OPINI
Marhaban Ya Ramadhan
Marhaban terambil dari kata rahb yang berarti ‘luas’ atau ‘lapang’, sehingga marhaban menggambarkan bahwa tamu disambut dan diterima
Oleh: Muh. Affian
Mahasiswa Ilmu Al-Qur'an & Tafsir Pascasarjana UIN Alauddin Makassar
SUDAH menjadi kebiasaan umat Islam di Indonesia apabila mendekati bulan Ramadhan, mereka akan saling mengucapkan “Marhaban Ya Ramadhan”. Bahkan seiring berkembangnya teknologi komunikasi dan media sosial, penggunaan kalimat itu pun seringkali terlihat, baik bentuk tulisan maupun gambar.
Memang bulan Ramadhan menjadi bulan yang dinanti-nanti oleh umat Islam di seluruh penjuru dunia, karena berbagai macam keutamaan dan keistimewaan di dalamnya seperti berlipat-lipatnya pahala di setiap amalan yang dikerjakan pada bulan Ramadhan. Diampuni dosa dan turunnya rahmat serta keberkahan Allah swt.
Tak hanya itu saja diantara keistimewaan bulan Ramadhan adalah Lailat Al-Qadar, suatu malam yang dinilai Al-Qur’an “lebih baik dari pada seribu bulan”. Sebuah bulan yang sarat akan kemulian.
Rasa antusias menyambut bulan suci tersebut dengan melihat fenomena sekarang sontak membuat media sosial dipenuhi dengan beragam ucapan “Marhaban Ya Ramadhan”. Namun tahukah arti dari kalimat itu sebenarnya?
Kebanyakan umat Islam mengartikannya secara tekstual atau secara perkata yang berarti, “Selamat datang wahai bulan Ramadhan.” Tanpa ada pemaknaan yang mendalam, sebenarnya tidak salah, tetapi sangat sederhana untuk pemaknaan seperti itu. Semoga pada tulisan ini diharapkan mampu memberikan wawasan yang luas terkait pemaknaan ucapan “Marhaban Ya Ramadhan”.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata marhaban diartikan sebagai “kata seru untuk menyambut atau menghormati tamu (yang berarti selamat datang)”. Ia sama dengan ahlan wa sahlan yang juga diartikan “selamat datang”.
Walaupun keduanya berarti “selamat datang”, tetapi penggunaannya berbeda. Para ulama tidak menggunakan ahlan wa sahlan untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan, melainkan “marhaban ya Ramadhan”.
Ahlan terambil dari kata ahl yang berarti ‘keluarga’. Sedangkan sahlan berasal dari kata sahl yang berarti ‘mudah’. Juga berarti ‘dataran rendah’ karena mudah dilalui, tidak seperti “jalan mendaki”. Ahlan wa sahlan adalah ungkapan selamat datang, yang dicelahnya terdapat kalimat tersirat yaitu, “(Anda berada di tengah) keluarga dan (melangkahkan kaki di) dataran rendah yang mudah”.
Marhaban terambil dari kata rahb yang berarti ‘luas’ atau ‘lapang’, sehingga marhaban menggambarkan bahwa tamu disambut dan diterima dengan lapang dada, penuh kegembiraan, serta dipersiapkan baginya ruang yang luas untuk melakukan apa saja yang diinginkannya. Dari akar kata yang sama dengan marhaban, terbentuk kata rahbat, yang antara lain berarti “ruangan luas untuk kendaraan, untuk memperoleh perbaikan atau kebutuhan pengendara guna melanjutkan perjalanan”.
Marhaban ya Ramadhan berarti “Selamat datang Ramadhan”, mengandung arti bahwa kita menyambutnya dengan lapang dada, penuh kegembiraan, tidak dengan menggerutu dan menganggap kehadirannya ‘mengganggu ketenangan’ atau suasana nyaman kita.
Marhaban ya Ramadhan kita ucapkan untuk bulan suci itu karena kita mengharapkan agar jiwa raga kita diasah dan diasuh guna melanjutkan perjalanan menuju Allah swt.
Dalam satu ungkapan dilukiskan bahwa, ada gunung yang tinggi yang harus ditelusuri guna menemui-Nya, itulah nafsu. Di gunung itu ada lereng yang curam, belukar yang lebat, bahkan banyak perampok yang mengancam, serta iblis yang merayu, agar perjalanan tidak dilanjutkan.
Bertambah tinggi gunung didaki, bertambah hebat ancaman dan rayuan, semakin curam dan ganas pula perjalanan.
Tetapi, bila tekad tetap membaja, sebentar lagi akan tampak cahaya benderang, dan saat itu, akan tampak dengan jelas rambu-rambu jalan, tampak tempat-tempat indah untuk berteduh, serta telaga-telaga jernih untuk melepaskan dahaga.
Bila perjalanan dilanjutkan akan ditemukan kendaraan Ar-Rahman untuk mengantar sang musafir bertemu dengan kekasihnya, Allah swt. Demikian kurang lebih perjalanan itu dilukiskan dalam buku Madarij As-Salikin.
Dalam menyambut jalannya bulan Ramadhan, setiap umat Islam perlu mempersiapkan bekal guna menelusuri jalan itu. Tahukah apa yang dimaksud dengan bekal itu? Benih-benih kebajikan yang harus kita tabur di lahan jiwa kita.