OPINI
OPINI - Mengguritanya Pengemis di Kampus Peradaban
Penulis adalah Koordinator Kaderisasi FLP Ranting UIN Alauddin Makassar
Oleh:
Ika Rini Puspita
Koordinator Kaderisasi FLP Ranting UIN Alauddin Makassar
Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang di hadapi oleh seluruh dunia, utamanya Indonesia. Ia di pengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berkaitan antara satu dengan yang lain.
Kemiskinan yang parah inilah kemudian memicu setiap orang untuk melakukan segala cara agar bisa menghasilkan materi.
Kondisi tersebut kemudian “memaksa” seseorang untuk terlibat dan ikut serta berusaha keluar dari tingkat kesulitan hidup.
Bulan ramadhan merupakan bulan penuh kebaikan pun dijadikan kesempatan bagi para pengemis untuk meningkatkan penghasilannya selama sebulan.
Hal ini dikarenakan menurut mereka di bulan suci ramadhan banyak orang yang makin peduli dengan sesama sehingga jumlah pengemis pun semakin meningkat di bulan puasa.
Banyaknya pengemis dadakan di setiap bulan ramadan.
Baca: TNI dan Polisi Bagi-bagi Pabuka di Kecamatan Batang Jeneponto
Mengutip pendapat di skripsi Bagus Wahyu Azistianto (2012) dengan judul “kriminalisasi pengemis jalanan perspektif hukum Islam” faktor mengapa orang menjadi pengemis ada karena cacat fisik, miskin, dan malas juga menjadi salah satu penyebab utama.
Maka tidak jarang lampu merah, perempatan jalan, terminal, pasar, kampus, tempat ibadah dan tempat keramaian lainnya adalah tempat yang dianggap mudah untuk menghasilkan uang.
Hanya dengan menengadahkan tangan menggunakan peralatan sederhana (baca: pengemis) kita sudah teperdaya.
Kalau dilihat lagi dari keberadaan gelandangan atau pengemis secara umum sangatlah mengganggu.
Khususnya bagi pengguna jalan karena ketika mereka meminta, cara yang dilakukan untuk mendapat belas kasih dengan cara memaksa walaupun tidak langsung mengintimidasi.
Sebagai contoh di kampus peradaban, berbicara pengemis bukanlah sesuatu yang baru.
Dari saya Mahasiswa baru dan sekarang sudah semester delapan beberapa pelaku pengemis makin kurang ngajar.
Bagaimana tidak! Aktifitas memaksakan kehendak seperti membawa lari barang atau tas pun di lakoni.
Bukan hanya itu, jika tidak diberi uang aktivitas meludahi tak segan-segan dilakukan. Sudah banyak yang jadi korban, utamanya mahasiswa UINAM yang suka nongkrong di masjid kampus.
Baca: Tangkal Paham Radikal, Nahdlatul Ulama Safari Ramadan di Gowa
Bagi saya hal tersebut adalah perkara yang sangat urgen. Tapi, kita juga tidak semerta-merta menyalahkan si pengemis.
Sebab motif mereka berlaku demikian kita belum bisa memastikannya ia terpaksa, dipaksa atau karena memang malas.
Tapi, kalau penulis sendiri, jika ada yang meminta-minta saya tidak pernah memberi kalaupun memberi lihat dulu orangnya (bukan pelit atau tidak mau berbagi yah).
Tapi saya merasa bahwa dengan memberi adalah cara sistemik membuat si pengemis kian malas dan semakin menggurita.
Jika ini terus berlanjut produktivitas Indonesia akan mengalami kemerosotan, menambah pengangguran dan memperburuk ekonomi.
Sebab, jika melihat si pengemis masih banyak yang memiliki kemampuan fisik prima, kekar dan masih mampu untuk bekerja.
Predikat pengemis dianggap telah merusak nama baik agama. Bisa kita lihat kebanyakan pengemis adalah dia yang di KTP-nya berstatus Islam.
Baca: Kacabjari Rantepao Toraja Utara Buka Puasa Bersama
Baca: Remas JNB Gelar Festival Anak Muslim, Berikut Jenis Lombanya
Persoalan kemiskinan, memang perkara yang tidak pernah selesai dari tahun ke tahun.
Kejadian di atas adalah suatu kewajaran, dimana sistem kita yang menganut sistem demokrasi-kapitalisme.
Maka yang memainkan percaturan kehidupan adalah dia jika berduit dan jika tidak berduit maka si dia akan terpinggirkan.
Jika kita melihat fakta yang ada penyelesaian persoalan pengemis bukan hanya dengan memberikan bimbingan dan pengarahan kepada masyarakat.
Buktinya pengemis malah semakin bertambah dan berkembang biak.
Selalu ada saja kalangan masyarakat yang malas, nakal, melanggar dan tidak peduli hukum yang berlaku.
Problem sosial ini tidak hanya diselesaikan dengan edukasi semata.
Sepanjang sejarah Islam, ia terbukti mampu menjadi rahmat bagi seluruh alam, sehingga dapat mengatasi berbagai persoalan yang menimpa umat manusia (baca: ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, kesehatan bahkan perpolitikan).
Baca: Lewat Buka Bersama, Kalla Toyota Tingkatkan Sinergi dengan Mitra
Saat kita baca sejarah, pada masa kekhalifaan Umar bin Abdul Aziz, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Ubaid bahwa Gubernur Baghdad Yasid bin Abdurrahman mengirim surat kepada Amirul Mukminin tentang melimpahnya dana zakat di baitulmal karena sudah tidak ada lagi yang mau menerima zakat.
Lalu Umar memerintahkan untuk memberi upah kepada yang biasa menerimah upah, dijawab oleh Yasid “Kami sudah memberikannya tapi dana begitu banyak di baitumal,”.
Lalu Umar mengintruksikan memberikan kepada meraka yang berhutang dan tidak boros. Yasid berkata kami sudah bayarkan hutang-hutang mereka tapi dana di baitulmal begitu banyak.
Kemudian Umar kembali memerintahkan agar mencari lajang yang ingin menikah agar dinikahkan dan dibayarkan maharnya.
Dijawab lagi, kami sudah menikahkan mereka dan bayarkan maharnya tetapi dana di baitulmal begitu banyak.
Lalu Umar kembali memerintahkan mencari seseorang yang mempunyai usaha dan kekurangan modal, lalu memberinya modal tanpa harus mengembalikannya.
MasyaAllah luar biasa kegemilangan Islam.
Fakta sekarang, orang malah berlomba-lomba ingin terlihat miskin walaupun mereka berkecukupan. (*)
Catatan: tulisan ini telah terbit di Tribun Timur edisi cetak, Kamis (23/05/2019)