OPINI
OPINI - Demokrasi dan Binatang Buas
Di layar digital itu, terutama medsos, orang-orang saling menerkam, saling memangsa.
Ketika kubu politik yang satu muncul di layar digital, pihak yang lain pun hadir melancarkan serangan serupa. Sebaliknya pun begitu.
Cuitan dibalas cacian, lalu cacian dijawab dengan makian. Opini yang mengemuka di medsos begitu mengerikan, begitu ganas dengan emosi membuncah.
Untuk menyerang laksana binatang buas itu, hoax digencarkan.
Fatalnya, peluru hoax yang ditabur bukan saja mengenai sang lawan, tetapi juga melukai kaum ramai yang sebelumnya sama sekali tak memihak pada kubu politik tertentu.
Lalu dilapis masyarakat, fragmentasi sosial tanpa argumentasi rasional kian menajam.
Di satu sisi, fenomena itu menunjukkan bahwa internet tak hadir sebagaimana yang diimpikan, yakni untuk mengasah rasionalitas dan meningkatkan pengetahuan.
Algoritma yang dikembangkan sedemikian rupa dibalik tekhnologi internet/digital justeru digunakan untuk keperluan politik bringas yang hanya melahirkan manusia-manusia buas yang sigap memangsa sesama.
Baca: Satreskrim Polres Majene Tangkap Pembobol Rumah Dinas Pengadilan
Makna manusia sebagaimana yang dimaksud Aristoteles (400 SM), manusia sebagai mahluk politis (zoon politicon) yang berbeda dengan binatang, bernaluri hidup bersama—tampaknya tak bertuah.
Sebab yang mengemuka hari ini adalah permusuhan antar manusia sebagai mahluk politik.
Padahal, zoon politicon yang dimaknai Adam Smith, manusia sebagai mahluk sosial menegaskan jika sesungguhnya manusia perlu berkawan, bukan bermusuhan, tak saling memangsa.
Kontestasi seharusnya memperkuat perkawanan itu. Pemilu tak seharusnya mengubah watak dasar manusia bak binatang buas.
Itulah resiko tak murah bila moralitas dijauhkan dari politik. Mengalienasi moralitas kemanusiaan dalam tindakan politik terbukti menjadikan manusia laksana binatang buas yang mengerikan.
Padahal, politik dalam pandangan Aristoteles diselenggarakan untuk pemenuhan kebutuhan dasar manusia dan pelestariannya.
Baca: 1 April Ditetapkan Sebagai Hari Kebudayaan Kota Makassar, Danny Pomanto: Menjaga Budaya
Untuk menyelamatkan manusia dari kontaminasi watak binatang buas, maka moralitas mesti dihadirkan dalam praktik politik.
Moralitas harus tertanam kuat dalam segala uturan hukum yang mengatur keberlangsungan politik dinegeri ini.
Dengan itu, politik sebagai agenda demokrasi pada masa datang mampu melahirkan manusia yang berwatak manusia, bukan mencipta manusia berwatak binatang buas. (*)
Catatan: tulisan ini telah terbit di Tribun Timur edisi cetak, Senin (01/04/2019)