OPINI - Perguruan Tinggi Gatekeeper Kebudayaan
Penulis adalah Dosen Unismuh Makassar dan Anggota Dewan Pendidikan Sulsel
Oleh:
Amir Muhiddin
(Dosen Unismuh Makassar - Anggota Dewan Pendidikan Sulsel)
Tiga hari berturut-turut Ketua LLDikti Wilayah IX Sulawesi Prof Dr Jasruddin memberi komentar dan pernyataan di Tribun Timur (11,12,13 Maret 2019), menyoal perguruan tinggi.
Khususnya terkait pencabutan sanksi dan penutupan beberapa perguruan di lingkungan kerja LLDikti IX Sulawesi.
Penutupan ini dilakukan oleh Kementerian Riset dan Perguruan Tinggi (Kemenristekdikti RI) terhadap 11 perguruan tinggi swasta (PTS) karena dinilai sudah tidak mampu lagi menjalankan aktifitas akademik sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT).
Dalam waktu bersamaan Kemenristek Dikti juga mencabut sanksi satu perguruan tinggi yang dianggap sudah memperbaiki kesalahan-kesalahan administrasi akademik yang selama ini mereka lakukan.
Satu pernyataan menarik yang dikemukakan oleh Prof Jasruddin dan menggelitik nurani saya yaitu imbauan agar PTS di Sulawesi tidak ragu untuk menutup program studi yang sudah tidak laku lagi dan membuka program studi kekinian yang relevan dengan kondisi kita saat ini yang memasuki era revolusi industri 4.0.
Imbauan itu disampaikan di sela-sela wisuda sarjana Universitas Indonesia Timur (UIT) Gelombang XIII
2019, 18 Maret 2019 lalu.
Baca: Masjid At-Taqwa Sossok Enrekang, Bukti Kedermawanan Andi Sose
Tidak Profesional
Memperhatikan 11 PTS yang dicabut izin operasionalnya, bukan persoalan utamanya pada prodi yang dibuka dan dikembangkan tidak relevan, akan tetapi karena pengelolaannya yang tidak profesional.
Ke-11 PTS tersebut membuka prodi seperti kedirgantaraan, ini relevan dengan penyediaan SDM dan tata kelola kedirgantaraan.
Akademi Teknologi Otomotif, ini relevan dengan industri otomotif yang sedang tumbuh dan membutuhkan tenaga skill rancang bangun bidang otomotif.
Demikian juga Akademi Pertambangan, luarannya masih dibutuhkan oleh indutri pertambangan, baik skala kecil, menengah dan besar.
Selanjutnya Akademi Kepariwisataan dan Perhotelan serta Bahasa Asing, luarannya masih dibutuhkan juga oleh pengelola hotel dan pariwisata, terutama diabad industri 4.0.
Persoalan pokoknya adalah kemampuan PTS mengelola perguruan tinggi secara profesional sehingga dengan itu masyarakat melihat dan yakin bahwa kuliah di PTS itu akan memperoleh bekal pengetahuan dan keterampilan serta bisa bersaing untuk mendapat pekerjaan atau membuka usaha sendiri sebagai entrepreneur.
Baca: KPU Makassar Minus Logistik Pilpres 2019
Baca: Dihiasi Limbah Plastik, Taman TK Kartika Kodim Polmas Jadi Berwarna
PTS yang dicabut izinnya ini adalah mereka yang mengelola PTS secara abal-abal. Mendirikan perguruan tinggi hanya untuk mendapatkan keuntungan sesaat.
Mereka juga kebanyakan bukan dari latar belakang pendidik yang punya pengalaman mengelola pendidikan.