Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

#SaveDokterAni Trending, Surat Panggilan Polisi dr Ani Hasibuan Bongkar Kematian 544 Petugas KPPS

Masyarakat heboh membicarakan sosok dokter Ani Hasibuan.Sang dokter mencari tahu tentang kematian ratusan anggota KPPS selama proses Pemilu 2019

Editor: Rasni
Tribunnews
#SaveDokterAni Trending, Surat Panggilan Polisi dr Ani Hasibuan Bongkar Kematian 544 Petugas KPPS 

#SaveDokterAni Trending, Surat Panggilan polisi ke dr Ani Hasibuan Bongkar Kematian 544 petugas KPPS

TRIBUN-TIMUR.COM -  Beberapa waktu terakhir masyarakat heboh membicarakan sosok dokter Ani Hasibuan

Sang dokter muncul saat mencari tahu tentang kematian ratusan anggota KPPS selama proses Pemilu 2019

Dokter Ani Hasibuan mengaku merasa janggal atas kematian massal tersebut.

Menurutnya tidak mungkin seseorang Meninggal Dunia karena faktor kelelahan.

Baca: Terungkap Misteri Kematian Ratusan KPPS Pemilu 2019,Kemenkes Temukan Ini, dr Ani Hasibuan Benar?

Baca: Digugat dr Ani Hasibuan, Kemenkes Sebut Ada 13 Penyakit Penyebab Petugas KPPS Meninggal Dunia

Baca: Terungkap Foto dan Video Siapa Ani Hasibuan, Dokter Gugat Kematian KPPS saat Debat Adian Napitupulu

Yang ada biasanya kelelahan memicu penyakit seseorang kambuh dan menyebabkan kematian. 

Sontak sejumlah politisi bereaksi dan menentang pendapat Ani Hasibuan tersebut. 

Belakangan, beredar surat panggilan polisi untuk dokter Ani Hasibuan

Sontak sahabat dan masyarakat kaget. 

dr Ani Hasibuan
dr Ani Hasibuan (twitter)

Hal tersebut viral di media sosial bahkan Trending Topic di Twitter. 

Pantauan tribuntimur.com di Twitter pukul 14.23 WITA #SaveDokterAni dan #SaveDokterAniHasibuan menjadi Trending Topic ketiga setelah #RamadanEkstra17Mei dan #BTSonLSSC di posisi pertama dan kedua. 

Beberapa postingan antara lain: 

@dr_koko28: Teman-teman, saya minta lambungkan tagar berikut ini #SaveDokterAni #SaveDokterAniHasibuan. Saya begitu kaget membaca surat-surat yang beredar di lini masa. Padahal tak ada satupun pernyataan beliau berupa kebencian dan berita bohong. Hanya pertanyaan & kepedulian thd KPPS kita.

@toviculfadhli: Cuma di Indonesia orang bicara sesuai keilmuan, dianggap memecah belah, orang kritik dianggap makar, memang harus sakti jadi orang Indonesia #SaveDokterAni

@AkunTofa: RIP justice for all #SaveDokterAni

@dr_koko28: Semoga selalu di beri kesabaran #SaveDokterAni #SaveDokterAniHasibuan

(TRIBUNTIMUR.COM/RASNIGANI)

Terungkap Misteri Kematian Ratusan KPPS Pemilu 2019,Kemenkes Temukan Ini, dr Ani Hasibuan Benar?

Kementerian Kesehatan mengambil langkah cepat menjawab misteri meninggalnya ratusan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) Pemilu 2019. 

Upaya yang dilakukan Kementerian yaitu melakukan autopsi verbal di 34 provinsi. 

Namun saat ini, Kemenkes baru merampungkan autopsi 17 privinsi. 

Perwakilan Dirjen Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Tri Hesti Widyastuti mengatakan, dari 34 provinsi tersebut, 17 di antaranya sudah selesai diautopsi verbal.

Autopsi verbal adalah investigasi atas kematian seseorang melalui wawancara dengan orang terdekat korban, mengenai tanda-tanda kematian.

"Memang ini belum dapat dipublikasikan, jadi masih data sementara. Ini masih 17 dari 34 provinsi. Jadi masih menunggu hasil keseluruhannya," kata Tri Hesti Widyastuti dalam diskusi 'Membedah Persoalan Kematian Mendadak Petugas Pemilu dari Perspektif Keilmuan', di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Senin (13/5/2019).

