasa janggal.
Poin ke 5 berbunyi, 'Menetapkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02 H Prabowo Subianto dan H Sandiaga Salahudin Uno sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode 2019-2024'.
"Lalu yang kedua, menentapkan calon pemenang, itu bukan tugas Mahkamah Konstitusi," ungkapnya.
Menurutnya, hal itu bukan tugas MK, melainkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Mahkamah menjelaskan bahwa ada suara yang beralih, lalu nanti akan ditetapkan oleh KPU, kalau ada PSU (Pemilihan Suara Ulang), selesai PSU, maka nanti KPU menetapkan," jelasnya.
"Jadi tidak boleh juga salah petitum itu, sama saja mendalilkan sesuatu untuk peradilan perdata tapi di dalam peradilan pidana, jadi tidak tepat."
Jubirkum Badan Pemenangan Nasional (BPN) kubu 02 Parabowo Subianto-Sandiaga Uno, Sahroni pun menyanggah.