OPINI
OPINI - Avengers Pilpres Endgame
Lalu apa hubungannya pilpres dan Avengers? Sederhana jawabku ‘pilpres endgame’.
Oleh:
Muh. Quraisy Mathar
Dosen UIN Alauddin
Waw, tak cukup sepekan, film Avengers Endgame sudah meraup penghasilan Rp 1 triliun. Avengers memang menjadi sebuah mitologi baru generasi milenial.
Kisahnya begitu panjang dan sudah selayaknya untuk menjadi sebuah replik baru dalam sejarah peradaban umat manusia.
Awalnya kita hanya mengenal 3 replik besar dunia yakni Homerus di Yunani, Mahabharata di India, dan LaGaligo di Indonesia.
Namun kini, sejatinya sudah lahir replik baru peradaban manusia, yakni Avengers.
Seluruh replik adalah mitologi (fiksi) yang selanjutnya akan dikisahkan secara turun temurun.
Saya jadi teringat saat kecil menjelang tidur, orang tuaku sesekali bercerita tentang Hercules dalam replik Homerus atau Arjuna dalam replik Mahabharata.
Ketika besar, kudengar kawanku berkisah tentang Sawerigading dalam replik LaGaligo dan kini kami sekeluarga menuntaskan nonton bareng di bioskop edisi akhir sequel Avengers, dan tentu kisah tentang pengorbanan seorang Natasha dalam replik milenial ini akan kuceritakan di sela-sela waktu menjelang tidur anak-anakku yang nantinya akan mereka ceritakan kembali ke generasi selanjutnya.
Baca: Lazismu Parepare Workshop Gerakan Filantropi Cilik
Replik Avengers tak hanya menghipnotis dunia dan peradaban. Seluruh sequelnya juga memberi begitu banyak falsafah hidup, seperti yang dimiliki oleh replik dunia sebelumnya.
Homerus melahirkan filsafat Yunani modern. Mahabharata melahirkan filsafat India modern.
LaGaligo (seharusnya) menghasilkan filsafat Indonesia modern dan Avengers (seharusnya juga) akan menghasilkan filsafat Amerika modern.
Siapa yang menyangka di sequel akhirnya yang diberi label “endgame”, film yang sangat identik dengan aksi dan animasi ini justru membuat jutaan mata penontonnya menjadi sembab, menangis, sesunggukan, dan berlinang air mata, sebab edisi sequel akhirnya justru berisi pesan tertinggi peradaban yakni humanism semesta.
Tak pernah ada urusan semesta yang bisa dikerjakan secara sendiri-sendiri.
Tak mungkin ada perdamaian abadi jika kita semua tak pernah mau menempatkan perbedaan ke dalam bingkai kebersamaan.
Tak mungkin ada kita jika tak ada generasi sebelumnya serta sejumlah falsafah lain yang ikut mengalir dalam film tersebut.
Kuintip putri kecilku yang terus bertanya ke ibunya tentang beberapa adegan.
Kudengar istriku menjawab beberapa pertanyaannya.
Beberapa kalimat berbalut sastra dalam sequel penutup Avengers memang agak menjadi sulit untuk dicerna anak seusianya.
Baca: Darma Wanita Persatuan Kementerian Agama Toraja Utara Peringati Hari Kartini
Saya tersenyum dan tersadar, penikmat Avengers memang sudah menjadi penonton sejak anak-anak di sequel awalnya.
Bertahun-tahun mereka mengikuti sequel-sequel lanjutan dan kini mereka telah tumbuh menjadi dewasa dan tentu bisa memahami falsafah replik Avengers Endgame sesuai dengan masa pertumbuhannya.
Pantaslah jika film ini menjadi replik milenial, menjadi mitologi dan menjadi peradaban dunia baru.
Tak usah kaget jika pada masa depan ada mata pelajaran tentang sejarah Avengers, seperti hari ini kita belajar tentang sejarah klasik dengan berbagai mitologi yang meliputinya.
Lalu apa hubungannya pilpres dan Avengers? Sederhana jawabku ‘pilpres endgame’.
Tugasku sebagai masyarakat dengan hak pilih sudah selesai.
Tinggal penyelenggara dengan sejumlah instrumen dan kelengkapan administratifnya saja yang bekerja untuk mengumumkan pemenangnya.
Mungkin masih akan ada riak setelahnya. Sebut saja ada gugatan, pidato kemenangan, kegembiraan, kekecewaan, atau bahkan hoax yang masih terus sambung menyambung.
Namun sekali lagi buatku, pilpres endgame. Tugasku tinggal bekerja dan berbuat untuk negeri dengan porsi yang kumiliki, untuk selanjutnya kembali ber-pilpres kembali di setiap waktunya tiba.
Pilpres sejatinya harus belajar dari Avengers yang bisa mengedukasi miliaran manusia dengan waktu yang cukup panjang.
Baca: Kadis Pendidikan Jeneponto Masih Tunggu Juknis Soal Penerimaan Siswa Baru
Proses ber-Avengers adalah pembelajaran tertinggi buat generasi kita saat ini.
Proses ber-pilpres pun sejatinya harus sama dengan proses ber-Avengers, butuh waktu, kesabaran, keikhlasan, dan kejujuran untuk meraih hasil yang maksimal.
Pilpres harus dipahami sebagai sebuah pesta demokrasi yang berbatas, ada start dan ada finish-nya.
Masyarakat pemilih harus dididik menjadi sama dengan penonton Avengers yang diperlakukan sebagai ‘raja’ yang sesungguhnya.
Masyarakat pemilih harus diedukasi bahwa siapapun pemenang pilpres, pasti tetap akan mengurus kita semua.
Akhirnya kubisikkan ke telinga anak-anakku menjelang tidur, belajarlah tentang taro ada taro gau (kesamaan kata dan tindakan), tentang sportifitas (menang menunduk dan kalah dengan tegap), tentang perbedaan yang rahmatan lil alamin, tentang hubungan masyarakat dan pemimpinnya, tentang kebersamaan, dan tentang peradaban.
Pelajarilah semua itu dari Avengers dan pilpres yang sama-sama sudah ‘endgame’.
Catatan: tulisan ini telah terbit di Tribun Timur edisi cetak, Selasa (30/04/2019)