Tri Hesti mengungkapkan, berdasarkan lokasi, petugas KPPS meninggal dunia pasca-Pemilu 2019 paling banyak berada di luar DKI Jakarta.

Serta, kematiannya tidak terjadi pada 17 April 2019 alias saat pemungutan suara, melainkan setelah proses pemungutan suara dilakukan.

"Angka kejadian meninggalnya jarang terjadi saat tanggal 17, tapi setelah beberapa hari menjalani perawatan. Tanggal 21 sampai 25 April baru ada yang meninggal," bebernya.

Dalam proses dilakukannya autopsi verbal, menurut Hesti, telah melalui surat edaran Dinkes Provinsi, selanjutnya berkoordinasi dengan puskesmas tiap daerah, untuk mengirim petugasnya melakukan autopsi verbal kepada KPPS yang sakit maupun yang meninggal. 

Dari hasil tersebut, didapat fakta petugas KPPS meninggal berusia di atas 50 tahun. Pemicu kematian terbanyak adalah gagal jantung dan strok.

"Kesimpulan baru 17 provinsi, ada beberapa belum diketahui masih kita telusuri. Tapi penyebab terbanyak, gagal jantung, stroke, kecelakaan lalu lintas," ungkapnya.

Sebelumnya, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyayangkan pemberitaan bohong alias hoaks petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) bernama Sita Fitriati tewas diracun, beredar di sosial media.

"Pertama kita sangat sedih kalau ada pihak memberitakan bohong atau fitnah, dipolitisasi seakan-akan korban meninggal akibat itu (diracun)," ujar anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin saat ditemui di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Sabtu (11/5/2019).

"Kita sangat menyesalkan. Mengutuk praktik-praktik di luar sisi kemanusiaan, misalnya ada korban meninggal karena diracun," imbuhnya.

Afifuddin menjelaskan, berdasarkan pengamatan Bawaslu, penyebab petugas KPPS meninggal bervariasi, namun didominasi oleh faktor fisik seperti kelelahan.

"Ada juga faktor psikologis. Mereka kerja beruntun, apalagi harus hadapi tekanan publik. Pengawasan sangat ketat secara psikologis juga berdampak," ulasnya.

"Kalau daya tahan tubuh sedang lemah dan penyakit lain juga bisa memicu. Intinya tidak ada korban meninggal atas apa yang dipikirkan itu terjadi," tambahnya.

Afifuddin memberikan penghormatan setinggi-tingginya kepada petugas KPPS yang gugur.

"Mari doakan agar dapat diterima di sisi terbaik, sambil melanjutkan perjuangan mereka dengan proses rekapitulasi dari tingkat provinsi ke nasional," ajaknya.

Sebelumnya, petugas KPPS meninggal bernama Sita Fitriati asal Bandung, dijadikan bahan hoaks oleh pihak tidak bertanggung jawab.

Pemilik akun Facebook bernama Doddy Fajar dan akun Twitter PEJUANG PADI @5thsekali, menyebarkan berita bahwa Sita Fitriati, petugas KPPS 32, RW 23, Kelurahan Kebon Jayanti, meninggal dunia akibat diracun.

Informasi tersebut dibantah oleh kakak Sita Fitriati, Muhammad Rizal. Menurutnya, terdapat sejumlah informasi yang salah terkait adiknya itu. Keluarga korban pun mengaku telah melaporkan kejadian tersebut ke pihak kepolisian.

Kabar meninggalnya Sita Fitriati, petugas KPPS di Kelurahan Kebonjayanti, Kecamatan Kiaracondong, Kota Bandung, Jawa Barat, karena diracun, dipastikan hoaks.

Menurut Muhammad Rizal, kakak korban, Sita meninggal dunia bukan karena diracun seperti informasi hoaks yang beredar tersebut.

Rizal mengatakan, adiknya meninggal karena sakit. Dan sebelum Pemilu 2019, adiknya memang sedang sakit.

"Sita ini memang sebelumnya sakit, cuma dia enggak pernah mengeluh sakitnya apa. Jauh sebelum Pemilu juga memang sudah agak kurang sehat sepertinya," ujar Rizal kepada Tribun Jabar melalui sambungan telepon, Sabtu (11/5/2019).

