Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

OPINI

Mengembalikan Esensi Bagi Hasil Syariah

Praktik bank syariah di lapangan belum sesuai dengan yang telah difatwakan oleh DSN. Masih perlu ditinjau ulang.

Editor: syakin
Dok
Syahruni Syahrul, Mahasiswa Pascasarjana UIN alauddin Makassar 

Syahruni Syahrul
Mahasiswa Pascasarjana UIN alauddin Makassar

Bagi hasil merupakan upaya pencapaian kemaslahatan umat dengan prinsip syariah. Perbedaan mendasar suatu entitas bisnis syariah dan konvensional terletak pada besarnya pengembalian dan pembagian keuntungan. Biasa disebut bunga pada lembaga konvensional dan bagi hasil pada lembaga syariah.

Bagi hasil dan bunga memiliki banyak perbedaan. Masyarakat awam menganggap kedua hal itu sama saja padahal terdapat banyak perbedaan baik yang terkait kerangka konseptual maupun praktiknya.

Ketika memperoleh pencapaian usaha (laba), laba (profit) akan dibagikan sesuai kesepakatan kepada pihak yang terlibat dalam usaha tersebut yaitu Shahibul Mal (Pemilik modal) dan Mudarib (pengusaha). Begitupun sebaliknya, apabila usaha mengalami kerugian, akan ditanggung bersama secara adil.

Keseimbangan antara peluang untung dan risiko rugi adalah landasan konsep bagi untung dan rugi (profit and loss sharing) dalam Lembaga Keuangan Syariah. Saat seseorang berharap bisa mendapatkan keuntungan dalam sebuah akad bagi hasil, dia juga harus siap menanggung risiko rugi.

Jika ada satu pihak hanya bisa mendapat keuntungan dan bebas dari risiko rugi, berarti terdapat kezaliman dalam akad tersebut.Pendapatan yang diperoleh dalam bagi hasil bersifat dinamis (mudah berubah) sesuai dengan keadaan usaha. Sedangkan pada sistem bunga, pendapatan yang diterima bersifat statis (tetap).

Jika usaha nasabah sedang merugi, maka utang memiliki bunga yang tetap dan jumlah pembayarannya sama pada setiap periodenya. Keuntungan yang diperoleh dalam sistem bagi hasil juga harus jelas, misal untuk investor 40% dan pengusaha 60%, atau 50%-50%.

Keuntungan didapatkan dari persentase keuntungan bersih bukan dari modal.Besar persentase tergantung kesepakatan antara kedua belah pihak. Pembagian keuntungan dianggap sah apabila seluruh modal investor telah kembali seluruhnya.

Pengusaha tidak boleh mengambil keuntungan apapun. Sampai modalnya kembali 100%,barulah dibagi keuntungannya sesuai persentase yang disepakati. Sehingga keduanya berpotensi sama, untuk untung dan juga rugi.

Jika terjadi kerugian, maka investor berkurang modalnya dan untuk pengusaha dia tidak mendapatkan hasil dari jerih payahnya. Kerugiannya menanggung beban waktu dan tenaga yang seharusnya juga dapat diukur dengan materi.

Sebagai contoh, pada akhir pembagian hasil pengusaha hanya bisa menghasilkan 70% modal, maka 70% harus diserahkan seluruhnya kepada investor dan pengusaha tidak mendapatkan hasil dari usahanya.Investor bisa menuntut pengusaha apabila ternyata menyepelekan bisnisnya atau menggunakan harta diluar kebutuhan usaha, seperti dipakai untuk kepentingan pribadi.

Bagi hasil untuk kemaslahatan umat dengan prinsipsyariah. Prinsipsyariah meliputi keadilan, maslahah dankeseimbangan. Berupa aspek material dan spiritual, aspek privat dan publik, bisnis dan sosial, dan tidak melakukan transaksi yang mengandung kezaliman.

Mekanisme perhitungan bagi hasil meliputi (net revenue sharing) dan bagi untung (profit sharing). DSN MUI melalui Fatwa No. 15/DSN-MUI/IX/2000 mengizinkan kedua metode tersebut.

Namun,merekomendasikan bagi hasildari total pendapatan kotor sebelum dikurangi biaya operasional dibandingkan bagi untungberdasarkan laba bersih. Padahal, bagiuntung (profit sharing) dianggap lebih adil, karena keuntungan bersih tidak lagi menimbulkan kerugian materikarena biaya operasional telah dikurangkan. Bagi untung (rugi) yang diterima pihak yang berakad lebih jelas.

Selain itu, DSN-MUI telah menerbitkan fatwa no: 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang aturan salah satu akad bagi hasil yaitu mudarabah. Fatwa ini menjadi pedoman praktik perbankan syariah.Pada fatwa tersebut, DSN menyatakan“Lembaga Keuangan Syariah sebagai penyedia dana, menanggung semua kerugian akibat dari mudarabahkecuali jika mudarib (nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian.”

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved