CITIZEN REPORT
Pengalaman Mahasiswa Asal Sulsel Berpuasa dan Wisuda Bulan Ramadan di Amerika Serikat
Laporan Ari Balla, asal Sulawesi Selatan yang mengambil program master double major di Southern Illinois University, AS, pada Linguistics dan TESOL
Penulis: CitizenReporter | Editor: Jumadi Mappanganro
Apalagi di musim final yang menuntut banyak kerja dan memberi banyak tekanan mental.
Dengan mata yang terkantuk-kantuk, saya mempersiapkan sahur. Seringkali saya ketiduran dan baru tersadar ketika sekitar 30 menit menjelang waktu sahur berakhir.
Apa boleh buat, secepat mungkin saya mempersiapkan yang bisa dpersiapkan versi kilat. Jadilah mi instan sebagai sayur dan telur dadar atau ayam siap saji sebagai lauk.
Biasanya saya selalu mengonsumsi ayam yang saya olah sendiri. Biar lebih sehat. Tetapi tidak semua hal bisa diajak kompromi seperti saat ini.
Dengan mata yang masih kantuk, sebisa mungkin saya menunggu azan subuh biar bisa salat berjamaah di masjid.
Terlibat Kasus Penganiayaan 2016, Lima Anggota Polda Sulsel Jadi Tersangka
Cincau Berformalin Beredar di Pasar Minasamaupa, Pallangga dan Panciro Gowa
Kadang berhasil, kadang tidak. Iman saya seperti tidak selalu sekuat dan seideal yang saya harapkan. Alhasil, tak jarang saya di rumah dan sedikit terlambat ketika salat berjamaah terlewat.
Pukul 7 pagi, teman Arab saya sudah menghubungi agar segera ke kampus. Kami memang mengerjakan proyek final yang harus segera dikumpul.
Dengan tubuh dan pikiran yang belum seutuhnya stabil, saya memaksa diri ke perpus lagi. Kadang saya tidak mandi hehe.
Saya selalu berencana tinggal belajar di perpus sampai menjelang berbuka hampir pukul 8 malam.
Tetapi rencana tidak selalu sesuai kenyataan dan saya tidak selalu sekuat yang saya kira.
Ketika siang atau sore dan tenggerokan mulai mengering disertai bibir pecah-pecah, disempurnakan pikiran yang tidak bisa diajak berdamai, saya memilih pulang ke rumah yang tak jauh. Istirahat.
“We are just human being, not a machine. Let’s go home and come back later.” Provokasi saya selalu pada Khalid, teman Arab saya.
Saya bersyukur masjid hanya sepelemparan tombak dari rumah. Jadilah saya berbuka di sana. Di sana pula saya makan.
Lalu saya balik ke rumah dulu lalu kembali untuk salat Isya dan tarawih yang jaraknya setelah berbuka hanya sekitar sejam. Selepas itu saya kembali lagi ke perpustaan bersama teman saya itu.
Kelelahan itu sudah pasti. Saya tidak bisa menyembunyikannya dari punggung yang sakit karena kebanyakan duduk dan dari mata merah yang terkantuk-kantuk kurang tidur. Apalagi saya bukan tipe mahasiswa yang bisa tahan belajar tiada henti.