"Meninggalnya itu hari kemarin, tanggal 8 Mei 2019. Sebelum meninggal itu dirawat di rumah sakit selama tiga hari," sambungnya.

Rizal mengaku kaget atas informasi hoaks tersebut. Apalagi, dalam informasi hoaks yang disebarkan itu, umur dan TPS-nya pun salah.

"Sita Fitriati itu betul adik saya, tapi umur 21 itu salah, yang benar 23. Ngarang-ngarang saja itu orang. Adik saya itu tugas di TPS 33, sedangkan yang dilingkari itu TPS 34," bebernya.

Selain itu, informasi hoaks yang menampilkan foto adiknya yang dilingkari itu, ternyata juga bukan adiknya.

"Foto juga salah, latar belakang pendidikan juga salah," jelasnya.

Dengan adanya informasi hoaks tersebut, pihaknya langsung melaporkan hal tersebut kepada pihak kepolisian setempat.

Kapolsek Kiaracondong Kompol Asep Saepudin juga memastikan hoaks petugas KPPS tewas diracun.

"‎Bukan, itu hoaks. Kami sudah menerima laporan tersebut dari keluarga petugas KPPS tersebut," ujar Kapolsek Kiaracondong Kompol Asep Saepudin via ponselnya, Jumat (10/5/2019).

Kapolsek lantas menerangkan informasi sebenarnya di balik kematian ‎petugas KPPS itu. Kata dia, petugas KPPS bernama Sita Fitriati meninggal karena sebelumnya menderita penyakit TBC.

"Itu TBC sudah lama. Sedang dalam berobat dia jadi anggota KPPS. Pada saat pencoblosan, dia ngedrop, pulang jam 12 siang. Sampai kemarin dirawat di Rumah Sakit Hasan Sadikin enggak sembuh, terus meninggal dunia," papar Asep.

Informasi yang menyatakan bahwa Sita meninggal karena diracun tidak bisa diterima akal sehat. Sebab, kepastian meninggal diracun harus didukung alat bukti medis.

"Kalau benar (diracun) kita pasti bertindak, justru ini hoaks," cetus Asep.

Ada pun informasi yang disebar di media sosial itu adalah:

"Ditemukan zat kimia C11H16NO2PS dalam tubuh korban KPPS, efek dari Racun....VX (nama IUPAC: O-ethyl‎ S-[2- (diisopropylmino) ethyl] methyphosphonothioate) merupakan senyawa golongan organofosfat yang sangat beracun."

Akun itu juga menggunggah dua foto. Pertama, memperlihatkan adanya gambar dengan tulisan 'Misteri Kematian Petugas KPPS 2019', dan foto kedua tampak dua perempuan dan salah satunya diduga sebagai petugas KPPS meninggal. 

Lalu benarkah yang disampaikan dokter Ani Hasibuan?

Dilansir dari tayangan Catatan Demokrasi Kita edisi Selasa (8/5/2019), Ani Hasibuan tampak memberikan analisanya terkait dengan beban kerja dari petugas KPPS.

Menurutnya, beban kerja yang diemban petugas KPPS tidak memiliki kelebihan yang berarti.

"Saya melihat beban kerjanya KPPS. Itu beban kerjanya saya lihat tidak ada fisik yang sangat capek. Kan dia bergantian ada 7 orang. Ada aturan boleh bergantian," ungkap dokter Ani Hasibuan.

Karenanya, jika ada pernyataan yang menyebut bahwa ratusan petugas KPPS meninggal karena kelelahan menurut Ani Hasibuan adalah tidak tepat.

"Jadi kematian karena kelelahan saya belum pernah ketemu. Saya ini sudah 22 tahun jadi dokter belum pernah saya ketemu adalah penyebab kematian karena kelelahan," imbuh dokter Ani Hasibuan.

Detik-detik dr Ani Hasibuan Sebut Adian Napitupulu 'Bodoh' Saat Debat 554 Petugas KPPS Meninggal

Kematian 554 orang petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara ( KPPS) nyatanya membuat dokter Ani Hasibuan memberikan analisanya dari segi medis.

Sebagai dokter spesialis syaraf, Dr Ani Hasibuan menyebut bahwa faktor kelelahan tidak bisa begitu saja menjadi penyebab kematian seseorang.

