Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

OPINI - Perguruan Tinggi Gatekeeper Kebudayaan

Penulis adalah Dosen Unismuh Makassar dan Anggota Dewan Pendidikan Sulsel

Editor: Aldy
zoom-inlihat foto OPINI - Perguruan Tinggi Gatekeeper Kebudayaan
amir muhiddin1

Lebih dari itu mereka mendirikan yayasan untuk pendidikan bukan dengan modal yang cukup sebagaimana layaknya orang-orang kaya di luar negeri yang menghibahkan uang dan hartanya untuk pendidikan dan kemanusiaan.

Pemilik Yayasan yang mengelola PTS yang abal-abal terutama berasal dari keluarga dengan modal dengkul, hanya karena mereka memperoleh kesempatan sehingga bisa lahir ditangannya yayasan, dan niat mereka mendidirkan PT bukan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan kemaslahatan umat manusia, tetapi untuk keuntungan sesaat dan untuk kehidupan diri dan keluarganya secara individu.

Jadi persoalan pokoknya, PTS yang dicabut izinnya persolan pokok bukan karena prodinya tidak relevan, tetapi lebih kepada minat masyarakat yang rendah karena PTS itu abal-abal dan tidak dikelola secara professional, PTS seperti inilah yang banyak melanggar, bahkan seringkali melahirkan ijazah palsu yang merusak tatanan kehidupan perguruan tinggi.

Baca: UNM Luluskan 1.000 Alumni Baru! Ketua Ika UNM Nurdin Halid Sampaikan Petuah Bugis Begini Bunyinya?

Gate Keeper
Istilah Gate Keeper sering diartikan secara leksikal sebagai penjaga gawang.

Dalam ilmu komunikasi massa diartikan secara gramatikal sebagai orang atau kelompok dalam suatu
lembaga yang bertugas untuk menyeleksi informasi, mulai dari data yang baru didapat, proses pengolahan informasi, dan terakhir proses penyeleksian sebelum disebarluaskan kepada khalayak.

Misalnya dalam sebuah lembaga pertelevisian atau media cetak biasanya gatekeeper diperankan oleh redaksi, editor, jurnalis, dan lain sebagainya.

Dalam tulisan ini Gate Keeper dalam konteks peran perguruan tinggi saya artikan sebagai penjaga kebudayaan. Jadi Perguruan Tinggi itu adalah gate keeper kebudayaan.

Dengan begitu Perguran Tinggi harus menjaga Ilmu Pengetahuan karena itu adalah kebudayaan. Tidak bisa Perguruan Tinggi serta merta dan dengan leluasa menghapus dan menghilangkan prodi hanya karena tidak relevan dan diminati oleh masyarakat.

Tetapi kalau di PTS mungkin dimaklumi, karena sumber pembiayaan pengelolaan pendidikan umumnya dari masyarakat, tentu yayasan akan kesulitan jika memelihara prodi tanpa mahasiswa karena biaya operasionalnya akan diambilkan dari mana.

Tetapi jika itu Perguruan Tinggi Negeri (PTN), maka menghapus prodi karena kurang peminat, tentu tidak bisa terjadi.

Baca: ABG ini Nekat Lakukan Order Fiktif Makanan Sebanyak 185 Kali, Puluhan Driver Ojol Serbu Rumahnya

Sekali lagi Perguruan Tinggi itu adalah pemelihara kebudayaan dan salah satu cara untuk memelihara itu adalah melaksanakan Tridarma Perguruan Tinggi.

Karena itulah dosen dituntut untuk secara seimbang melaksanakan pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat.

Beberapa Perguruan Tinggi Negeri di tanah air, juga menghadapi kasus dimana beberapa prodi tertentu jenuh dengan pendaftar, masyarakat lebih memilih jurusan-jurusan yang disenangi oleh pasar dan memiliki market Performace, sehingga seringkali juga terdengar seruan agar prodi tersebut ditutup saja, tetapi sekali lagi tidak bisa, bahkan haram hukumnya menghapus prodi di PTN.

Kenapa? Karena itu kebudayaan dan pemerintah harus memberi subsidi kepada prodi tersebut agar tetap hidup dan berkembang hingga suatu saat masyarakat memilihnya kembali.

Ada contoh menarik terjadi di Unhas ketika jurusan bahasa daerah ingin dihapus karena peminatnya kurang.

Halaman
123
Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Telusur

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved