OPINI
OPINI - Demokrasi dan Binatang Buas
Di layar digital itu, terutama medsos, orang-orang saling menerkam, saling memangsa.
Oleh:
Abdul Karim
(Peneliti Akar Foundation)
Judul tulisan ini saya pinjam dari artikel A Setyo Wibowo (Majalah Basis, Nomor, 01-02, tahun ke 68, 2019).
Artikel dua halaman itu diawali dengan tesis Plato dalam Politia/The Republic yang menggambarkan rakyat/manusia sebagai a great, strong beast (binatang buas yang kuat dan besar).
Manusia hidup mengikuti insting hewani yang mencari nikmat, seperti makan, minum, seks, dan menghindari sakit.
Tesis Plato barangkali tak mengada-ada, sebab setelah dua dasawarsa kita meniup nyawa dalam iklim demokrasi, kita merasakan tesis itu menghampiri kenyataan.
Kini, ramai kecenderungan manusia di negeri ini bak binatang buas yang langkas menerkam manusia lainnya.
Padahal, demokrasi sesungguhnya dicipta sebagai sebuah sistem yang hendak membangun iklim kemanusiaan, tanpa terkam-menerkam antar sesama.
Karena terbukti dengan perang manusia saling menerkam, peradaban manusia hancur berantakan. Demokrasi lalu datang untuk mengakhiri semua itu, membebaskan manusia dari perang.
Baca: Kapolres Sidrap Tekankan Netralitas Keanggotanya di Pemilu 2019
Demokrasi lalu berupaya menjembatani kesenjangan antara 'status kodrati' manusia, melepaskan manusia dari cengkeraman otoriterianisme melalui kontrak sosial yang melindungi hak-hak warga, membatasi kekuasaan negara, dan menjamin terselenggaranya kedaulatan rakyat dengan sejumlah kebaikan yang menyertainya.
Tetapi kini dalam iklim demokrasi negeri ini, manusia justeru saling memangsa. Ironiknya, situasi itu terbit pada momentum penyelenggaraan kedaulatan rakyat bernama pemilu.
Nuansa pemilu 2019 memperburuk pola relasi kemanusiaan kita. Pemilu tak pantas dipersalahkan, sebab ia merupakan sistem sirkulasi kepemimpinan politik yang diperlukan dalam negara demokrasi.
Kekeliruan ada pada kita sebagai mahluk politis. Kekeliruan itu kini mengalir deras.
Kita menjadi manusia pemangsa terhadap manusia lainnya. Kelompok yang satu menerkam kelompok lainnya.
Seolah tak puas bila kelompok lainnya tak lenyap atau binasa. Peperangan dahsyat sesungguhnya telah berlangsung, dan medan utamanya adalah layar digital.
Disana, manusia laksana binatang buas. Di layar digital itu, terutama medsos, orang-orang saling menerkam, saling memangsa.
Baca: Ciptakan Pemilu Damai, Polres Parepare Gelar Istighosah dan Tabligh Akbar