Dilansir dari tayangan Catatan Demokrasi Kita edisi Selasa (8/5/2019), Ani Hasibuan tampak memberikan analisanya terkait dengan beban kerja dari petugas KPPS.

Menurutnya, beban kerja yang diemban petugas KPPS tidak memiliki kelebihan yang berarti.

"Saya melihat beban kerjanya KPPS. Itu beban kerjanya saya lihat tidak ada fisik yang sangat capek. Kan dia bergantian ada 7 orang. Ada aturan boleh bergantian," ungkap dokter Ani Hasibuan.

Karenanya, jika ada pernyataan yang menyebut bahwa ratusan petugas KPPS meninggal karena kelelahan menurut Ani Hasibuan adalah tidak tepat.

"Jadi kematian karena kelelahan saya belum pernah ketemu. Saya ini sudah 22 tahun jadi dokter belum pernah saya ketemu adalah penyebab kematian karena kelelahan," imbuh dokter Ani Hasibuan.

Baca: Fadli Zon Bikin Adian Napitupulu Kalah Telak di Pileg, Anak Ketum Golkar Juga Gagal ke Senayan

Baca: Bocor Jejak Digital Dokter Gugat Kematian KPPS, Foto dan Video Viral Ungkap Siapa Sosok Ani Hasibuan

Namun, berbeda kasusnya ketika ada seseorang yang memiliki riwayat penyakit kronis lalu meninggal akibat kelelahan.

Sebab menurutnya, kelelahan itu bisa memicu penyakit kronisnya itu muncul.

"Kalau dia ada gangguan jantung di awal, oke. Kemudian fisiknya diforsir kemudian sakit jantungnya terpicu dia meninggal, karena jantungnya dong bukan karena kelelahan," kata Ani Hasibuan.

Adian Napitupulu dan dokter Ani Hasibuan (Youtube channel Indonesia Lawyers Club)
Lebih lanjut, Ani Hasibuan pun mengungkap analisa selanjutnya berkenaan dengan penyebab kematian seseorang.

Lantas dengan tegas, dokter Ani Hasibuan menyebut bahwa kelelahan sejatinya tidak bisa secara langsung membuat seseorang meninggal.

"(Beban kerja, kondisi fisik bisa jadi pemicu meninggal ?) pemicu kalau dia punya penyakit. Misalnya ada orang dengan tumor otak, tapi beban kerjanya besar, mikir, psikis yaudah ada masalah di neurotransmitir. Bukan karena capeknya,"

"(Kelalahan bisa membuat orang meninggal ?) Tidak," pungkas Ani Hasibuan.

Tak hanya itu, Ani Hasibuan pun meminta kepada KPU agar mengusut dengan jeli penyebab kematian ratusan petugas KPPS tersebut.

Bahkan, Ani Hasibuan menyarankan untuk melakukan otopsi kepada jasad dari petugas KPPS yang meninggal dunia tersebut.

"Tiba-tiba KPU jadi dokter forensik, menyebutkan COD (Cause of death) kelelahan. Mana buktinya ? pemeriksaannya ? Yang saya minta ayo dong diperiksa. Saya enggak ada urusan soal politik. KPU harus tanggung jawab. Urus nih kenapa yang 500 orang meninggal ? Saya minta ini diotopsi," sambungnya.

Baca: Benarkah Ustadz Abdul Somad Dipecat dari Dosen karena Temui Prabowo? ini Penjelasan Rektor UIN Suska

Baca: Live Trans 7, Live Streaming Mata Najwa Demi Demokrasi Curhat Keluarga Petugas KPPS yang Meninggal

Mendengar pernyataan Ani Hasibuan, politisi partai PDI Perjuangan, Adian Napitupulu tampak tak terima.

Sebab, Adian Napitupulu tampak tak terima dengan salah satu pernyataan Ani Hasibuan sebelumnya yang menyangkut perihal beban kerja petugas KPPS.

Menurut Adian Napitupulu, dokter Ani Hasibuan tampak menghakimi pekerjaan dari petugas KPPS.

"Saya itu berharap tadi mendengarkan analisa medis tanpa dibumbui pernyataan tendesius apapun termasuk menghakimi pekerjaan KPPS,"

"KPPS tuh apa sih kerjaannya cuma nyatat-nyatat doang ? Sebagai dokter analisanya medis saja. Enggak perlu kemudian menghakimi apa yang mereka kerjakan," ungkap Adian Napitupulu.

anggota KPPS di Kampung Cipayung, RT 02/02, Kelurahan Tengah, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor, Arman (70) hendak dimakamkan, Kamis (25/4/2019) sore. (TribunnewsBogor.com/Naufal Fauzy)
Menyambung pernyataannya, Adian Napitupulu pun meminta Ani Hasibuan memberikan pernyataan yang sesuai kapasitasnya saja.

Yakni dengan tidak menganalisa hal-hal di luar kapasitasnya sebagai seorang dokter.

"Ternyata ketika disampaikan Putu Arta (pekerjaan KPPS) tidak sekadar nyatat-nyatat kan ? Maksud saya yuk kita objektif. Dalam kapasitas dokter ya analisanya medis,"

"Jangan menganalisa beban kerja orang lain. Jangan kemudian menghakimi beban kerja KPPS cuma catat-catat kok meninggal. Ini tendesius menurut saya. Kan itu yang kemudian tertangkap publik. Sebagai dokter bicara sebagai dokter," kata Adian Napitupulu.

Protes yang dilayangkan Adian Napitupulu itu tampaknya membuat Ani Hasibuan ikut terpancing.

Baca: Fadli Zon Bikin Adian Napitupulu Kalah Telak di Pileg, Anak Ketum Golkar Juga Gagal ke Senayan

Baca: Bocor Jejak Digital Dokter Gugat Kematian KPPS, Foto dan Video Viral Ungkap Siapa Sosok Ani Hasibuan

Menurut Ani Hasibuan, poin utama yang ingin ia sampaikan bukan terletak pada penilaian terkait dengan beban kerja petugas KPPS.

"Bukan itu poin saya bang Adian. Orang ketua KPPS nya aja bilang kelelahan kok," timpal Ani Hasibuan.

Belum selesai Ani Hasibuan menyelesaikan kalimatnya, Adian Napitupulu pun langsung membalasnya dengan kekesalan berikutnya.

Hingga akhirnya, Ani Hasibuan pun kembali menimpali pernyataan dari Adian Napitupulu tersebut.

"Jangan masuk pada wilayah itu. Bicaralah dalam analisa medis. Jangan bicara tentang apa sih kerja KPPS ? cuma catat-catat saja. Kapasitas KPPS bukan cuma nyatat bu dokter ! Analisa medisnya tidak saya bantah. Saya bukan dalam kapasitas membantah persoalan medis," balas Adian Napitupulu.

"Saya tidak punya tendensi, ketua KPU mengatakan, meninggal karena kelelahan. Kelelahan macam apa yang menimbulkan gangguan pada hemodinamic system ? Kematian cuma karena dua, karena jantungnya berhenti, yang kedua karena batangnya otaknya berhenti. Dan itu tidak bisa hanya karena kelelahan murni," timpal Ani Hasibuan.

"Saya tidak bantah itu. Karena saya tidak dalam kapasitas pernyataan itu. Yang saya bantah adalah pernyataan dia yang 'apasih kerja KPPS ? cuma nyatat-nyatat doang ?' Itu yang saya bantah," ujar Adian Napitupulu.

Sambil melayangkan nada keras, Adian Napitupulu lantas melontarkan permintaan kepada Ani Hasibuan.

Yakni agar sang dokter tidak meremehkan pekerjaan petugas KPPS.

"Jangan ngomong begitu. Jangan remehkan pekerjaan KPPS. Jangan ada kesombongan profesi yang merendahkan pekerjaan orang lain, hanya mencatat-catat saja. Jangan !" pinta Adian Napitupulu.

Mendengar pernyataan keras dari Adian Napitupulu, Ani Hasibuan pun tampak mengabaikannya.

Ia lantas menyebut bahwa dirinya tidak pernah meremehkan pekerjaan siapapun.

"Enggak apa-apa deh mau ngomong apa aja. Enggak saya enggak meremehkan. Bodo," ungkap Ani Hasibuan.

Jangan Lupa Subscribe Channel Youtube Tribun Timur:

Follow juga Instagram Tribun Timur:

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved